Diapun menjelaskan lokasi ladang ganja ini cukup jauh daei permukiman warga. Untuk mencapai lokasi ladang ganja, aparat kepolisian harus berjalan kaki selama satu jam dengan medan berbukit yang cukup berat.
Theo mendorong agar tim gabungan ini segera dibentuk untuk membuktikan fakta di lapangan. Sehingga, tidak terjadi saling tuding. “Tim gabungan ini harus indenpenden, sehingga tidak terjadi saling tuding dan saling serang di media. Kita tidak bisa bangun sebuah tembok, sebab saat ini, ada masyarakat yang menderita di lokasi pengungsian,” terangnya.
Adapun kondisi wilayah Distrik Oksop saat ini dalam keadaan aman dan kondusif. Beberapa warga yang sebelumnya berpindah ke tempat yang lebih aman pada akhir November 2024 dan telah kembali dan melanjutkan aktivitas mereka seperti biasa sebelum Natal.
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem menerangkan, sejak kontak senjata terjadi antara TNI-Polri dan TPNPB di Distrik Oksob, Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua Pegunungan. Banyak masyarakat Distrik Oksob mengungsi ke hutan.
"Kami minta masyarakat yang saat ini sedang mengungsi, segera kembali ke tempat tinggal masing masing," imbuhnya. Ia juga meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang, memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi. Serta ciptakan kondisi yang aman dan kondusif bagi masyarakat sehingga mereka bisa kembali ke kampung halaman, dengan rasa nyaman.
Dari data Departemen Hukum dan HAM Gereja Injili di Indonesia (GIDI), pengungsian bermula pada 28 November ketika pasukan militer dikerahkan menuju Pegunungan Bintang. Dan pada 2 hingga 3 Desember, TNI memulai perjalanan dari kabupaten menuju Distrik Oksop hingga menempati Kantor Distrik Oksop.
Dansatgas Yonif 310/KK Letkol Inf Andrik Fachrizal mengatakan anak - anak yang ada saat ini adalah Generasi Emas Papua. Akan menjadi sebagai penerus bangsa sehingga diharapkan mampu mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. "Mereka perlu memiliki tiga modal dasar sebagai agen perubahan dan pengawas sosial, diantaranya kekuatan moral, idealisme, dan semangat juang," beber Letkol Andrik.
Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR), Thomas Ch. Syufi, mengatakan aksi pembakaran gedung sekolah di Pegunungan Bintang oleh TPN/OPM jdi bentuk kegagalan Presiden Joko Widodo membangun Papua. Pasalnya jika dilihat dari jumlah Jokowi ke Papua, 10 tahun masa jabatannya lebih belasan kali datang di tanah Papua.
Pasalnya dari aksi yang dilakukan dengan membakar bangunan sekolah dianggap berpotensi merusak masa depan generasi Papua. Tak hanya itu dari data ODC tercatat ada 12 aksi pembakaran bangunan sekolah terhitung sejak tahun 2023 hingga tahun 2024.
Dan atas aksi pembakaran bangunan sekolah tersebut, pasukan TPNPB Kodap XXXV Bintang Timur kembali mengingatkan bahwa semua bangunan sekolah yang ada di wilayah konflik akan dibakar. TPNPB nampak khawatir dari pendidikan yang berjalan saat ini, justru menimbulkan kelompok perlawanan baru mereka ke depan.