MIMIKA – Kabupaten Mimika kini bertambah dua distrik baru yang merupakan hasil pemekaran dari Distrik Iwaka dan Kuala Kencana. Dengan demikian, kini Mimika punya 20 distrik. Adapun kedua distrik masing-masing diberi nama Distrik Mimika Gunung dan Distrik Mimika Utara.
Bupati Mimika, Johannes Rettob mengatakan bahwa pemekaran ini sebagai bagian dari upaya memperluas layanan pemerintahan hingga ke wilayah perbatasan Kabupaten Mimika. Johannes juga menunjuk dua pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mimika sebagai Pelaksana Kepala Distrik.
Untuk Distrik Mimika Gunung Johannes menunjuk Primus wamoni selaku Pelaksana, sedangkan Distrik Mimika Utara yakni Jery Diwitou. Johannes pun menerangkan bahwa pembentukan dua distrik itu bertujuan mendekatkan pelayanan publik dan mempercepat pembangunan.
“Sebulan sekali pegawai kita akan datang lakukan pemeriksaan kesehatan gratis di sini, juga buka pendaftaran KTP di tempat ini,” kata Johannes dalam amanatnya pada acara pemekaran yang berlangsung pada Kamis, 30 Oktober 2025.
“Kita akan bentuk kampung-kampung persiapan, sesuai masukan 22 kampung. Sementara akan dibangun satu pustu di wilayah ini,” ujarnya menambahkan.
Bupati menambahkan, wilayah Distrik Mimika Utara nantinya akan mencakup hingga Kapiraya untuk mendukung pembangunan jalan dan konektivitas antarwilayah. Nantinya, pemerintah akan membangun kantor distrik sementara untuk mendukung jalannya pemerintahan.
“Mulai tahun depan kita bangun infrastruktur, kesehatan, ekonomi di wilayah perbatasan. Saya punya rencana bangun dari kampung ke kota,” tegas Johannes.
Sementara itu, Johannes juga menyebutkan bahwa penamaan dua wilayah baru tersebut hanya bersifat sementara. Lanjutnya, pemerintah masih akan melakukan evaluasi dan mengambil keputusan resmi terkait nama dua distrik tersebut dikarenakan menurut Johannes penamaan wilayah harus disesuaikan dengan aturan pemerintah dan memperhatikan sejarah adat serta kesepakatan masyarakat adat yang mendiami daerah itu.
“Semua penetapan harus melalui mekanisme resmi, yaitu peraturan daerah atau peraturan bupati. Kami tidak bisa asal menamai wilayah tanpa kajian hukum, karena nama itu akan masuk ke dalam sistem nasional,” pungkas Johannes. (mww/wen)