MERAUKE-Pengadilan Daruh, Papua New Guinea (PNG) akhirnya menjatuhkan hukuman pidana dan denda kepada 13 WNI (Warga Negara Indonesia) yang merupakan nelayan asal Merauke. Plt. Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Kabupaten Merauke, Rekianus Samkakai, S.STP., mengatakan, 13 WNI yang melakukan pelanggaran keimigrasian dan perikanan di PNG, telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Daruh.
“Untuk nahkoda atau kapten kapal dijatuhi denda sebesar Rp 169 juta. Sementara untuk tujuh anak buah kapal (ABK), masing-masing dijatuhi denda Rp 69 juta,” ungkap Rekianus Samkakai saat dihubungi Cenderawasih Pos, Selasa (4/1).
Selain hukuman denda, Rekianus Samkakai menyebutkan, delapan orang awak kapal dijatuhi hukuman pidana bervariasi yaitu satu hingga tiga tahun. Sedangkan, lima penumpang speed boat yang ditangkap bersama delapan awak kapal dijatuhi hukuman denda dengan total Rp 140 juta dan hukuman pidana antara satu hingga tiga tahun.
“Putusan Pengadilan Daruh itu diketok pada tanggal 8 Desember 2021 lalu dan permohonan banding dapat dilakukan 1 bulan setelah putusan pengadilan atau sebelum tanggal 6 Januari 2022,” jelasnya.
Terkait dengan putusan tersebut, lanjut Rekianus Samkakai, pihaknya sudah mencoba untuk menghubungi pemilik dari kapal, namun nomor yang dihubungi tidak aktif. Pasalnya, pemilik kapal tersebut adalah orang Merauke, sementara nahkoda dan ABK merupakan warga dari Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.
“KBRI telah melakukan proses pendampingan kepada warga negara kita yang berhadapan dengan masalah hukum di sana. Mulai dari proses penangkapan sampai pada proses hukum, dimana mereka didampingi pengacara swasta yang ada di sana dengan jasa pendampingan yang diberikan 5.000 Kina atau sekira Rp 20 juta,” ujarnya.
Yang jelas menurut Rekianus Samkakai, upaya banding akan dilakukan untuk 13 WNI yang ada di Daruh, PNG untuk mendapat keringanan hukuman. ‘’Bupati Wakatobi juga ikut memberikan dukungan bersama KBRI, Biro Perbatasan Provinsi Papua dan dari Pemerintah Kabupaten Merauke,’’ katanya.
Hanya saja diakui oleh Rekianus bahwa untuk denda pengadilan tersebut, pemerintah tidak bisa membantu tapi yang bisa melakukan adalah pemilik kapal. ‘’Yang bisa kita lakukan selama ini adalah memfasilitasi saudara-saudara kita yang berhadapan hukum di sana dengan biaya tiket ketika sudah selesai menjalani hukuman atau bebas,” tutupnya. (ulo/nat)