Saturday, March 15, 2025
29.7 C
Jayapura

DPRP: Pembangun Smalter di Papua Sudah Sesuai UU Otsus

JAYAPURA – Anggota DPR Papua John NR Gobai  mengungkapkan bahwa pembangunan smelter di Papua sudah sesuai dengan undang-undang Otonomi Khusus, (Otsus) Papua dan undang-undang nomor 4 tahun 2009 terkait mineral dan batubara tentang pengelolaan berkelanjutan pemanfaatan sumber daya alam.

“Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 juncto undang-undang nomor 2 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua itu dalam pasal 39 diatur bahwa pengelolaan lanjutan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan di Provinsi Papua pertimbangan efisien efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata John Gobai kepada Cenderawasih Pos, di Abepura, Senin, (25/10) kemarin.

Untuk itu, pengelolaan lanjutan smelter untuk pertambangan Freeport yang disampaikan masyarakat untuk dibangun di Papua itu memiliki dasar makna diatur dalam undang yang disampaikan tadi.

Selain itu lanjut Gobai Jika dilihat dari  fisik di Gresik Dimana ada dilakukan penimbunan ke laut dan jarak yang jauh tentu akan memakan dana yang begitu besar.

” Di Papua sudah ditetapkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Sorong Papua Barat, jadi aspek kami suda ada tempat, dan sementara dari sisi SDM jika mereka mengatakan bahwa orang Papua tidak mampu Saya kira itu keliru kalau dulu masa Freeport dibuka awal itu boleh karena belum ada tenaga kerja tambang terdidik tetapi untuk saat ini, berapa fakultas yang ada di universitas di Papua sudah memiliki mahasiswa yang lulus kan tambang dan geologi,” katanya.

Baca Juga :  KM Tidar Jadi Tempat Isoter Warga

Dia juga menjelaskan dengan hadirnya smelter di Papua tentu akan ada program-program sertifikasi keahlian bagi tenaga kerja untuk mendukung kebutuhan tenaga di smelter maka soal tenaga kerja jangan diragukan.

“Karena jelas untuk terjadi smelter butuh pengetahuan tambahan, dan sementara untuk ilmu dasar itu mereka sudah ada ilmu dasar selama berkuliah terkait tambang dan geologi, Maka selanjutnya bisa ditambahkan dengan memberikan materi dan sertifikasi,” katanya.

Dia juga menegaskan meski beberapa hari ada aksi penolakan smalter di bangun di Gresik yang disampaikan aspirasi ke DPR tetapi pergerakan penolakan pembangunan smelter  ia menduga pasti akan terus terjadi dimanapun di Papua .

 “Maka demi kesatuan dan keadilan dan upayah perlindungan keberpihakan. Maka smelter harus dibangun di Papua, Presiden harus lihat ini,” ujarnya

 Sementara itu mewakili kelompok Cipayung Papua, Martinus Mabel mengungkapkan bahwa untuk mengawal aspirasi Kelompok Cipayung mengenai penolakan terhadap pembangunan Smelter di Papua, pihaknya akan terus mengawalnya sesuai dengan aspirasi yang disampaikan langsung ke DPRP Papua.

Baca Juga :  Empat Wartawan Diintimidasi dan Dianiaya, Kapolres Minta Maaf

“Kami akan tetap mengawal aspirasi yang sudah disampaikan ke DPRP Papua, untuk serius dalam melihat persoalan ini. Karena hal ini berkaitan erat dengan hak-hak orang asli Papua (OAP) kedepan,” ungkapnya kepada cenderawasih pos, Senin (24/10).

Martinus menjelaskan, untuk menindaklanjuti aspirasi yang telah disampaikan kepada DPRP beberapa hari lalu, maka pihaknya akan mengundang Gubernur Papua, DPRP Papua, MRP, PT. Freeport dan pihak akademisi untuk membicarakan hal ini dalam sau forum yang akan disiapkan. 

 “Kami akan hadirkan mereka semua dalam satu forum dialog untuk mendengarkan pandangan dan sikap dari Pemerintah Provinsi Papua, terkait pembangunan Smelter,” jelasnya.

Hal inilah kata Martinus, beberapa hari kedepan akan didorong untuk membuat dialog dan diskusi panel yang akan diselenggarakan oleh Cipayung Papua, sehingga aspirasi mengenai penolakan Smelter yang dibangun di Jawa Timur bisa dapat dibatalkan dan bisa segera dibangun di Papua.

