Thursday, August 21, 2025
21.1 C
Jayapura

Pelajaran dari Pati: Pejabat Jangan Lupa, Rakyat Pemilik Kedaulatan

JAYAPURA – Pengamat dan akademisi mengatakan demo besar yang dilakukan warga Pati, Jawa Tengah, pada 13 Agustus 2025 lalu berpotensi memicu meluasnya konflik sosial. Hal ini membuktikan bahwa rakyat memiliki kekuatan politik yang sah untuk mengoreksi jalannya pemerintahan.

Pengamat sekaligus Akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Lily Bauw menyebut peristiwa unjuk rasa besar-besaran yang terjadi di Kabupaten Pati bermula dari rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% yang sehingga memicu kemarahan dari masyarakat luas.

Massa aksi menuntut pembatalan kebijakan dan pengunduran diri Bupati Sudewo yang berujung pada terjadinya kericuhan, perusakan fasilitas, pembakaran kendaraan dinas, dan puluhan korban luka. Meski tekanan massa begitu kuat, namun sesuai mekanisme demokrasi di Indonesia tidak memungkinkan pemberhentian kepala daerah secara langsung hanya karena desakan publik.

Baca Juga :  Aroma Nostalgia dari Oven Tua, Jadi Titik Terakhir Sebelum Pulang

“Prosesnya tetap harus mengikuti ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang melarang kepala daerah membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan masyarakat,” jelas Lily kepada Cenderawasih Pos dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/8).

JAYAPURA – Pengamat dan akademisi mengatakan demo besar yang dilakukan warga Pati, Jawa Tengah, pada 13 Agustus 2025 lalu berpotensi memicu meluasnya konflik sosial. Hal ini membuktikan bahwa rakyat memiliki kekuatan politik yang sah untuk mengoreksi jalannya pemerintahan.

Pengamat sekaligus Akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Lily Bauw menyebut peristiwa unjuk rasa besar-besaran yang terjadi di Kabupaten Pati bermula dari rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% yang sehingga memicu kemarahan dari masyarakat luas.

Massa aksi menuntut pembatalan kebijakan dan pengunduran diri Bupati Sudewo yang berujung pada terjadinya kericuhan, perusakan fasilitas, pembakaran kendaraan dinas, dan puluhan korban luka. Meski tekanan massa begitu kuat, namun sesuai mekanisme demokrasi di Indonesia tidak memungkinkan pemberhentian kepala daerah secara langsung hanya karena desakan publik.

Baca Juga :  Miris, di Merauke Ayah Setubuhi Anak Kandung

“Prosesnya tetap harus mengikuti ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang melarang kepala daerah membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan masyarakat,” jelas Lily kepada Cenderawasih Pos dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/8).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/