Tuesday, May 14, 2024
25.7 C
Jayapura

Ratusan Orang Ajukan Petisi Selamatkan Hutan Adat Papua

JAYAPURA – Sebanyak 806 orang yang terdiri dari masyarakat sipil, mahasiswa, atas nama lembaga maupun organisasi mengajukan surat permohonan atau petisi selamatkan hutan adat Papua.

  Surat tersebut ditujukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado, yang memeriksa, Nomor Putusan Banding; 92/B/LH/2023/PT.TUN.MDO dan mengadili perkara lingkungan hidup dan perubahan iklim nomor No. 6/G/LH/2023/PTUN.JPR.

  Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, menyebut lima point tersebut diantaranya surat terbuka disampaikan demi keadilan untuk pejuang lingkungan hidup, Hendrikus Woro yang berjuang untuk Marga Woro dan Suku Awyu yaitu penggugat dalam perkara lingkungan hidup dan perubahan iklim Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.

Baca Juga :  Tiga Jam Razia, Tak Ada Oknum Polisi Berkeliaraan di THM

  “Gugatan ini menyangkut izin lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL). Nomor Putusan Gugatan banding 92/B/LH/2023/PT.TUN.MDO,” ucap Emanuel dalam rilisnya yang dikirim kepada Cenderawasih Pos, Senin (5/2).

    Point kedua, bahwa Hendrikus Woro sebagai penggugat merupakan pemimpin marga Woro–bagian dari Suku Awyu. Marga Woro mendiami Kampung Yare, Distrik Fofi, Boven Digoel. Ia mengajukan gugatan ini lantaran pemerintah daerah diduga menutup informasi tentang izin-izin PT IAL yang konsesinya akan mencaplok wilayah adat mereka.

  Ketiga, izin kelayakan lingkungan hidup dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT IAL berdasarkan Amdal yang bermasalah, mengabaikan keberadaan masyarakat adat sebagai pemilik wilayah adat, dan cacat substansi karena tak disertai analisis konservasi.

Baca Juga :  Di Nabire, Seorang Balita Tewas Usai Kemaluannya Ditusuk

  “Sehingga dapat berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan hilangnya hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.

JAYAPURA – Sebanyak 806 orang yang terdiri dari masyarakat sipil, mahasiswa, atas nama lembaga maupun organisasi mengajukan surat permohonan atau petisi selamatkan hutan adat Papua.

  Surat tersebut ditujukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado, yang memeriksa, Nomor Putusan Banding; 92/B/LH/2023/PT.TUN.MDO dan mengadili perkara lingkungan hidup dan perubahan iklim nomor No. 6/G/LH/2023/PTUN.JPR.

  Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, menyebut lima point tersebut diantaranya surat terbuka disampaikan demi keadilan untuk pejuang lingkungan hidup, Hendrikus Woro yang berjuang untuk Marga Woro dan Suku Awyu yaitu penggugat dalam perkara lingkungan hidup dan perubahan iklim Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.

Baca Juga :  Tingkatkan Kompetensi Penghulu, Gelar Pelatihan dan Musabaqah Baca Kitab dan Karya Tulis Ilmiah

  “Gugatan ini menyangkut izin lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL). Nomor Putusan Gugatan banding 92/B/LH/2023/PT.TUN.MDO,” ucap Emanuel dalam rilisnya yang dikirim kepada Cenderawasih Pos, Senin (5/2).

    Point kedua, bahwa Hendrikus Woro sebagai penggugat merupakan pemimpin marga Woro–bagian dari Suku Awyu. Marga Woro mendiami Kampung Yare, Distrik Fofi, Boven Digoel. Ia mengajukan gugatan ini lantaran pemerintah daerah diduga menutup informasi tentang izin-izin PT IAL yang konsesinya akan mencaplok wilayah adat mereka.

  Ketiga, izin kelayakan lingkungan hidup dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT IAL berdasarkan Amdal yang bermasalah, mengabaikan keberadaan masyarakat adat sebagai pemilik wilayah adat, dan cacat substansi karena tak disertai analisis konservasi.

Baca Juga :  DRRP Akan Bentuk Pansus Soal Ini

  “Sehingga dapat berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan hilangnya hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya