Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

Sejak 2020, Lebih 20 ABK Meninggal Dunia

Jenazah ABK KMN Gemilang Samudera saat dievakuasi menggunakan APD dari Dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Merauke menuju kamar mayat RSUD Merauke, Minggu (10/5) lalu.

MERAUKE-  Kepala Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan Perikanan Nusantara Merauke Susanto mengungkapkan bahwa sejak 2020 lalu sampai sekarang, jumlah ABK  kapal nelayan baik ikan maupun cumi yang meninggal dunia lebih dari 20 orang. Sedangkan di bulan Maret 2020 ini saja, sudah tercatat  5 orang.

   Menurutnya, buruknya perlindungan hak asasi yang diberikan  kepada awak kapal diduga sebagai penyebab  banyaknya ABK  yang meninggal  tersebut. “Orang berbulan-bulan di kapal  sementaranya minumnya terbatas, bagaimana tidak ginjal. Makannya mie instan setiap hari. Bagaimana tidak mati di Kapal. Hidup di kapal, tidur di atas bagian palka kapal  atau jaring-jaring. tidak ada tempat tidurnya.  Nah, kalau dibilang kesejahteraan nelayan itu yang mana. Kalau saya melihat  ini sangat miris nelayan kita,” kata Susanto Masita minggu lalu.

   Menurutnya Susanto Masita, jika  ada yang meninggal dunia di laut dibawa ke Pelabuhan Nusantara Merauke,  namun jika tidak ada  yang meninggal  kapal berlabuh ke Kali Kumbe. Padahal, lanjut dia,  Muara Kali Kumbe bukan pelabuhan pangkalan.  ‘’Itu tidak boleh di sana karena melanggar. Tapi yang menjadi   pernyataan mengapa mereka ke sana,” terangnya.

Baca Juga :  Festival Kreasi Seni dan Kreasi Budaya Ajang Tampilkan Kreativitas Warga

  Terhadap  KM  Jaya Utama,  dimana 7 ABK  kapal tersebut melarikan diri karena tidak tahan dengan sistem kerja paksa dengan jaminan hidup yang minim, menurut  Susanto Masita bahwa pihaknya  telah mendapat  informasi dari KSOP Sorong  bahwa kapal  tersebut adalah  kapal angkut. Namun  sudah menjadi kapal cumi.

   “Ini yang belum  kami dapat informasinya dari Syahbandar Dobo. Apakah  saat di  Dobo kapal melakukan perubahan  fungsi atau bagaimana. Ini kami belum menerima informasi dari Dobo. Tapi, akan menjadi  bagian investigasi dari kami,’’ tandasnya.

   Pihaknya juga, lanjut Susanto Masita telah berkoordinasi dengan asosasi kapal nelayan di Jakarta yang langsung membawahi  dan berkomunikasi dengan pejabat kementerian, dimana masalah tersebut sudah ditangani   oleh Kementerian Kelautan dan Perikanana RI.

Baca Juga :  Pasien Positif Corona di Merauke Kembali Bertambah

   “Yang juga menjadi Pertanyaan mengapa kapal-kapal ini belomba-lomba masuk ke  Papua. Sementara  izinnya ada di Maluku. Kami tanya nelayananya, mereka sampaikan bahwa saat menangkap sudah lihat daratan Papua. Itu berarti sudah melanggar wilayah penangkapan. Ini masuk pelanggaran. Masalah ini juga kami akan bawa masalah ke  Kementerian agar semua bisa buka mata  apa yang terjadi sebenarnya. Tapi harapan kita, minimal ada perlindungan terhadap hak asasi manusia khususnya para awak kapal nelayan ini dari semua peristiwa yang terjadi ini,” tandasnya.  (ulo/tri)   

Jenazah ABK KMN Gemilang Samudera saat dievakuasi menggunakan APD dari Dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Merauke menuju kamar mayat RSUD Merauke, Minggu (10/5) lalu.

MERAUKE-  Kepala Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan Perikanan Nusantara Merauke Susanto mengungkapkan bahwa sejak 2020 lalu sampai sekarang, jumlah ABK  kapal nelayan baik ikan maupun cumi yang meninggal dunia lebih dari 20 orang. Sedangkan di bulan Maret 2020 ini saja, sudah tercatat  5 orang.

   Menurutnya, buruknya perlindungan hak asasi yang diberikan  kepada awak kapal diduga sebagai penyebab  banyaknya ABK  yang meninggal  tersebut. “Orang berbulan-bulan di kapal  sementaranya minumnya terbatas, bagaimana tidak ginjal. Makannya mie instan setiap hari. Bagaimana tidak mati di Kapal. Hidup di kapal, tidur di atas bagian palka kapal  atau jaring-jaring. tidak ada tempat tidurnya.  Nah, kalau dibilang kesejahteraan nelayan itu yang mana. Kalau saya melihat  ini sangat miris nelayan kita,” kata Susanto Masita minggu lalu.

   Menurutnya Susanto Masita, jika  ada yang meninggal dunia di laut dibawa ke Pelabuhan Nusantara Merauke,  namun jika tidak ada  yang meninggal  kapal berlabuh ke Kali Kumbe. Padahal, lanjut dia,  Muara Kali Kumbe bukan pelabuhan pangkalan.  ‘’Itu tidak boleh di sana karena melanggar. Tapi yang menjadi   pernyataan mengapa mereka ke sana,” terangnya.

Baca Juga :  Pasien Positif Corona di Merauke Kembali Bertambah

  Terhadap  KM  Jaya Utama,  dimana 7 ABK  kapal tersebut melarikan diri karena tidak tahan dengan sistem kerja paksa dengan jaminan hidup yang minim, menurut  Susanto Masita bahwa pihaknya  telah mendapat  informasi dari KSOP Sorong  bahwa kapal  tersebut adalah  kapal angkut. Namun  sudah menjadi kapal cumi.

   “Ini yang belum  kami dapat informasinya dari Syahbandar Dobo. Apakah  saat di  Dobo kapal melakukan perubahan  fungsi atau bagaimana. Ini kami belum menerima informasi dari Dobo. Tapi, akan menjadi  bagian investigasi dari kami,’’ tandasnya.

   Pihaknya juga, lanjut Susanto Masita telah berkoordinasi dengan asosasi kapal nelayan di Jakarta yang langsung membawahi  dan berkomunikasi dengan pejabat kementerian, dimana masalah tersebut sudah ditangani   oleh Kementerian Kelautan dan Perikanana RI.

Baca Juga :  Rawat Pasien Covid, Sepuluh Perawat Puskesmas Kurik Dikarantina   

   “Yang juga menjadi Pertanyaan mengapa kapal-kapal ini belomba-lomba masuk ke  Papua. Sementara  izinnya ada di Maluku. Kami tanya nelayananya, mereka sampaikan bahwa saat menangkap sudah lihat daratan Papua. Itu berarti sudah melanggar wilayah penangkapan. Ini masuk pelanggaran. Masalah ini juga kami akan bawa masalah ke  Kementerian agar semua bisa buka mata  apa yang terjadi sebenarnya. Tapi harapan kita, minimal ada perlindungan terhadap hak asasi manusia khususnya para awak kapal nelayan ini dari semua peristiwa yang terjadi ini,” tandasnya.  (ulo/tri)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya