JAYAPURA – Bappeda Papua dan Konsultasi Publik III Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua, baru saja menggelar Focus Group Discussion (FGD).
Lantas, bagaimana Papua Spatial Planning (PSP) membantu pemerintah Provinsi untuk menertibkan bangunan yang salah dalam artian berdiri di atas tanah konservasi ?
Perwakilan PSP Imelda Sihombing menyampaikan, pihaknya akan akan launching 1 aplikasi yang namanya Sistem Informasi Spasial Pertanahan dan Tata Ruang (SIMTARU) 2.0. Dimana SIMTARU sendiri sudah ada sejak tahun 2015 milik Bapeda.
“Pengendalian akan kita lihat dari SIMTARU, SIMTARU khusus untuk pengendalian ada aplikasi berbasis Hp dan juga berbasis website, semua bisa diakses masyarakat. Kedepan masyarakat diharapkan bisa berpartisipasi melaporkan jika terjadi pelanggaran ruang, mengirimkan fotonya lalu menyampaikan di mana kejadiannya,” terang Imelda.
Lanjutnya, dari laporan tersebut. Bapeda dan forum penataan ruang akan menilai dan menindaklanjuti seperti apa pelanggaran itu, apakah benar terjadi pelanggaran atau tidak. Jika terjadi maka pelanggaran seperti apa dan sanksi apa yang diberikan.
“Kedepan tata ruang kita akan lebih menarik karena akan sangat partisipatif dan menggunakan input teknologi, sehingga semua orang dimanapun bisa berpartisipasi. Mereka tidak harus datang ke Jayapura untuk melapor melainkan bisa melapor melalui SIMTARU 2.0,” ucapnya.
Dikatakan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua akan berlaku 20 tahun kedepan hingga tahun 2042. Dalam jangka waktu itu kita melihat peningkatan yang luar biasa di Papua, bukan hanya diperencanaan tapi juga pemanfaatannya kedepan.
“Setiap perijinan nantinya bisa dilihat melalui aplikasi, sehingga tidak terjadi tumpah tindih,” kata Imelda.
Menurutnya, aplikasi SIMTARU sangat mudah dengan input teknologi lebih ramah dalam APBD, lebih ramah di SDM karena tidak membutuhkan banyak orang. Tapi butuh banyak publikasi agar masyarakat tahu dan menggunakannya. (fia/gin)