Frits pun menerangkan, tujuannya ke daerah konflik atau tergabung dalam pencarian Iptu Tomi Marbun di Sungai Rawara, Distrik Moskona, Teluk Bintuni, Papua Barat tidak lepas dari aduan yang masuk ke Komnas HAM pusat.
Dua nama itu berinisial SM dan PM. Mereka diduga Kelompok Sipil Bbersenjata (KSB) Kodap Sorong Raya, Provinsi Papua Barat. “Dua orang ini sudah mengirim fotonya ke saya,” kata Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos,
Penembakan terjadi sekira pukul 07:10 WIT. Lokasinya tak jauh dari kamp yang ditempati Kapolda Papua Barat, Irjen Pol Johnny Eddizon Isir. Frits mendengar ada empat kali tembakan yang diarahkan ke mereka, hingga kemudian
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengaku pihak juga sudah mengindentifikasi jalur distribusi senjata dimana ada dua lokasi yang kerap digunakan yaitu lewat Timika Provinsi Papua Tengah, Nabire Provinsi Papua Tengah dan Kota Jayapura, Provinsi Papua.
”Dari penyampaian korban, kronologi itu begitu cepat dan brutal dilakukan sejumlah orang yang mereka sendiri tidak bisa menghitung jumlah orang yang menyerang mereka. Namun orangnya cukup banyak dan mereka tidak mengenalnya,” terangnya.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyebut, efisiensi anggaran yang dilakukan presiden berpotensi melemahkan upaya pemajuan penegakan dan promosi HAM di Indonesia, lebih parah lagi di Papua.
Frits menyerukan pembentukan tim untuk merinci rencana amnesti yang akan diberikan. “Presiden harus membentuk semacam tim dan mengawali kerjanya dengan assessment (penilaian),” ungkap Frits Ramandey.Tim yang dimaksud harus beranggotakan orang-orang yang memiliki akses dan pengalaman, dan bisa diterima banyak pihak.
Dalam keterangan pelaku mengaku, ia melakukan penganiayaan itu secara sadar tanpa dipengaruhi Minuman Keras (Miras). Oleh karenanya Frits berharap pelaku dihukum seberat mungkin sesuai dengan perbuatannya. Yang disayangkan oleh Kepala Komnas HAM itu adalah status hukum dari korban hingga ini secara administrasi belum tercatat kedalam kartu keluarga dari kedua pelaku.
Menurut Frits, ini kebijakan yang baik dari presiden. Namun harus diikuti dengan pembinaan, pembebasan itu kemudian menunjuk lembaga-lembaga yang secara rutin memberi pembinaan ideologi kepada mereka.
Menurutnya pentingnya mengundang pihak eksternal dalam mengevaluasi kinerja dari Komnas HAM agar mengetahui sejauh mana Komnas HAM dalam menjalankan tugasnya serta memberikan penilaian yang kritis dan objektif yang menjadi harapan Masyarakat Papua terhadap keberadaan Komnas HAM.