JAYAPURA-Aliansi Demokrasi Papua (ALDP) mengingatkan pihak yang bertikai dalam hal ini TNI-Polri dan TPNPB, agar ruang-ruang publik, tidak digunakan untuk perang kontak senjata. Karena masyarakat yang dikorbankan dari kontak senjata tersebut.
Sebagaimana, belum lama ini, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menyatakan melanjutkan perang dengan TNI-Polri di tahun ini.
Direktur ALDP Anum Siregar menilai, pernyataan TPNPB merupakan pernyataan yang kerap disampaikan setiap tahunnya. Disatu sisi, pendekatan keamanan terus dijalankan dari TNI-Polri.
Menurut Anum, untuk mencegah konflik atau aksi kekerasan berlanjut mungkin tidak bisa berhenti seketika. Harus ada langkah langkah awal yang harus dilakukan semua pihak.
“Kita ingin jeda kemanusiaan, TNI-Polri dan TPNPB harus keluar dari ruang ruang sipil yang ada masyarakat sipilnya. Selama ini, ruang ruang masyarakat sipil kerap dijadikan ruang perang bagi kedua belah pihak yang mengangkat senjata. Akibatnya, banyak masyarakat sipil yang menjadi korban hingga banyaknya pegungsi akibat kontak senjata yang dilakukan TNI-Polri dan TPNPB,” terang Anum kepada Cenderawasih Pos, Kamis (6/1).
Dijelaskan Anum, di banyak tempat, ruang publik di Papua kerap digunakan TPNPB dan TNI-Polri. Misalkan, di suatu daerah sekolah digunakan oleh OPM untuk beraktivitas. Namun di tempat lain, ruang publik digunakan TNI-Polri.
“Ruang publik jangan digunakan untuk perang, karena masyarakat yang dikorbankan. Selain itu, kedua pihak yang bertikai tidak boleh memberi stigma kepada sipil sebagai mata mata ataupun informan,” ucap Anum.
Lanjut Anum menjelaskan, beberapa pernyataan OPM menyatakan sipil sebagai informan. Dipihak lain, masyarakat dianggap menyembunyikan atau pemberi logistik kepada OPM. Stigma terhadap masyarakat sipil kerap diberikan oleh kedua pihak (TNI-Polri dan TPNPB). Stigma sebagai informan dan stigma sebagai yang menyembunyikan atau memberikan logistic bantuan.
“Kedua kelompok yang saling kontak senjata kerap memberikan stigma yang buruk terhadap masyarakat, sehingga mereka (masyarakat-red) rentang menjadi korban di situasi konflik bersenjata di Papua,” tuturnya. (gin/fia/nat)
Jeda Kemanusiaan, Ruang Publik Jangan Dijadikan Tempat Kontak Senjata!
JAYAPURA-Aliansi Demokrasi Papua (ALDP) mengingatkan pihak yang bertikai dalam hal ini TNI-Polri dan TPNPB, agar ruang-ruang publik, tidak digunakan untuk perang kontak senjata. Karena masyarakat yang dikorbankan dari kontak senjata tersebut.
Sebagaimana, belum lama ini, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menyatakan melanjutkan perang dengan TNI-Polri di tahun ini.
Direktur ALDP Anum Siregar menilai, pernyataan TPNPB merupakan pernyataan yang kerap disampaikan setiap tahunnya. Disatu sisi, pendekatan keamanan terus dijalankan dari TNI-Polri.
Menurut Anum, untuk mencegah konflik atau aksi kekerasan berlanjut mungkin tidak bisa berhenti seketika. Harus ada langkah langkah awal yang harus dilakukan semua pihak.
“Kita ingin jeda kemanusiaan, TNI-Polri dan TPNPB harus keluar dari ruang ruang sipil yang ada masyarakat sipilnya. Selama ini, ruang ruang masyarakat sipil kerap dijadikan ruang perang bagi kedua belah pihak yang mengangkat senjata. Akibatnya, banyak masyarakat sipil yang menjadi korban hingga banyaknya pegungsi akibat kontak senjata yang dilakukan TNI-Polri dan TPNPB,” terang Anum kepada Cenderawasih Pos, Kamis (6/1).
Dijelaskan Anum, di banyak tempat, ruang publik di Papua kerap digunakan TPNPB dan TNI-Polri. Misalkan, di suatu daerah sekolah digunakan oleh OPM untuk beraktivitas. Namun di tempat lain, ruang publik digunakan TNI-Polri.
“Ruang publik jangan digunakan untuk perang, karena masyarakat yang dikorbankan. Selain itu, kedua pihak yang bertikai tidak boleh memberi stigma kepada sipil sebagai mata mata ataupun informan,” ucap Anum.
Lanjut Anum menjelaskan, beberapa pernyataan OPM menyatakan sipil sebagai informan. Dipihak lain, masyarakat dianggap menyembunyikan atau pemberi logistik kepada OPM. Stigma terhadap masyarakat sipil kerap diberikan oleh kedua pihak (TNI-Polri dan TPNPB). Stigma sebagai informan dan stigma sebagai yang menyembunyikan atau memberikan logistic bantuan.
“Kedua kelompok yang saling kontak senjata kerap memberikan stigma yang buruk terhadap masyarakat, sehingga mereka (masyarakat-red) rentang menjadi korban di situasi konflik bersenjata di Papua,” tuturnya. (gin/fia/nat)