Sunday, November 24, 2024
30.7 C
Jayapura

Kadistrik Tabonji Minta Ujian Sekolah di SD Yeraha Ditiadakan

Tidak Pernah Ada Kegiatan Belajar- Mengajar di Sekolah  itu

MERAUKE- Kepala Distrik Tabonji, Kabupaten Merauke,  Yohanes Kapura, S.Sos meminta kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Merauke agar tidak menggelar ujian sekolah di SD Yeraha, Kampung Yeraha, Distrik Tabonji. Permintaan ini bukan tanpa alasan. Selama menjabat kepala distrik di Tabonji sejak 2020, sama sekali  belum ada proses belajar mengajar di sekolah tersebut.

    ‘’Selama saya menjadi kepala distrik Tabonji, sekolah ini lumpuh total. Tidak ada proses belajar mengajar di sekolah ini sampai sekarang. Bagaimana ujian sekolah atau ujian nasional digelar. Kalau tetap dilaksanakan, kita sama dengan membodohi masyarakat.

Apalagi, penentuan kelulusan sekarang ditentukan sekolah. Kalau siswanya sama sekali tidak tahu calistung, bagaimana saat berada di tingkat SMP,’’ tandas Kadistrik Tabonji Yohanes Kapura, S.Sos ditemui di Kantor Bupati Merauke, Kamis (7/4).

    Kadistrik  Yohanes Kapura menjelaskan, di SD Yeraha sebenarnya ada kepala sekolah dan 3 guru PNS serta 2 guru honor. Namun selama  ini tidak pernah melaksanakan tugas di SD Yeraha. ‘’Sampai hari ini mereka tidak pernah ke tempat tugas, sehingga sekolah tidak berjalan,’’ jelasnya.  Kemudian di Maret 2022, kepala sekolahnya sudah diganti  dengan Pelaksana Tugas (Plt).

Baca Juga :  Cetak Guru PGSD Berlompeten

‘’Tadi malam yang bersangkutan telepon saya, kalau dia sudah di atas kapal untuk menuju ke sana. Mudah-mudahan beliau ini betah bisa tinggal di sana sehingga sekolah bisa  dibuka kembali setelah bertahun-tahun tidak ada proses belajar. Tapi, untuk ujian sekolah tidak bisa lagi,’’  tandasnya.

    Selain SD Yeraha tersebut, ungkap Yohanes Kapura, 4 SD lainnya juga proses belajar mengajarnya tidak berjalan baik. Sebab, sejak pandemi Covid -19, guru-guru di  4 SD lainnya tidak pernah  ke tempat tugas lagi sehingga yang ada di sekolah tinggal kepala sekolah.

Seperti SD Koncobando, SD Yerimoro, SD Yomuka meski ada beberapa guru tapi yang biasa hadir di sekolah hanya kepala sekolah. Begitu juga SD Bamol dan SD Tabonji meski di sana ada guru, namun ada kecemburuan.

Baca Juga :  Laode Kana: Kalau Sudah Terpilih, Seharusnya Dilantik Saja 

  Kadistrik Tabonji Yohanes Kapura menilai bahwa tidak ada pemerataan guru. Di Kota, guru  yang ditempatkan sangat menumpuk, sementara di kampung-kampung hanya sedikit guru. Itupun guru yang ditempatkan di kampung-kampung tidak melaksanakan tugas dengan baik. Banyak yang tidak pergi ke tempat tugas.

‘’Beberapa kali dalam Musrenbang masalah saya sampaikan ke dinas bahwa guru-guru di dalam kota ini cukup banyak, kalau bisa itu ada pemerataan. Karena yang jalankan tugas di sana kepala sekolah saja,’’terangnya.   

   Yohanes Kapura menjelaskan bahwa guru yang  tidak melaksanakan tugas tersebut dengan alasan mengejar  gelar sarjana S1 yang merupakan tuntutan UU Tenaga Guru dan Dosen. Namun lanjut  Yohanes Kapura, guru-guru tersebut sudah ke kota untuk kuliah sejak  2009. Artinya  sudah lebih  dari 13 tahun kuliah.

‘’Jadi apakah betul masih kuliah atau tidak. Tapi kalau mereka mengejar gelar sarjana S1, kok bisa  sampai lebih dari 10 tahun. Dan ini tentunya harus dipertanyakan,’’tandasnya. (ulo/tho)    

Tidak Pernah Ada Kegiatan Belajar- Mengajar di Sekolah  itu

MERAUKE- Kepala Distrik Tabonji, Kabupaten Merauke,  Yohanes Kapura, S.Sos meminta kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Merauke agar tidak menggelar ujian sekolah di SD Yeraha, Kampung Yeraha, Distrik Tabonji. Permintaan ini bukan tanpa alasan. Selama menjabat kepala distrik di Tabonji sejak 2020, sama sekali  belum ada proses belajar mengajar di sekolah tersebut.

    ‘’Selama saya menjadi kepala distrik Tabonji, sekolah ini lumpuh total. Tidak ada proses belajar mengajar di sekolah ini sampai sekarang. Bagaimana ujian sekolah atau ujian nasional digelar. Kalau tetap dilaksanakan, kita sama dengan membodohi masyarakat.

Apalagi, penentuan kelulusan sekarang ditentukan sekolah. Kalau siswanya sama sekali tidak tahu calistung, bagaimana saat berada di tingkat SMP,’’ tandas Kadistrik Tabonji Yohanes Kapura, S.Sos ditemui di Kantor Bupati Merauke, Kamis (7/4).

    Kadistrik  Yohanes Kapura menjelaskan, di SD Yeraha sebenarnya ada kepala sekolah dan 3 guru PNS serta 2 guru honor. Namun selama  ini tidak pernah melaksanakan tugas di SD Yeraha. ‘’Sampai hari ini mereka tidak pernah ke tempat tugas, sehingga sekolah tidak berjalan,’’ jelasnya.  Kemudian di Maret 2022, kepala sekolahnya sudah diganti  dengan Pelaksana Tugas (Plt).

Baca Juga :  SMKN 2 Merauke Terancam Tutup

‘’Tadi malam yang bersangkutan telepon saya, kalau dia sudah di atas kapal untuk menuju ke sana. Mudah-mudahan beliau ini betah bisa tinggal di sana sehingga sekolah bisa  dibuka kembali setelah bertahun-tahun tidak ada proses belajar. Tapi, untuk ujian sekolah tidak bisa lagi,’’  tandasnya.

    Selain SD Yeraha tersebut, ungkap Yohanes Kapura, 4 SD lainnya juga proses belajar mengajarnya tidak berjalan baik. Sebab, sejak pandemi Covid -19, guru-guru di  4 SD lainnya tidak pernah  ke tempat tugas lagi sehingga yang ada di sekolah tinggal kepala sekolah.

Seperti SD Koncobando, SD Yerimoro, SD Yomuka meski ada beberapa guru tapi yang biasa hadir di sekolah hanya kepala sekolah. Begitu juga SD Bamol dan SD Tabonji meski di sana ada guru, namun ada kecemburuan.

Baca Juga :  Tiga Kapolsek  Diganti 

  Kadistrik Tabonji Yohanes Kapura menilai bahwa tidak ada pemerataan guru. Di Kota, guru  yang ditempatkan sangat menumpuk, sementara di kampung-kampung hanya sedikit guru. Itupun guru yang ditempatkan di kampung-kampung tidak melaksanakan tugas dengan baik. Banyak yang tidak pergi ke tempat tugas.

‘’Beberapa kali dalam Musrenbang masalah saya sampaikan ke dinas bahwa guru-guru di dalam kota ini cukup banyak, kalau bisa itu ada pemerataan. Karena yang jalankan tugas di sana kepala sekolah saja,’’terangnya.   

   Yohanes Kapura menjelaskan bahwa guru yang  tidak melaksanakan tugas tersebut dengan alasan mengejar  gelar sarjana S1 yang merupakan tuntutan UU Tenaga Guru dan Dosen. Namun lanjut  Yohanes Kapura, guru-guru tersebut sudah ke kota untuk kuliah sejak  2009. Artinya  sudah lebih  dari 13 tahun kuliah.

‘’Jadi apakah betul masih kuliah atau tidak. Tapi kalau mereka mengejar gelar sarjana S1, kok bisa  sampai lebih dari 10 tahun. Dan ini tentunya harus dipertanyakan,’’tandasnya. (ulo/tho)    

Berita Terbaru

Artikel Lainnya