
JAYAPURA-Kodam XVII/Cenderawasih membantah jika ada prajuritnya yang gugur saat kontak senjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan pasukan TNI yang terjadi di Distrik Derakma, Kampung Dobobem pada Rabu (12/6).
Bantahan tersebut disampaikan secara langsung oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (14/6) kemarin.
“Itu hoax, mereka sengaja menciptakan isu itu. Tidak mungkin ada komandan yang gugur kami tidak tahu, pasti hebohlah,” tegas Aidi.
Terkait dengan pernyataan kelompok TPNPB bahwa Trans Papua adalah proyek jalan yang dibangun TNI untuk menghubungkan lokasi untuk eksploitasi emas dan berbagai sumber daya lainnya yang ada di Papua. Dibangun untuk mengamankan akses kapitalis, yang juga adalah bisnis militer kolonial Indonesia.
Menurut Aidi, apa yang disampaikan kelompok tersebut tidaklah mendasar. Kenyataannya negara membangun jalan untuk membuka keterisolasian sebuah daerah, pembangunan jalan bukan hanya dilakukan di Papua. Melainkan di beberapa daerah yang ada di Indonesia dalam rangka menjamin keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Bayangkan secara bertahun-tahun masyarakat kita yang ada di pedalaman tidak mendapatkan haknya. Kalau kelompok ini menolak pembangunan di tanah Papua maka kita balik bertanya. Siapa sebenarnya yang menjajah rakyat Papua?,” tanya Aidi.
Negara menurutnya mau mensejahterakan rakyat dengan membangun jalan, namun kelompok yang berseberangan dengan NKRI ini malah melarang pembangunan dengan alasan eksploitasi tambang. Sedang kenyataannya tidaklah demikian. Justru pembangunan jalan untuk membuka keterisolasian dan pembangunan tersebut berlaku di seluruh indonesia.
“Justru dalam pembangunan Papua sangat tertinggal. Hal ini dikarenakan pembangunan di Papua tidak lancar lantaran sering mendapatkan gangguan dari Kelompok separatis bersenjata. Kita bandingkan di luar kalau ada pembangunan justru masyarakat setempat ikut membantu sekalipun dia tau itu dikerjakan kontraktor. Namun di Papua justru sebaliknya, dibantai kalau kita melakukan pekerjaan jalan,” tutur Aidi.
Apa yang disampaikan kelompok ini lanjut Aidi sebatas alasan pembenaran dari mereka untuk menghambat pembangunan. Menurut mereka pembangunan jalan untuk mempersempit ruang geraknya tetapi menurut pemerintah pembangunan untuk mensejahterakan rakyat.
“Saya justru berkesimpulan, kelompok inilah yang justru menjajah rakyat,” ungkap Aidi.
Terkait tudingan dalam operasi militer aparat TNI melakukan pembakaran rumah warga, kebun dan balai desa. Aidi menyebutkan justru kebalikannya. TNI yang membantu pembangunan gereja, sekolah, rumah rakyat yang ada di Nduga. Sehingga tidak mendasar jika TNI melakukan hal demikian.
“Dia yang nyata-nyata kita lihat dipostingannya alat berat dibakar, padahal alat berat tersebut digunakan untuk membangun jalan. Tidak ada bukti TNI membakar fasilitas umum,” tegas Aidi.
Situasi kondusif di Kabupaten Nduga pasca 7 bulan insiden pembantaian terhadap karyawan Istaka Karya, dimana yang menjadi fokus TNI saat ini mengamankan pembangunan, agar pembangunan infrastruktur berjalan aman maka ditempatkanlah pasukan pengamanan. Hal ini karenakan seringnya diganggu para pekerja.
“Pembangunan semakin meluas maka akan kami tambah pasukan untuk melakukan pengamanan infrastruktur,” pungkasnya. (fia/nat)