DPR RI Bentuk Tiga Panja
JAKARTA-Rencana pemekaran tiga provinsi di Papua terus berjalan. Selasa (21/6) kemarin, pemerintah dan Komisi II DPR sepakat membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM).
Total, ada tiga panja yang dibentuk, menyesuaikan jumlah RUU yang dibahas. Yakni panja Provinsi Pegunungan Tengah yang dipimpin Ahmad Doli Kurnia, panja Provinsi Papua Selatan (Junimart Girsang), dan panja Provinsi Papua Tengah (Saan Mustopa).
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, pihaknya akan langsung bekerja mulai Rabu (22/6) kemarin. Komisi II menargetkan draf RUU Pemekaran Papua bisa tuntas pekan depan dan dapat disahkan dalam rapat paripurna pada Kamis (30/6).
Target itu ditetapkan agar masih cukup waktu untuk alokasi anggaran dalam APBN. ”Maka, sebelum tanggal 30 (Juni) kita bisa selesaikan,” ujarnya di ruang rapat komisi II, gedung parlemen, Jakarta, Selasa (21/6).
Untuk menuntaskan target tersebut, panja sudah menyiapkan timeline kerja. Mulai rapat dengar pendapat umum (RDPU) hingga menyerap aspirasi langsung ke Papua. Selanjutnya, pekan depan, proses pembahasan di panja akan dimulai, dilanjutkan pengambilan keputusan tingkat I. ”Insya Allah tanggal 30 Juni akan ada rapat paripurna,” kata politikus Partai Golkar itu.
Doli membantah anggapan bahwa RUU disiapkan secara tergesa-gesa. Dia menyebutkan, persiapan untuk menuntaskan RUU DOB sudah dilakukan jauh hari. Untuk panja, misalnya, meski baru disahkan kemarin, secara informal sudah terbentuk sebelumnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menambahkan, penuntasan RUU secara cepat dibutuhkan agar implementasinya bisa berjalan efektif. Sebab, jika disahkan setelah 30 Juni, dana TKD tidak diberikan secara mandiri.
”Apabila UU diundang-undangkan setelah 30 Juni 2022, transfer ke daerah untuk daerah baru akan dihitung secara proporsional dari daerah induk,” ujarnya. Hal itu merujuk Pasal 137 UU Hubungan Keuangan Pusat Daerah. Sebaliknya, jika sebelum 30 Juni, sudah bisa dikelola secara mandiri.
Dalam DIM yang diajukan, ada sejumlah persoalan yang disampaikan pemerintah. Antara lain terkait penentuan wilayah setiap provinsi hingga penetapan daerah yang dijadikan ibu kota provinsi.
Kepada media, Tito mengklaim bahwa pemekaran Papua sudah sesuai dengan aspirasi mayoritas. Bahkan, usulan tersebut sudah masuk sejak beberapa tahun lalu. ”Di Merauke ide itu sudah 20 tahun lalu,” ungkapnya.
Tito juga mengklaim bahwa pemekaran sudah mendapat restu dari Pemprov Papua. Pekan lalu Gubernur Papua Lukas Enembe memberikan dukungan secara politik. Bahkan, Lukas mengusulkan pemekaran Papua bertambah lima provinsi baru.
Namun, karena keterbatasan anggaran, untuk sementara pemerintah akan mengajukan tiga wilayah saja. Tapi, Tito tidak menutup kemungkinan dalam waktu dekat ada penambahan satu provinsi lagi, yakni Papua Barat Daya.
UU Pemilu Berpotensi Berubah
Kebijakan pemekaran wilayah di Papua memiliki implikasi terhadap UU Pemilu. Jika provinsi bertambah, hal itu akan terkait langsung dengan pembagian daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi legislatif.
Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal mengatakan, perubahan di UU Pemilu tidak dapat dihindari. Sebab, dengan penambahan provinsi, otomatis dapil harus ditambah. ”Kalau dapil bertambah, pasti akan berubah aturan (UU Pemilu, Red),” ujarnya di gedung parlemen Selasa (21/6).
Namun, teknis perubahan regulasi itu belum dipastikan. Apakah melalui revisi UU Pemilu ataupun penerbitan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu). Hal itu, kata dia, perlu didiskusikan dengan fraksi lainnya.
Jika dapil membengkak, jumlah anggota DPR juga bisa bertambah. Sebab, UU Pemilu menyebut setiap dapil minimal harus diisi tiga calon. Syamsurizal enggan berbicara lebih jauh soal itu. Namun, bisa saja alokasi tersebut diputuskan dengan menggeser kuota daerah induk. Opsi lain adalah tetap dengan format yang berlaku tanpa mengubah dapil. ”Itu yang akan dibahas. Tidak boleh lah saya mendahului,” ungkapnya.(far/c19/bay/JPG)