Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

Waktu Hampir Habis, Kandidat Harus Pandai Melobi Partai

JAYAPURA-Delapan bulan lebih sudah Papua berjalan tanpa sosok wakil gubernur (Wagub) Papua. Proses untuk kesana juga sudah didorong oleh tim koalisi 40 hari setelah Wagub Klemen Tinal tutup usia.

Proses  pencarian sosok yang akan menduduki kursi kosong dua di Papua ini sempat menghangat dan menjadi isu  yang menarik untuk dibahas. Pasalnya beberapa kandidat juga memasang kuda – kuda untuk meyakinkan partai maupun publik bahwa ia layak untuk menjabat sebagai wakil gubernur. Hanya sayangnya sejak Mei 2021 hingga Februari 2022 ini Papua belum memunculkan sosok yang benar-benar mendekati terpilih.

Terkait ini Ketua Tim Koalisi Pasangan Lukas – Klemen, Mathius Awoitauw menyampaikan bahwa dari nama – nama yang muncul, untuk mencari dua nama sebelum masuk ke DPR Papua yang memiliki kewenangan adalah DPP partai politik (Parpol) pengusung pasangan Lukmen Jilid II.   Harus DPP sebab parpol sifatnya nasional bukan daerah. “Semua rekomendasi diputuskan oleh DPP dan aturan ini juga sama untuk wakil gubernur. Daerah (Pemprov) tak bisa menentukan tetapi hanya mengorganisir dan meminta persetujuan, bukan rekomendasi dan dalam koalisi kemarin ada 9 Parpol ,” jelas Mathius menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos di Jayapura belum lama ini.

Baca Juga :  Maju Pilkada, H-40 Harus Ajukan Pengunduran Diri

Nantinya DPP di Jakarta yang  mengeluarkan dua nama untuk selanjutnya dikirim dan koalisi. Dua nama inilah yang kemudian diajukan ke DPRP untuk dipilih menjadi wagub. “Kami sudah sepakat dan memfasilitasi setiap parpol berangkat ke DPP. Kami sudah danai perjalanan dan lain – lain tapi yang menentukan ya kandidat juga,” beber Mathius.

Disini ia menyebut ada beberapa nama yang muncul mulai dari Yunus Wonda, Kenius Kogoya, Abock Busup (almarhum), Befa Yigibalom dan Paulus Waterpauw. Dari nama – nama ini dikurangi Abock Busup dan nantinya hanya menyisakan dua nama.

Mathius menyebut bahwa  nama – nama tadi harus membangun komunikasi yang lebih intens ke pemerintah pusat.

Para kandidat juga tidak boleh pasif karena mereka yang memiliki kepentingan. “Harus sering berkomunikasi dengan DPP dan pemerintah pusat, sampaikan visi misinya seperti apa dan jelaskan apa yang bisa dilakukan untuk Papua. Sama seperti Pilkada lalu kami juga jelaskan,” imbuhnya.

Baca Juga :  Di Bintuni, Sejumlah Pekerja Jalan Dibantai

Jadi Mathius menyarankan  bahwa yang mau maju menjadi wagub harus pro aktif dan tidak bisa menunggu. Bahkan  paling tidak memiliki tim. Mathius menjabarkan  bahwa di balik nama – nama kandidat sejumlah partai menjadi pendukung dimana Befa Yigibalom diusung Partai NasDem dan PKS, Paulus Waterpauw diusung Partai Golkar, Kenius Kogoya dan Yunus  Wonda diusung Partai Demokrat, Partai Hanura, PKB, PPP dan PKPI. “Tugas kami melakukan berkoordinasi dan mengingatkan teman – teman (kandidat) untuk cepat, karena waktu hampir habis. Kami koalisi tidak punya  kemampuan untuk menentukan  tetapi hanya mengarahkan,” papar Bupati Jayapura ini.

Namun di sini ia juga melihat ada celah hukum dari proses pemilihan jika terhenti di tengah jalan. “Koalisi tak bisa melakukan voting karena memang tidak diatur. Ini nasibnya nanti sama seperti di Biak maupun DKI Jakarta yang menunggu lama. Bahkan Biak sampai sekarang tidak ada wakilnya. Kami melihat ini celah hukum yang perlu dicarikan jalannya,” tutup Mathius. (ade/nat)

JAYAPURA-Delapan bulan lebih sudah Papua berjalan tanpa sosok wakil gubernur (Wagub) Papua. Proses untuk kesana juga sudah didorong oleh tim koalisi 40 hari setelah Wagub Klemen Tinal tutup usia.

Proses  pencarian sosok yang akan menduduki kursi kosong dua di Papua ini sempat menghangat dan menjadi isu  yang menarik untuk dibahas. Pasalnya beberapa kandidat juga memasang kuda – kuda untuk meyakinkan partai maupun publik bahwa ia layak untuk menjabat sebagai wakil gubernur. Hanya sayangnya sejak Mei 2021 hingga Februari 2022 ini Papua belum memunculkan sosok yang benar-benar mendekati terpilih.

Terkait ini Ketua Tim Koalisi Pasangan Lukas – Klemen, Mathius Awoitauw menyampaikan bahwa dari nama – nama yang muncul, untuk mencari dua nama sebelum masuk ke DPR Papua yang memiliki kewenangan adalah DPP partai politik (Parpol) pengusung pasangan Lukmen Jilid II.   Harus DPP sebab parpol sifatnya nasional bukan daerah. “Semua rekomendasi diputuskan oleh DPP dan aturan ini juga sama untuk wakil gubernur. Daerah (Pemprov) tak bisa menentukan tetapi hanya mengorganisir dan meminta persetujuan, bukan rekomendasi dan dalam koalisi kemarin ada 9 Parpol ,” jelas Mathius menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos di Jayapura belum lama ini.

Baca Juga :  Formasi ASN pada 3 DOB, Utamakan OAP

Nantinya DPP di Jakarta yang  mengeluarkan dua nama untuk selanjutnya dikirim dan koalisi. Dua nama inilah yang kemudian diajukan ke DPRP untuk dipilih menjadi wagub. “Kami sudah sepakat dan memfasilitasi setiap parpol berangkat ke DPP. Kami sudah danai perjalanan dan lain – lain tapi yang menentukan ya kandidat juga,” beber Mathius.

Disini ia menyebut ada beberapa nama yang muncul mulai dari Yunus Wonda, Kenius Kogoya, Abock Busup (almarhum), Befa Yigibalom dan Paulus Waterpauw. Dari nama – nama ini dikurangi Abock Busup dan nantinya hanya menyisakan dua nama.

Mathius menyebut bahwa  nama – nama tadi harus membangun komunikasi yang lebih intens ke pemerintah pusat.

Para kandidat juga tidak boleh pasif karena mereka yang memiliki kepentingan. “Harus sering berkomunikasi dengan DPP dan pemerintah pusat, sampaikan visi misinya seperti apa dan jelaskan apa yang bisa dilakukan untuk Papua. Sama seperti Pilkada lalu kami juga jelaskan,” imbuhnya.

Baca Juga :  Sepanjang 2024, 119 WNA Dideportasi

Jadi Mathius menyarankan  bahwa yang mau maju menjadi wagub harus pro aktif dan tidak bisa menunggu. Bahkan  paling tidak memiliki tim. Mathius menjabarkan  bahwa di balik nama – nama kandidat sejumlah partai menjadi pendukung dimana Befa Yigibalom diusung Partai NasDem dan PKS, Paulus Waterpauw diusung Partai Golkar, Kenius Kogoya dan Yunus  Wonda diusung Partai Demokrat, Partai Hanura, PKB, PPP dan PKPI. “Tugas kami melakukan berkoordinasi dan mengingatkan teman – teman (kandidat) untuk cepat, karena waktu hampir habis. Kami koalisi tidak punya  kemampuan untuk menentukan  tetapi hanya mengarahkan,” papar Bupati Jayapura ini.

Namun di sini ia juga melihat ada celah hukum dari proses pemilihan jika terhenti di tengah jalan. “Koalisi tak bisa melakukan voting karena memang tidak diatur. Ini nasibnya nanti sama seperti di Biak maupun DKI Jakarta yang menunggu lama. Bahkan Biak sampai sekarang tidak ada wakilnya. Kami melihat ini celah hukum yang perlu dicarikan jalannya,” tutup Mathius. (ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya