Diana Klemen, yang juga didampingi Koordinator Distribusi MBG Yayasan Kitong Bisa Faizal Salenra, menyatakan bahwa program ini baru dimulai dengan cakupan empat sekolah, yang tersebar di wilayah Timur Biak Numfor, yakni SD Inpres Adibai, SD Inpres Sundei, SD Inpres Kajasbo, dan SMP Negeri 1 Biak Timur, dengan total porsi sebanyak 491.
 Hanya saja, karena ini program MBG ini masih dalam tahap persiapan, memang masih ada beberapa kendala yang harus diatasi sebelum program ini dijalankan. Salah satunya adalah tempat sajian makanan (Stainless) untuk para pelajar, yang sementara ini masih diproses.
Hanya saja menurut dosen hukum itu ia menyarankan pemerintah juga perlu memikirkan ulang keterlibatan milter dalam program tersebut terlebih untuk wilayah Papua. Pasalnya dinamika politik di Papua berbeda dengan daerah lain di tanah air. Keterlibatan militer malah membuat program itu tidak efektif.
"Imbauan itu kami umumkan ke dinas terkait, sekolah-sekolah dan juga masyarakat agar anak-anak didiknya tidak melakukan demo atau aspirasi lainnya, akan tetapi ada sekitar 20 orang siswa SMA yang melakukan aksi demo, " katanya kepada Cenderawasih Pos
Hal ini disampaikan Ketua Yayasan Prabu Center Kosong Delapan, Yance Wenggi. Ia menyebut program ini dilakukan uji coba pada akhir Februari 2025. Keberadaan Yayasan Prabu Center sendiri di Kabupaten Jayapura, sudah melakukan sosialisasi baik kepada masyarakat maupun kepada pihak-pihak terkait seperti instansi Pemerintah Kabupaten Jayapura, DPR juga aparat keamanan.
 Dalam pertemuan tersebut, Distrik Abepura dinilai sebagai yang paling siap untuk memulai program ini. Hanya saja kapasitas dapur mandiri yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN) bersama pihak restoran masih terbatas, yakni maksimal 3.500 porsi per hari. Sementara jumlah siswa SD di Abepura saja mencapai sekitar 8.000, belum termasuk SMP dan SMA.
Koordinator aksi, Stenlhy Dambujai mengatakan aksi itu bertujuan agar pemerintah tidak meneruskan program tersebut. Karena menurutnya masyarakat sekarang tidak membutuhkan MBG melainkan pendidikan yang Grratis.
  Terkait dengan adanya penolakan dari beberapa pelajar di Kota Jayapura yang dituangkan melalui aksi, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua, Jeri Agus Yudianto mengatakan, pelajar tingkat SMP-SMA menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Ketua DPRP Papua Pegunungan Yos Elopere, S.IP, M.AP menyatakan program MBG sebenarnya tidaklah negatif namun perlu pengkajian sesuai kondisi provinsi masing-masing, khusus untuk Wilayah Papua Pegunungan perlu ada kajian lagi yang tepat sebelum diterapkan ke masyarakat agar tidak ada pandangan negatif.