
MERAUKE- Menyikapi situasi dan kondisi keamanan yag terjadi di Papua khususnya di Kabupaten Merauke yang kondisinya cukup aman dan terkendali, Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kabupaten Merauke yang terdiri dari semua etnis yang ada di Kabupaten Merauke mengeluarkan 6 point pernyataan sikap.
Enam point pernyataan sikap ini dibacakan Ketua Weren F. Kahol, S.Sos, M.Si didampingi Tokoh Selatan Papua Drs Johanes Gluba Gebze dan ketua-ketua etnis tersebut, Selasa (3/9).
Adapun enam point tersebut adalah pertama, mengutuk dengan tegas segala bentuk diskriminasi dan rasisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI karena semua di muka bumi adalah ciptaan Tuhan yang memiliki harkat dan martabat yang sama di mata Tuhan, hukum dan pemerintahan.
‘’Kedua, kami mengutuk dan menolak dengan tegas segala bentuk kekerasan, kerusuhan, penjarahan dan pembakaran dan segala bentuk kejahatan lainnya yang melanggar hak asasi manusia, menghambat proses pembangunan dan pelayanan publik serta mengancam eksistensi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Merauke,’’ katanya.
Ketiga, lanjut Weren F. Kahol adalah FPK mendukung dan meminta pemerintah agar pelaku diskriminasi dan rasisme yang terjadi di Surabaya, Malang dan Jawa Tengah dan daerah lainnyadi Indonesia diproses secepatnya sesuai hukum yang berlaku sehingga tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan di Tanah Papua dan seluruh wilayah di Republik Indonesia.
‘’Keempat, kami segenap etnis yang ada dan hidup di Kabupaten Merauke yang tergabung dalam Forum Pembaharuan Kebangsaan Kabupaten Merauke mengimbau kepada seluruh komponen masyarakat yang mendiami wilayah hukum adat Malind Anim di atas tanah Anim Ha bersama-sama berkomitmen untuk tetap menjaga stabilitas bermasyarakat , berbangsa dan bernegara karena budaya malind Anim tidak mengenal penyelesaian permasalahan dengan cara-cara kekerasan tetapi semua masalah dapat diselesaikan dengan musyawarah,’’ tandasnya.
Kelima, sambung Weren Kahol, mengajak semua masyarakat nusantara dari Merauke sampai Sabang untuk hidup berdampingan satu dengan yang lainnya dengan penuh kasih saying tanpa membeda-bedakan suku, ras dan agama.
‘’Keenam, mengimbau dan mengajak seluruh masyarakat agar tidak muda terprovokasi dengan isu-isu atau hoax yang dapat menyebabkan terjadinya perpecahan atau konflik secara horizontal diantara kita semua yang telah hidup berdampingan dalam suasana damai diatas Tanah Animha,’’ pungkasnya. (ulo/tri)