“Kami saat ini sedang siapkan surat audiensi untuk tiga lembaga ini, sehingga ruang dialog bisa dapat dibuka dan bisa melihat respon dari masing-masing pihak mengenai pembangunan Smelter di Gresik Jawa Timur,” ujarnya. (bet/oel/wen) 

JAYAPURA – Anggota DPR Papua John NR Gobai  mengungkapkan bahwa pembangunan smelter di Papua sudah sesuai dengan undang-undang Otonomi Khusus, (Otsus) Papua dan undang-undang nomor 4 tahun 2009 terkait mineral dan batubara tentang pengelolaan berkelanjutan pemanfaatan sumber daya alam.

“Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 juncto undang-undang nomor 2 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua itu dalam pasal 39 diatur bahwa pengelolaan lanjutan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan di Provinsi Papua pertimbangan efisien efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata John Gobai kepada Cenderawasih Pos, di Abepura, Senin, (25/10) kemarin.

Untuk itu, pengelolaan lanjutan smelter untuk pertambangan Freeport yang disampaikan masyarakat untuk dibangun di Papua itu memiliki dasar makna diatur dalam undang yang disampaikan tadi.

Selain itu lanjut Gobai Jika dilihat dari  fisik di Gresik Dimana ada dilakukan penimbunan ke laut dan jarak yang jauh tentu akan memakan dana yang begitu besar.

” Di Papua sudah ditetapkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Sorong Papua Barat, jadi aspek kami suda ada tempat, dan sementara dari sisi SDM jika mereka mengatakan bahwa orang Papua tidak mampu Saya kira itu keliru kalau dulu masa Freeport dibuka awal itu boleh karena belum ada tenaga kerja tambang terdidik tetapi untuk saat ini, berapa fakultas yang ada di universitas di Papua sudah memiliki mahasiswa yang lulus kan tambang dan geologi,” katanya.

Baca Juga :  Sebelum Meninggal, LE Sudah Minta Izin ke Ondoafi

Dia juga menjelaskan dengan hadirnya smelter di Papua tentu akan ada program-program sertifikasi keahlian bagi tenaga kerja untuk mendukung kebutuhan tenaga di smelter maka soal tenaga kerja jangan diragukan.

“Karena jelas untuk terjadi smelter butuh pengetahuan tambahan, dan sementara untuk ilmu dasar itu mereka sudah ada ilmu dasar selama berkuliah terkait tambang dan geologi, Maka selanjutnya bisa ditambahkan dengan memberikan materi dan sertifikasi,” katanya.

Dia juga menegaskan meski beberapa hari ada aksi penolakan smalter di bangun di Gresik yang disampaikan aspirasi ke DPR tetapi pergerakan penolakan pembangunan smelter  ia menduga pasti akan terus terjadi dimanapun di Papua .

 “Maka demi kesatuan dan keadilan dan upayah perlindungan keberpihakan. Maka smelter harus dibangun di Papua, Presiden harus lihat ini,” ujarnya

 Sementara itu mewakili kelompok Cipayung Papua, Martinus Mabel mengungkapkan bahwa untuk mengawal aspirasi Kelompok Cipayung mengenai penolakan terhadap pembangunan Smelter di Papua, pihaknya akan terus mengawalnya sesuai dengan aspirasi yang disampaikan langsung ke DPRP Papua.

Baca Juga :  Dua Travo Terbakar, Listrik Padam di Sebagian Wamena

“Kami akan tetap mengawal aspirasi yang sudah disampaikan ke DPRP Papua, untuk serius dalam melihat persoalan ini. Karena hal ini berkaitan erat dengan hak-hak orang asli Papua (OAP) kedepan,” ungkapnya kepada cenderawasih pos, Senin (24/10).

Martinus menjelaskan, untuk menindaklanjuti aspirasi yang telah disampaikan kepada DPRP beberapa hari lalu, maka pihaknya akan mengundang Gubernur Papua, DPRP Papua, MRP, PT. Freeport dan pihak akademisi untuk membicarakan hal ini dalam sau forum yang akan disiapkan. 

 “Kami akan hadirkan mereka semua dalam satu forum dialog untuk mendengarkan pandangan dan sikap dari Pemerintah Provinsi Papua, terkait pembangunan Smelter,” jelasnya.

Hal inilah kata Martinus, beberapa hari kedepan akan didorong untuk membuat dialog dan diskusi panel yang akan diselenggarakan oleh Cipayung Papua, sehingga aspirasi mengenai penolakan Smelter yang dibangun di Jawa Timur bisa dapat dibatalkan dan bisa segera dibangun di Papua.

“Kami saat ini sedang siapkan surat audiensi untuk tiga lembaga ini, sehingga ruang dialog bisa dapat dibuka dan bisa melihat respon dari masing-masing pihak mengenai pembangunan Smelter di Gresik Jawa Timur,” ujarnya. (bet/oel/wen) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya