Delapan Tahun Sudah Rais Bawono Hadi Merawat Anak-Anak yang Lahir di Luar Pernikahan
Panti asuhan yang didirikan Rais Bawono Hadi tak pernah mencari donatur dan mengajari anak-anak asuh beragam keterampilan agar bisa mandiri sejak dini. Mereka tak boleh diadopsi dan hanya ibu kandungnya yang kelak bisa mengambil.
KHAFIFAH ARINI PUTRI, Kota Semarang
UPIK 14 bulan itu mendekat, merengek, dan tak lama kemudian menangis. Rupanya dia minta digendong.
Benar saja, tangis Himatul Kholbi, bocah perempuan tersebut, langsung mereda begitu sudah dalam gendongan. Dan, sesaat berselang, Hima (sapaan akrabnya) lelap di pangkuan Jawa Pos Radar Semarang.
Sama sekali tak terganggu dengan kegaduhan bocah-bocah lain yang berlarian, berebut mainan, dan kemudian bertengkar. Juga tangisan di ruangan sebelah, sebuah kamar berukuran 5 x 8 meter, dengan sebuah kasur 2 x 2 meter yang ditempati delapan bayi, kemarin (23/6) siang itu. Serta sebuah boks bayi dengan penghuni yang baru berusia 3 hari.
Total ada 30 bayi berusia di bawah 1 tahun di Panti Asuhan Manarul Mabrur, Kelurahan Pudakpayung, Kota Semarang, Jawa Tengah, tersebut. Keseluruhan anak asuh mencapai 80 orang. Terdiri dari balita, anak-anak, remaja, dan dewasa. Paling muda berusia 3 hari dan yang paling tua 60 tahun.
”Semua anak yang ada di sini sama, baik muda maupun tua. Saya menyayangi mereka tanpa membedakan umurnya,” kata Rais Bawono Hadi, pemilik panti asuhan, sambil menyuapkan makanan dan minuman ke anak-anak asuhnya.
*
Rasa sayang itu pula yang pertama menggerakkan Rais. Pria 57 tahun tersebut prihatin melihat mulai lunturnya kepedulian kepada sesama dari keseharian orang banyak.
Ketergugahan yang juga berangkat dari pengalaman hidupnya sebagai seorang mantan marbot. Tinggal berpindah-pindah dan pernah berada di titik terbawah kehidupan.
Berbekal hasil penjualan tanah warisan, pria kelahiran Probolinggo, Jawa Timur, itu pun memilih mendedikasikan hidup kepada mereka: anak-anak yang terlahir dari hubungan luar nikah. Yang tak mendapatkan pengakuan keluarga, apalagi kehangatan perhatian.
Sejak Panti Asuhan Manarul Mabrur didirikan pada 2014, Rais menanggung semua biaya hidup, sekolah, kuliah, bahkan sampai anak asuhnya menikah. Sebuah tanggungan yang tentu saja tidak ringan.
Saat ini ada lima anak yang masih bersekolah TK. Enam anak lainnya di SD. SMP ada lima anak dan empat anak lainnya di SMA. Ada pula tiga anak asuh yang masih berkuliah di STIE Sampangan Kota Semarang.
”Niat awalnya hanya ingin membantu sesama manusia untuk mengembalikan karakter bangsa. Jadi, siapa pun yang membutuhkan bantuan akan saya bantu,” ungkap pria yang baru saja ditinggal sang istri, Triyana Zulaikah, berpulang itu.
Tak sekali pun Rais meminta bantuan pihak lain untuk membiayai panti asuhannya. Manarul Mabrur tak punya donatur tetap dan memang tak pernah mencari, meski jika ada yang datang dan ikhlas membantu akan diterima.
Rais memilih mengajari anak-anaknya untuk mandiri sedini mungkin. Mereka diberi keterampilan seperti membuat bonsai, sabun cair, dan sablon. Produknya mereka jual dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan yang mendesak, di antaranya untuk biaya sekolah.
Keluarga mendukung penuh Rais sedari awal. Baik sang istri yang kini telah tiada maupun ketiga anaknya yang dua di antaranya kini sudah menikah. Kakak ipar dan mertua juga sehari-hari turut membantunya merawat di panti.
Saat ini ada 47 ibu hamil yang antre untuk melahirkan dan menitipkan anak mereka. Sampai kemarin, delapan ibu hamil tersebut sudah berada di panti asuhan yang berada di Jalan Shirotol Mustaqim Nomor 1, Kelurahan Pudakpayung, itu. ”Dalam sehari saya bisa menolak dua sampai tiga orang yang ingin menitipkan bayinya di sini,” tambahnya.
Yang dengan terpaksa dia tolak itu para ibu hamil yang hanya berniat menitipkan anak mereka kelak. Untuk itu, Rais biasanya memberi mereka dua opsi. Pertama, si ibu hamil bisa melahirkan di panti, tapi anaknya langsung dibawa pulang. Atau, opsi kedua, anak itu diberikan kepada Panti Asuhan Manarul Mabrur dan tidak diperbolehkan untuk diambil sampai anak tersebut dewasa. Semua keperluan, termasuk akta kelahiran, pun dia urus.
”Kami dibantu dinas sosial dalam pengurusan akta. Nama yang tercantum adalah nama ibu. Sementara bagi ibu yang belum mempunyai KTP, anak tersebut diakui sebagai anak alam atau anak negara,” terangnya.
Anak-anak yang dititipkan di Manarul Mabrur tidak boleh diadopsi. Hanya ibu kandungnya yang boleh mengambilnya. Rais menjamin semua anak di panti akan dibesarkan sepenuh hati.
M yang telah delapan bulan mengandung termasuk yang menerima opsi pertama. Sudah dua minggu dia berada di panti, yang dilakukan agar teman dan tetangga tak ada yang tahu dia sedang mengandung.
Gadis 18 tahun asal Sleman, Jogjakarta, itu mengaku akan membawa pulang bayinya setelah melahirkan. ”Ke sini diantar kedua orang tua. Setelah melahirkan akan kembali ke rumah dan anak saya akan diakui sebagai adik. Sementara saya akan belajar di pondok,” katanya.
*
Untuk anak-anak asuhnya, anak-anak yang tersisih dari keluarga, Rais juga telah menyiapkan total 1,6 hektare tanah untuk tempat tinggal mereka. Yang tersebar di Kota Semarang; Getasan, Kabupaten Semarang; dan di Jepara.
Rais mengaku selama ini yang menyulitkannya hanya mencari orang-orang yang bersedia membantu merawat anak-anak asuhnya. Dengan ikhlas, tanpa digaji.
Tapi, sudah delapan tahun Manarul Mabrur berdiri, berbagai kesulitan yang menghadang toh bisa dia lewati. Sudah enam anak asuhnya yang turut dia antarkan menjadi sarjana.
”Tentu saya bahagia melihat mereka jadi sarjana. Namun, kebahagiaan saya terbesar adalah kalau bisa melihat anak-anak punya skill yang bisa menjadikan mereka mandiri sekeluar dari sini,” tuturnya. (*/c9/ttg/JPG)