Yang Terungkap dari Kunjungan Komisi V DPRP Ke Kantor DP3AKB Provinsi Papua (Bagian II)
DP3AKB juga tengah mengembangkan program Kampung Ramah Perempuan dan Anak (KRPA). Di Kota Jayapura terdapat enam kampung ramah anak, di Kabupaten Jayapura empat, dan di Kabupaten Biak Numfor sekitar lima belas kampung
Laporan: Carolus Daot-Jayapura
Untuk melaksanakan sejumlah program dan kegiqatannya, DP3 AKB Provinsi Papua tidak hanya bekerja sendiri, tapi juga melibatkan sejumlah pihak, yang memilik konsen atau kepedulian terhadap kesejahteraan perempuan dan anak.
“Kami juga bermitra dengan OPD, lembaga adat, tokoh agama, serta LSM yang fokus pada isu ini agar penanganan lebih menyeluruh,” ujarnya.
Namun demikian, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Papua, Josefient Braundame, mengakui bahwa masih minimnya Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan perempuan dan anak di tingkat kabupaten/kota menjadi hambatan besar.
“Provinsi tidak punya rakyat. Yang punya rakyat adalah kabupaten dan kota. Karena itu, DPRD kabupaten/kota harus mendorong lahirnya perda perlindungan perempuan dan anak serta percepatan menuju kabupaten/kota layak anak,” tandasnya.
Yang Terungkap dari Kunjungan Komisi V DPRP Ke Kantor DP3AKB Provinsi Papua (Bagian II)
DP3AKB juga tengah mengembangkan program Kampung Ramah Perempuan dan Anak (KRPA). Di Kota Jayapura terdapat enam kampung ramah anak, di Kabupaten Jayapura empat, dan di Kabupaten Biak Numfor sekitar lima belas kampung
Laporan: Carolus Daot-Jayapura
Untuk melaksanakan sejumlah program dan kegiqatannya, DP3 AKB Provinsi Papua tidak hanya bekerja sendiri, tapi juga melibatkan sejumlah pihak, yang memilik konsen atau kepedulian terhadap kesejahteraan perempuan dan anak.
“Kami juga bermitra dengan OPD, lembaga adat, tokoh agama, serta LSM yang fokus pada isu ini agar penanganan lebih menyeluruh,” ujarnya.
Namun demikian, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Papua, Josefient Braundame, mengakui bahwa masih minimnya Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan perempuan dan anak di tingkat kabupaten/kota menjadi hambatan besar.
“Provinsi tidak punya rakyat. Yang punya rakyat adalah kabupaten dan kota. Karena itu, DPRD kabupaten/kota harus mendorong lahirnya perda perlindungan perempuan dan anak serta percepatan menuju kabupaten/kota layak anak,” tandasnya.