Mengikuti Perayaan Paskah yang Tak Biasa dengan Komunitas Anak Jantung Kota (Bagian I)
Untuk suksesnya sebuah event ternyata bisa juga dilakukan tanpa harus ribet. Ini seperti yang dilakukan dalam perayaan Paskah bersama Komunitas Anak Jantung Kota (AJK). Menariknya acara ini justru digagas oleh pemuda pemudi beragama Islam.
Laporan: Abdel Gamel Naser_Jayapura
Setelah sebelumnya menyambangi Pos Da’i di Koya Barat untuk menggelar buka puasa bersama, sejumlah komunitas di Jayapura yakni Orari Lokal Jayapura, Saka Wana Bakti, Rumah Bakau Jayapura, Lintas Kejadian Kota Jayapura (LKKJ), MRI dan Family Jayapura Utara mencoba menyesuaikan dengan moment.
Di tengah bulan puasa ini ternyata ada perayaan paskah sehingga agenda paskah bersama Komunitas Anak Jantung Kota digelar. Komunitas AJK ini biasa menempati Taman Kali Anafre atau eks Ampera. Sebuah lokasi yang kadang dianggap rawan, karena menjadi tempat kumpul anak-anak dalam kondisi mabuk maupun sedang ngelem.
Dari kunjungan dan ibadah paskah ini banyak pesan moril yang didapat oleh para komunitas termasuk dari tuan rumah AJK sendiri. Satu pesannya adalah ternyata di tengah pesatnya pembangunan di Kota Jayapura ternyata masih ada kelompok anak muda yang kurang beruntung.
Yang hidupnya hanya menempati ruang sempit, tak terawat dan rasanya tak layak untuk ditempati. Situasi dan kondisi saat dilakukan kegiatan ibadah bersama juga di luar ekspetasi dan tidak seperti ibadah umumnya. Kegiatan dilakukan di tempat yang benar – benar menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Bukan dibuat-buat.
Bayangkan saja, tanpa tenda, tanpa kursi, tanpa baliho dan tanpa harus kerja bakti lebih dulu. Semua berjalan apa adanya. Ada yang berdiri, ada banyak sampah, tumpukan kayu, ilalang termasuk pecahan botol. Ini bukan tidak menghormati tamu, namun itulah gaya dari Pdt Naomi yang memang tidak mau banyak ‘kepalsuan’. Yang semua terlihat baik – baik saja di saat akan didatangi, yang semua aman – aman saja di saat ada perhatian.
Ia lebih memilih menyajikan sesuai kondisi dan tidak mau terlalu berharap banyak. Dan dari komunitasnya juga terlihat sangat nyaman dan enjoy meski hanya berbentuk kegiatan yang sederhana. Kegiatan diakhiri dengan doa berbuka puasa yang diikuti sebagian besar peserta ibadah.
Di sini Pdt Naomi menceritakan panjang soal perjuangannya selama ini dimana ia mendampingi AJK selama 26 tahun. Bukan waktu yang singkat tentunya jika melihat perubahan demi perubahan di kota ini. Iapun terharu karena ibadah paskah bersama ternyata justru diinisiasi oleh anak – anak muda yang notabene beragama Islam.
“Saya berterimakasih kepada yang sedang berpuasa, sebab Yesus juga pernah (puasa) 40 hari. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapat pahala puasa salah satunya adalah membantu fakir miskin, janda dan duda sehigga saya memilih cara itu,” ujar Naomi membuka penyampaiannya.
Selama 26 tahun menjadi mama bagi hampir 200 anak dengan berbagai macam karakter, Naomi mengatakan bahwa jika bukan karena kekuatan Tuhan dan memberi semangat maka sulit rasanya bisa tetap berada di daerah eks Ampera ini.
“Ini tempat seperti mimpi, kami 26 tahun disini dan kapan saja bisa tergusur. Dan anak – anak yang disini juga tak pernah meminta secara sadar untuk berada disini. Kami kadang mendengar isi undang – undang dasar bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Tapi ini nampaknya hanya tulisan di kertas saja. Bukan keyataan,” sindir Naomi, Selasa (19/4).
Orang awam menyebut AJK dengan sebutan anak jalanan, namun bahasa ini diperhalus dengan kalimat anak jantung kota meski secara kehidupan banyak yang belum memiliki pekerjaan tetap. Tak memiliki keluarga, tak memiliki rumah dan tak memiliki identitas diri. Naomi harus jatuh bangun mendampingi berbagai karakter anak – anak jantung kota. (Bersambung)