Friday, May 10, 2024
23.7 C
Jayapura

Ditutup Dengan Semangat Mengedukasi

JAYAPURA – Proses pelatihan bagi tenaga pengajar terutama yang memiliki basic kesenian yang dilakukan UPT Taman Budaya Provinsi Papua akhirnya rampung. Agenda pelatihan selama 5 hari itu ditutup dengan semangat mengedukasi oleh para guru untuk murid – muridnya.

Kepala UPT Taman Budaya, Herman Saud menyampaikan bahwa pelatihan yang dilakukan ini sudah berjalan selama dua kali dengan tahun yang berbeda dan memang diperuntukkan bagi tenaga pengajar agar setelah mendapatkan pembekalan selama lima hari ini selanjutnya diterapkan di sekolah.

   “Materi yang diajarkan juga cukup lengkap, mulai dari pelatihan Seni Musik dan Tari Tradisional, pelatihan Pola Ragam Hias Tubuh Daerah Papua termasuk pagelaran seni ratapan yang selama ini terbilang jarang diperdengarkan,” kata Herman Saud usai penutupan, Rabu (29/11).

Baca Juga :  Pemprov Papua Tengah dan Papua Sepakat 

   Iapun berharap agar dari materi yang disampaikan oleh para akademisi maupun budayawan dan seniman ini benar-benar bisa meningkatkan kapasitas dari seorang guru seni. “Juga jangan sampai guru kesenian ini diganti atau dipindahkan. Ilmu yang diterima tidak berlanjut nanti apalagi kalau mau dibilang jumlah guru kesenian di Papua ini sangat minim,” imbuhnya.

  Sementara Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua, Amelia Ondikleuw mengapresiasi agenda pelatihan ini. “Expo ini disebut taman budaya dan bagaimana budaya dan kesenian mau tumbuh apabila tidak dilakukan kegiatan, sehingga dari pelatihan ini saya pikir menjadi upaya  yang tidak hanya mengembangkan diri tetapi juga memberi pembelajaran bagi peserta didik,”  beber Amelia.

Baca Juga :  Kasus Covid-19 Naik, Pemkot Akan Perketat Prokes

  Ia menyebut untuk seni ratapan selama ini hanya bisa di dengar ketika ada kedukaan namun di taman budaya ini hal – hal yang jarang terdengar justru bisa dipentaskan dan menjadi wawasan baru bagi penonton.

   “Saya pernah mendengar tangisan ratapan ini dibeberapa tempat kedukaan dan kalau dicek artinya itu sedih sekali. Dan anak  – anak era sekarang nampaknya sudah banyak yang tidak bisa menerapkan kebiasaan ratapan lagi sehingga disini bisa diajarkan tradisi yang selama ini dipegang teguh dan harus dilestarikan,” tutup Amelia. (ade/tri)

JAYAPURA – Proses pelatihan bagi tenaga pengajar terutama yang memiliki basic kesenian yang dilakukan UPT Taman Budaya Provinsi Papua akhirnya rampung. Agenda pelatihan selama 5 hari itu ditutup dengan semangat mengedukasi oleh para guru untuk murid – muridnya.

Kepala UPT Taman Budaya, Herman Saud menyampaikan bahwa pelatihan yang dilakukan ini sudah berjalan selama dua kali dengan tahun yang berbeda dan memang diperuntukkan bagi tenaga pengajar agar setelah mendapatkan pembekalan selama lima hari ini selanjutnya diterapkan di sekolah.

   “Materi yang diajarkan juga cukup lengkap, mulai dari pelatihan Seni Musik dan Tari Tradisional, pelatihan Pola Ragam Hias Tubuh Daerah Papua termasuk pagelaran seni ratapan yang selama ini terbilang jarang diperdengarkan,” kata Herman Saud usai penutupan, Rabu (29/11).

Baca Juga :  Panen Perdana, Jagung Keerom untuk Masa Depan Masyarakat

   Iapun berharap agar dari materi yang disampaikan oleh para akademisi maupun budayawan dan seniman ini benar-benar bisa meningkatkan kapasitas dari seorang guru seni. “Juga jangan sampai guru kesenian ini diganti atau dipindahkan. Ilmu yang diterima tidak berlanjut nanti apalagi kalau mau dibilang jumlah guru kesenian di Papua ini sangat minim,” imbuhnya.

  Sementara Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua, Amelia Ondikleuw mengapresiasi agenda pelatihan ini. “Expo ini disebut taman budaya dan bagaimana budaya dan kesenian mau tumbuh apabila tidak dilakukan kegiatan, sehingga dari pelatihan ini saya pikir menjadi upaya  yang tidak hanya mengembangkan diri tetapi juga memberi pembelajaran bagi peserta didik,”  beber Amelia.

Baca Juga :  Gandeng Komunitas Tuli, Kanwil DJP Gelar Kegiatan Pajak Berisyarat 

  Ia menyebut untuk seni ratapan selama ini hanya bisa di dengar ketika ada kedukaan namun di taman budaya ini hal – hal yang jarang terdengar justru bisa dipentaskan dan menjadi wawasan baru bagi penonton.

   “Saya pernah mendengar tangisan ratapan ini dibeberapa tempat kedukaan dan kalau dicek artinya itu sedih sekali. Dan anak  – anak era sekarang nampaknya sudah banyak yang tidak bisa menerapkan kebiasaan ratapan lagi sehingga disini bisa diajarkan tradisi yang selama ini dipegang teguh dan harus dilestarikan,” tutup Amelia. (ade/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya