Friday, November 22, 2024
25.7 C
Jayapura

Pilgub Jatim, PDIP Siapkan Poros Baru dan Kaji Kans Risma hingga Anas

JAKARTA – PDIP masih mematangkan komunikasi dengan PKB untuk membuat poros baru di Jawa Timur. Beberapa nama kini dikaji untuk diusung sebagai bakal calon gubernur atau wakil gubernur. Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas menjadi dua tokoh yang paling berpeluang.

Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, PDIP memiliki banyak kader yang layak maju sebagai bakal calon gubernur Jatim. Selain Risma dan Azwar Anas, ada Pramono Anung dan Said Abdullah.

Kemudian, di level bacawagub ada Bupati Kediri Hanindhito Himawan, mantan Bupati Ngawi Kanang, hingga Bupati Sumenep Achmad Fauzi. “Tinggal nanti harus betul-betul dicek siapa yang diterima masyarakat Jawa Timur,” imbuhnya.

Jika melihat peta dukungan saat ini, Eriko menduga Jawa Timur menyisakan dua poros saja. ’’Hanya poros incumbent dengan kami nanti,’’ ujarnya.

Incumbent yang dimaksud Eriko adalah pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak. Pasangan tersebut telah mendapat dukungan dari enam parpol. Yakni, Demokrat, Gerindra, Golkar, PAN, PSI, dan Perindo.

Eriko mengatakan, peluang mengalahkan incumbent bukan hal mustahil. Apalagi, PKB dan PDIP merupakan partai pemenang di Jawa Timur dalam beberapa pemilu terakhir.

Baca Juga :  Data OAP Bermanfaat bagi Perencanaan Pembangunan

Soal usulan duet Marzuki (Marzuki Mustamar, mantan ketua PWNU Jatim)-Risma yang diusulkan PKB, Eriko menegaskan, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya, dari kacamatanya, kader-kader PDIP selayaknya di posisi bacagub. Sebab, level ketokohan mereka sudah nasional. Risma, Pramono Anung, ataupun Azwar Anas, misalnya, memiliki latar belakang menteri. ’’Ya masak Mas Pram mau jadi wakil, masak Bu Risma jadi wakil?’’ imbuhnya. Meskipun dalam politik, apa pun bisa terjadi, bergantung kesepakatan.

Ingatan terhadap pelaksanaan pemilu presiden yang penuh persoalan masih terasa di sebagian gerakan masyarakat sipil. Mereka memperkirakan, potensi kecurangan pilpres diduplikasi pada pilkada akan sangat terbuka.

Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menjelaskan, ada tiga indikasi yang mengarah pada potensi tersebut. Pertama, ada kecenderungan Jokowi cawe-cawe di pilkada melalui instrumentasi Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang melanjutkan kerja sama politik hingga pilkada. Kerja sama itu membuat dinamika koalisi di pilkada menjadi terkondisikan. ’’Ini bisa jadi kendaraan politik bagi Jokowi agar tetap memberikan pengaruh,” papar Ari.

Baca Juga :  Pleno Rekapitulasi Provinsi Molor Karena Terbentur Masalah di Daerah

Cawe-cawe Jokowi terlihat jelas dari pengusulan menantunya, Bobby Nasution, di pilgub Sumatera Utara. Hal yang sama terbaca dari dinamika kandidasi pilgub Jakarta. KIM diduga didorong oleh Jokowi untuk mengusung Ridwan Kamil demi menghadang Anies Baswedan.

Indikasi kedua, lanjut Ari, masih terjadi instrumentasi hukum yang diduga untuk melanggengkan dinasti politik penguasa. Misalnya, pada putusan MA terkait syarat batas usia calon kepala daerah di tengah tahapan pilkada sedang berlangsung. Putusan tersebut dicurigai akan memuluskan jalan bagi Kaesang Pangarep maju di pilgub DKI. ’’Ini persis polanya seperti yang terjadi menjelang pilpres,” terangnya.

Indikator ketiga, menurut Ari, ada potensi penyelewengan demokrasi dan konstitusi melalui politisasi bansos dan politik uang. Sebab, kebijakan bansos akan dilanjutkan Jokowi sampai Desember 2024. Dia juga menyoroti mobilisasi politik yang membuat netralitas TNI-Polri dipertanyakan serta netralitas Pj kepala daerah dan ASN rawan konflik kepentingan.(far/c7/oni)

JAKARTA – PDIP masih mematangkan komunikasi dengan PKB untuk membuat poros baru di Jawa Timur. Beberapa nama kini dikaji untuk diusung sebagai bakal calon gubernur atau wakil gubernur. Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas menjadi dua tokoh yang paling berpeluang.

Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, PDIP memiliki banyak kader yang layak maju sebagai bakal calon gubernur Jatim. Selain Risma dan Azwar Anas, ada Pramono Anung dan Said Abdullah.

Kemudian, di level bacawagub ada Bupati Kediri Hanindhito Himawan, mantan Bupati Ngawi Kanang, hingga Bupati Sumenep Achmad Fauzi. “Tinggal nanti harus betul-betul dicek siapa yang diterima masyarakat Jawa Timur,” imbuhnya.

Jika melihat peta dukungan saat ini, Eriko menduga Jawa Timur menyisakan dua poros saja. ’’Hanya poros incumbent dengan kami nanti,’’ ujarnya.

Incumbent yang dimaksud Eriko adalah pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak. Pasangan tersebut telah mendapat dukungan dari enam parpol. Yakni, Demokrat, Gerindra, Golkar, PAN, PSI, dan Perindo.

Eriko mengatakan, peluang mengalahkan incumbent bukan hal mustahil. Apalagi, PKB dan PDIP merupakan partai pemenang di Jawa Timur dalam beberapa pemilu terakhir.

Baca Juga :  Ganjar-Mahfud Dinilai Duet yang Tepat

Soal usulan duet Marzuki (Marzuki Mustamar, mantan ketua PWNU Jatim)-Risma yang diusulkan PKB, Eriko menegaskan, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya, dari kacamatanya, kader-kader PDIP selayaknya di posisi bacagub. Sebab, level ketokohan mereka sudah nasional. Risma, Pramono Anung, ataupun Azwar Anas, misalnya, memiliki latar belakang menteri. ’’Ya masak Mas Pram mau jadi wakil, masak Bu Risma jadi wakil?’’ imbuhnya. Meskipun dalam politik, apa pun bisa terjadi, bergantung kesepakatan.

Ingatan terhadap pelaksanaan pemilu presiden yang penuh persoalan masih terasa di sebagian gerakan masyarakat sipil. Mereka memperkirakan, potensi kecurangan pilpres diduplikasi pada pilkada akan sangat terbuka.

Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menjelaskan, ada tiga indikasi yang mengarah pada potensi tersebut. Pertama, ada kecenderungan Jokowi cawe-cawe di pilkada melalui instrumentasi Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang melanjutkan kerja sama politik hingga pilkada. Kerja sama itu membuat dinamika koalisi di pilkada menjadi terkondisikan. ’’Ini bisa jadi kendaraan politik bagi Jokowi agar tetap memberikan pengaruh,” papar Ari.

Baca Juga :  Bawaslu PPS Kaji Komisioner KPU Mappi dan Asmat Dilaporkan ke DKPP 

Cawe-cawe Jokowi terlihat jelas dari pengusulan menantunya, Bobby Nasution, di pilgub Sumatera Utara. Hal yang sama terbaca dari dinamika kandidasi pilgub Jakarta. KIM diduga didorong oleh Jokowi untuk mengusung Ridwan Kamil demi menghadang Anies Baswedan.

Indikasi kedua, lanjut Ari, masih terjadi instrumentasi hukum yang diduga untuk melanggengkan dinasti politik penguasa. Misalnya, pada putusan MA terkait syarat batas usia calon kepala daerah di tengah tahapan pilkada sedang berlangsung. Putusan tersebut dicurigai akan memuluskan jalan bagi Kaesang Pangarep maju di pilgub DKI. ’’Ini persis polanya seperti yang terjadi menjelang pilpres,” terangnya.

Indikator ketiga, menurut Ari, ada potensi penyelewengan demokrasi dan konstitusi melalui politisasi bansos dan politik uang. Sebab, kebijakan bansos akan dilanjutkan Jokowi sampai Desember 2024. Dia juga menyoroti mobilisasi politik yang membuat netralitas TNI-Polri dipertanyakan serta netralitas Pj kepala daerah dan ASN rawan konflik kepentingan.(far/c7/oni)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya