Saturday, March 15, 2025
25.7 C
Jayapura

Soal Vaksin Sebaiknya Kembali ke Aturan

JAYAPURA- Vaksinisasi yang diwajibkan kepada warga masyarakat menjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya ada yang menerima untuk di vaksin, tetapi ada juga yang menolak dengan alasan bahwa kesehatan seseorang merupakan hak asasi seseorang sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

 Menanggapi hal ini, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Papua, Iwanggin Sabar Olif, S.H mengatakan, sesuai dengan UU Kesehatan bahwa warga berhak menentukan hak untuk melakukan vaksin atau tidak.

 “Di UU jelas bahwa untuk menentukan vaksin atau tidak jelas tentara d UU Kesehatan. Kalau saya mungkin pendekatannya lebih kepada pendekatan kebaikan,” katanya kepada Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Senin (5/7) kemarin.

Baca Juga :  Penjaga Portal Tak Boleh Mabuk!

 Iwanggin mencontohkan misalnya ada orang yang kaki atau tangannya patah, maka orang tersebut mempunyai hak untuk memilih untuk ke rumah sakit atau ke tukang urut. Di mana kembali kepada pasien yang mau berobat. Artinya kembali kepada masyarakat untuk menentukannya.

 Meskipun demikian, kata Iwanggin negara sebagai pemerintah bertanggung Jawa terhadap vaksin, tetapi jika ada UU yang melindungi warga masyarakat, maka dirinya melihat hal ini sebenarnya wajar. Karena setiap warga mempunyai hak untuk menentukan kesehatannya.

 “Saya cerita dengan teman saya baru pulang dari Amerika, teryata di Amerika bebas saja, di mana mau vaksin atau tidak bebas saja. Ini di Amerika, saya pikir i Indonesia ada aturan hukum yang mengaturnya, sehingga harus bisa di lihat dari aturan yang ada,” tuturnya.

Baca Juga :  Pengadilan Adat Harus Didukung Gedung dan Operasional

 Dia menyampaikan, jika pemerintah mau maka ada Perpres atau Kepres yang dibuat menjadi landasan hukum, sehingga tidak ada unsur-unsur paksaan kepada masyarakat.

 “Meski demikian, masyarakat juga harus patuh terhadap protokol kesehatan yang disampaikan oleh pemerintah, yaitu memakai masker, jam yang sudah ditentukan tidak boleh berkeliaran. Semua harus bisa dilaksanakan dengan baik, sebab pemerintah sudah melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan vaksin, tetapi jika masyarakat tidak mau, maka protokol kesehatan harus diperhatikan,” bebernya.

 “Intinya rakyat juga harus patuh terhadap apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, terutama protokol kesehatan dan lain sebagainya,” tutupnya. (bet/wen)

JAYAPURA- Vaksinisasi yang diwajibkan kepada warga masyarakat menjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya ada yang menerima untuk di vaksin, tetapi ada juga yang menolak dengan alasan bahwa kesehatan seseorang merupakan hak asasi seseorang sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

 Menanggapi hal ini, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Papua, Iwanggin Sabar Olif, S.H mengatakan, sesuai dengan UU Kesehatan bahwa warga berhak menentukan hak untuk melakukan vaksin atau tidak.

 “Di UU jelas bahwa untuk menentukan vaksin atau tidak jelas tentara d UU Kesehatan. Kalau saya mungkin pendekatannya lebih kepada pendekatan kebaikan,” katanya kepada Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Senin (5/7) kemarin.

Baca Juga :  Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Ternyata di Indonesia Kasusnya Meningkat

 Iwanggin mencontohkan misalnya ada orang yang kaki atau tangannya patah, maka orang tersebut mempunyai hak untuk memilih untuk ke rumah sakit atau ke tukang urut. Di mana kembali kepada pasien yang mau berobat. Artinya kembali kepada masyarakat untuk menentukannya.

 Meskipun demikian, kata Iwanggin negara sebagai pemerintah bertanggung Jawa terhadap vaksin, tetapi jika ada UU yang melindungi warga masyarakat, maka dirinya melihat hal ini sebenarnya wajar. Karena setiap warga mempunyai hak untuk menentukan kesehatannya.

 “Saya cerita dengan teman saya baru pulang dari Amerika, teryata di Amerika bebas saja, di mana mau vaksin atau tidak bebas saja. Ini di Amerika, saya pikir i Indonesia ada aturan hukum yang mengaturnya, sehingga harus bisa di lihat dari aturan yang ada,” tuturnya.

Baca Juga :  Perwakilan Perempuan Tabi Harus Terwakilkan dalam 14 Kursi

 Dia menyampaikan, jika pemerintah mau maka ada Perpres atau Kepres yang dibuat menjadi landasan hukum, sehingga tidak ada unsur-unsur paksaan kepada masyarakat.

 “Meski demikian, masyarakat juga harus patuh terhadap protokol kesehatan yang disampaikan oleh pemerintah, yaitu memakai masker, jam yang sudah ditentukan tidak boleh berkeliaran. Semua harus bisa dilaksanakan dengan baik, sebab pemerintah sudah melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan vaksin, tetapi jika masyarakat tidak mau, maka protokol kesehatan harus diperhatikan,” bebernya.

 “Intinya rakyat juga harus patuh terhadap apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, terutama protokol kesehatan dan lain sebagainya,” tutupnya. (bet/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya