Friday, December 27, 2024
25.7 C
Jayapura

Pemerintah Dinilai Kalah menghadapi Tekanan Pengusaha

Setelah Memutuskan Migor Kemasan ke Harga Pasaran

JAKARTA-Keputusan pemerintah melepaskan harga minyak goreng (migor) kemasan sesuai harga pasar atau harga keekonomian, langsung direspon sejumlah toko ritel. Mereka mulai mengeluarkan kembali migor kemasan 1 liter atau 2 liter yang sebelumnya langka atau sulit didapat. Tentunya dengan harga baru.

Dari sejumlah foto yang beredar, toko-toko ritel di Jakarta dan sekitarnya mematok harga migor kemasan 2 liter berkisar Rp 40 ribu. Bahkan ada mematok Rp 47.900. Kemudian untuk kemasan 1 liter ada yang menjual Rp 23.900 per bungkus. Harga ini tentu jauh lebih mahal dibandingkan ketika masih berlaku ketetapan satu harga Rp 14 ribu/liter. Tetapi pemerintah pada Selasa (15/3) mengumumkan melepas harga migor kemasan ke harga pasar. Pemerintah hanya memberikan subsidi untuk migor curah dengan harga maksimal Rp 14 ribu/liter.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar menunjukkan bahwa pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng. Pasalnya, setelah mengadakan pertemuan dengan produsen migor, pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET minyak goreng curah di masyarakat menjadi sebesar Rp14 ribu per liter pada 15 Maret lalu

Sebelumnya, HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter. “Selain itu, pemerintah juga mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar,” kata Mulyanto. Menurutnya, para penimbun yang menahan migor murah, akan sorak-sorai merayakan kemenangan ini sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah, serta Mendag yang menjilat ludah sendiri.

Dia mengatakan, tidak aneh kalau pengusaha dapat mendikte pemerintah, karena pasar migor bersifat oligopolistik.  Menurut data KPPU (Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha), pasar migor dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor, dominan dikuasai hanya oleh empat produsen.

Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik. Mereka jelas tidak mau diganggu. Apalagi harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka USD 2.000 per ton. Penerimaan ekspor Indonesia 2021 atas CPO sebesar USD 28.5 miliar naik 55 persen dibanding  2020 yang hanya USD 18.4 milyar.

Padahal, kata politisi PKS itu, secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. “Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya,” urainya.

Ke depan, menurut Mulyanto, dalam jangka panjang, pemerintah harus berani menata niaga migor  agar menguntungkan masyarakat dengan harga yang terjangkau. Salah satunya dengan merubah struktur pasar oligopolistik tersebut dengan mencabut regulasi yang menghambat serta memberi insentif bagi tumbuhnya pelaku usaha baru di industri minyak goreng.

Baca Juga :  Rahasianya Rampah Patang Pulo dan Sambal Tauco

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional (BPN) termasuk juga Bulog untuk menata niaga Migor.  Sekarang ini kewenangan BPN hanya pada 9 komoditas beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. “Tidak termasuk minyak goreng dan tepung terigu. Sementara Bulog hanya ditugaskan untuk beras, kedelai, dan jagung,” paparnya.

Dosen Departemen Agribisnis IPB Feryanto mengatakan kebijakan melepas harga migor kemasan sesuai harga pasar, merupakan bentuk insentif dari pemerintah untuk produsen. ’’Sebagai jalan tengah,’’ katanya. Tujuannya supaya produsen menyediakan migor kemasan dengan jumlah yang mencukupi.

Dia menekankan kebijakan melepas harga migor sesuai harga pasar ini harus disertai jaminan dari pemerintah. Yaitu jaminan ketersediaan minyak goreng mencukupi. Sehingga tidak langka dan diikuti kenaikan harga yang signifikan. Selain itu itu Fery mengatakan pemerintah harus mengontrol supaya tidak ada penyelewenagan migor curah. Misalnya praktik membeli migor curah, kemudian dikemas dan dijual seperti layaknya migor kemasan premium.

Kekhawatiran tersebut juga disampaikan pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina MIftahul Jannah. Dia mengatakan sejak harga migor kemasan dipatok Rp 14 ribu/liter, dia menemukan sedikitnya 20 merek migor kemasan yang menurutnya jarang terlihat selama ini. ’’Apakah ini minyak beneran atau minyak olahan kembali,’’ katanya. Minyak olahan bisa menggunakan bekas dari hotel dan lain sejenisnya. Lina mengatakan ketika harga migor kemasan dilepas sesuai mekanisme pasar, jangan sampai menuburkan praktik nakal penjualan migor kemasan.

Selain itu dia mengatakan pemerintah dalam mengambil kebijakan harus didasari dengan kajian dan data yang akurat. Dia mencontohkan kebijakan satu harga migor Rp 14 ribu, itu sebuah kebijakan konyol. Buktinya malah menimbulkan kelangkaan minyak. Di sejumlah tempat membuat ibu-ibu antri cukup panjang untuk sekadar membeli migor kemasan.

Menurut dia kondisi tersebut tidak akan terjadi, jika kebijakan yang dibuat pemerintah dadasari dengan kajian berbasis data yang matang. Tetapi nyatanya baru berjalan beberapa bulan, pemerintah sudah membuat kebijakan baru. ’’Masih murah itu migor kemasan 2 liter dijual Rp 40 ribu. Ada yang lebih mahal lagi,’’ tuturnya. Lina mengatakan pemerintah dalam urusan migor ini, seperti tunduk ke pengusaha.

Sementara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menunjukkan keseriusannya menjaga ketersediaan migor. Kemarin (16/3) mantan kabareskrim tersebut meninjau dua lokasi sekaligus. Yakni, produsen migor PT Mikie Oleo Nabati dan Pasar Tradisional Bantargebang.

Sigit-panggilan akrab kapolri-menuturkan, setelah mengecek PT Mikie Oleo Nabati diketahui bahwa Februari lalu produksi migor jauh lebih besar dari pada bulan-bulan sebelumnya. Dengan produksi 200 ribu liter migor setiap harinya. “Distribusinya dengan jumlah yang sama,” ujarnya.

Baca Juga :  Sah! 580 Anggota DPR Periode 2024-2029 Resmi Dilantik

Kapolri menghimbau kepada setiap produsen migor untuk mempersiapkan bahan baku dan distribusi migor dengan baik. Tidak hanya di pasar modern, namun juga pasar tradisional. “Apalagi, sekarang sudah kebijakan baru harga migor,” paparnya.

Dalam kunjungan tersebut, dia juga mensosialisasikan harga baru tersebut. Menurutnya, subsidi harga migor curah saat ini dari harga Rp 11.500 per liter menjadi Rp 14.000 per liter. “Minyak kemasan disesuaikan dengan nilai ekonominya,” ujarnya.

Dengan kebijakan tersebut, diharapkan kedepan tidak ada lagi fenomena kelangkaan migor. Tidak ada lagi antrian panjang untuk membeli migor. “Jangan ada kelangkaan migor,” tuturnya.  Polri akan mengawal produksi hingga distribusi migor, sehingga migor benar-benar sampai ke masayrakat. Sekaligus soal kebijakan baru pemerintah soal HET. “Paling penting migor berada di pasar, memenuhi kebutuhan masyarakat,” jelasnya.

Setelah itu, kapolri melanjutkan kunjungan ke Pasar Bantargebang. Dia berdialog dengan sejumlah pedagang. “Stok migor tersedia untuk berapa hari,” tanyanya kepada salah seorang pedagang. Pedagang itu menjawab migor tersedia setiap saat, dengan jadwal pengiriman stok setiap dua hari. Namun, kapolri masih mendapat keluhan dari pedagang pasar terkait kelangkaan migor. Permintaan masyarakat terhadap minyak curah juga disebut tinggi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengatakan bahwa kebijakan HET satu harga Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan dinilai kurang efektif karena terbukti barang hilang di pasaran. ”Ternyata setelah ditelusuri sama seperti tahun-tahun sebelumnya kan. Disparitas harga yang tinggi (antara HET dan harga seharusnya, red) menimbulkan spekulan. Ditimbun. Bahkan dijual di pasar gelap,” ujar Sahat, tadi malam (16/3).

Sahat menanggapi munculnya kembali secara tiba-tiba minyak goreng yang sempat langka ke rak-rak ritel. Menurut dia, setelah peraturan HET dicabut, semua pihak full speed melakukan produksi dan distribusi. ”Karena tidak ada batasan harga, sesuai dengan mekanisme pasar,” ujarnya. Menurut Sahat, jika melihat harga pasaran CPO saat ini, memang harga minyak goreng kemasan sederhana di level konsumen bisa mencapai Rp 23.000 – 24.000 per liter.

Sahat menjelaskan, dengan dilepaskannya kembali harga minyak goreng kemasan sesuai harga keekonomian, diyakini pasokan minyak goreng akan kembali membanjiri pasar. Sebab, mekanisme pasar yang ada akan menutup celah para spekulan yang memanfaatkan kebijakan HET minyak goreng dan menyebabkan pasokan langka. (lum/wan/idr/agf/JPG)

Setelah Memutuskan Migor Kemasan ke Harga Pasaran

JAKARTA-Keputusan pemerintah melepaskan harga minyak goreng (migor) kemasan sesuai harga pasar atau harga keekonomian, langsung direspon sejumlah toko ritel. Mereka mulai mengeluarkan kembali migor kemasan 1 liter atau 2 liter yang sebelumnya langka atau sulit didapat. Tentunya dengan harga baru.

Dari sejumlah foto yang beredar, toko-toko ritel di Jakarta dan sekitarnya mematok harga migor kemasan 2 liter berkisar Rp 40 ribu. Bahkan ada mematok Rp 47.900. Kemudian untuk kemasan 1 liter ada yang menjual Rp 23.900 per bungkus. Harga ini tentu jauh lebih mahal dibandingkan ketika masih berlaku ketetapan satu harga Rp 14 ribu/liter. Tetapi pemerintah pada Selasa (15/3) mengumumkan melepas harga migor kemasan ke harga pasar. Pemerintah hanya memberikan subsidi untuk migor curah dengan harga maksimal Rp 14 ribu/liter.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar menunjukkan bahwa pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng. Pasalnya, setelah mengadakan pertemuan dengan produsen migor, pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET minyak goreng curah di masyarakat menjadi sebesar Rp14 ribu per liter pada 15 Maret lalu

Sebelumnya, HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter. “Selain itu, pemerintah juga mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar,” kata Mulyanto. Menurutnya, para penimbun yang menahan migor murah, akan sorak-sorai merayakan kemenangan ini sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah, serta Mendag yang menjilat ludah sendiri.

Dia mengatakan, tidak aneh kalau pengusaha dapat mendikte pemerintah, karena pasar migor bersifat oligopolistik.  Menurut data KPPU (Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha), pasar migor dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor, dominan dikuasai hanya oleh empat produsen.

Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik. Mereka jelas tidak mau diganggu. Apalagi harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka USD 2.000 per ton. Penerimaan ekspor Indonesia 2021 atas CPO sebesar USD 28.5 miliar naik 55 persen dibanding  2020 yang hanya USD 18.4 milyar.

Padahal, kata politisi PKS itu, secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. “Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya,” urainya.

Ke depan, menurut Mulyanto, dalam jangka panjang, pemerintah harus berani menata niaga migor  agar menguntungkan masyarakat dengan harga yang terjangkau. Salah satunya dengan merubah struktur pasar oligopolistik tersebut dengan mencabut regulasi yang menghambat serta memberi insentif bagi tumbuhnya pelaku usaha baru di industri minyak goreng.

Baca Juga :  Wapres Berharap Batas Atas UMP Dibuat Fleksibel

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional (BPN) termasuk juga Bulog untuk menata niaga Migor.  Sekarang ini kewenangan BPN hanya pada 9 komoditas beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. “Tidak termasuk minyak goreng dan tepung terigu. Sementara Bulog hanya ditugaskan untuk beras, kedelai, dan jagung,” paparnya.

Dosen Departemen Agribisnis IPB Feryanto mengatakan kebijakan melepas harga migor kemasan sesuai harga pasar, merupakan bentuk insentif dari pemerintah untuk produsen. ’’Sebagai jalan tengah,’’ katanya. Tujuannya supaya produsen menyediakan migor kemasan dengan jumlah yang mencukupi.

Dia menekankan kebijakan melepas harga migor sesuai harga pasar ini harus disertai jaminan dari pemerintah. Yaitu jaminan ketersediaan minyak goreng mencukupi. Sehingga tidak langka dan diikuti kenaikan harga yang signifikan. Selain itu itu Fery mengatakan pemerintah harus mengontrol supaya tidak ada penyelewenagan migor curah. Misalnya praktik membeli migor curah, kemudian dikemas dan dijual seperti layaknya migor kemasan premium.

Kekhawatiran tersebut juga disampaikan pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina MIftahul Jannah. Dia mengatakan sejak harga migor kemasan dipatok Rp 14 ribu/liter, dia menemukan sedikitnya 20 merek migor kemasan yang menurutnya jarang terlihat selama ini. ’’Apakah ini minyak beneran atau minyak olahan kembali,’’ katanya. Minyak olahan bisa menggunakan bekas dari hotel dan lain sejenisnya. Lina mengatakan ketika harga migor kemasan dilepas sesuai mekanisme pasar, jangan sampai menuburkan praktik nakal penjualan migor kemasan.

Selain itu dia mengatakan pemerintah dalam mengambil kebijakan harus didasari dengan kajian dan data yang akurat. Dia mencontohkan kebijakan satu harga migor Rp 14 ribu, itu sebuah kebijakan konyol. Buktinya malah menimbulkan kelangkaan minyak. Di sejumlah tempat membuat ibu-ibu antri cukup panjang untuk sekadar membeli migor kemasan.

Menurut dia kondisi tersebut tidak akan terjadi, jika kebijakan yang dibuat pemerintah dadasari dengan kajian berbasis data yang matang. Tetapi nyatanya baru berjalan beberapa bulan, pemerintah sudah membuat kebijakan baru. ’’Masih murah itu migor kemasan 2 liter dijual Rp 40 ribu. Ada yang lebih mahal lagi,’’ tuturnya. Lina mengatakan pemerintah dalam urusan migor ini, seperti tunduk ke pengusaha.

Sementara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menunjukkan keseriusannya menjaga ketersediaan migor. Kemarin (16/3) mantan kabareskrim tersebut meninjau dua lokasi sekaligus. Yakni, produsen migor PT Mikie Oleo Nabati dan Pasar Tradisional Bantargebang.

Sigit-panggilan akrab kapolri-menuturkan, setelah mengecek PT Mikie Oleo Nabati diketahui bahwa Februari lalu produksi migor jauh lebih besar dari pada bulan-bulan sebelumnya. Dengan produksi 200 ribu liter migor setiap harinya. “Distribusinya dengan jumlah yang sama,” ujarnya.

Baca Juga :  Jamaah Sakit dan Haid Bisa Dibadalhajikan

Kapolri menghimbau kepada setiap produsen migor untuk mempersiapkan bahan baku dan distribusi migor dengan baik. Tidak hanya di pasar modern, namun juga pasar tradisional. “Apalagi, sekarang sudah kebijakan baru harga migor,” paparnya.

Dalam kunjungan tersebut, dia juga mensosialisasikan harga baru tersebut. Menurutnya, subsidi harga migor curah saat ini dari harga Rp 11.500 per liter menjadi Rp 14.000 per liter. “Minyak kemasan disesuaikan dengan nilai ekonominya,” ujarnya.

Dengan kebijakan tersebut, diharapkan kedepan tidak ada lagi fenomena kelangkaan migor. Tidak ada lagi antrian panjang untuk membeli migor. “Jangan ada kelangkaan migor,” tuturnya.  Polri akan mengawal produksi hingga distribusi migor, sehingga migor benar-benar sampai ke masayrakat. Sekaligus soal kebijakan baru pemerintah soal HET. “Paling penting migor berada di pasar, memenuhi kebutuhan masyarakat,” jelasnya.

Setelah itu, kapolri melanjutkan kunjungan ke Pasar Bantargebang. Dia berdialog dengan sejumlah pedagang. “Stok migor tersedia untuk berapa hari,” tanyanya kepada salah seorang pedagang. Pedagang itu menjawab migor tersedia setiap saat, dengan jadwal pengiriman stok setiap dua hari. Namun, kapolri masih mendapat keluhan dari pedagang pasar terkait kelangkaan migor. Permintaan masyarakat terhadap minyak curah juga disebut tinggi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengatakan bahwa kebijakan HET satu harga Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan dinilai kurang efektif karena terbukti barang hilang di pasaran. ”Ternyata setelah ditelusuri sama seperti tahun-tahun sebelumnya kan. Disparitas harga yang tinggi (antara HET dan harga seharusnya, red) menimbulkan spekulan. Ditimbun. Bahkan dijual di pasar gelap,” ujar Sahat, tadi malam (16/3).

Sahat menanggapi munculnya kembali secara tiba-tiba minyak goreng yang sempat langka ke rak-rak ritel. Menurut dia, setelah peraturan HET dicabut, semua pihak full speed melakukan produksi dan distribusi. ”Karena tidak ada batasan harga, sesuai dengan mekanisme pasar,” ujarnya. Menurut Sahat, jika melihat harga pasaran CPO saat ini, memang harga minyak goreng kemasan sederhana di level konsumen bisa mencapai Rp 23.000 – 24.000 per liter.

Sahat menjelaskan, dengan dilepaskannya kembali harga minyak goreng kemasan sesuai harga keekonomian, diyakini pasokan minyak goreng akan kembali membanjiri pasar. Sebab, mekanisme pasar yang ada akan menutup celah para spekulan yang memanfaatkan kebijakan HET minyak goreng dan menyebabkan pasokan langka. (lum/wan/idr/agf/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya