Ia mengharapkan agar Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan harus dan masyarakat yang pro dan Kontra untuk duduk sama -sama dulu menyelesaikan masalah ini dan juga melihat, karena sampai saat ini masih ada gejolak yang terjadi dari masyarakat.
Penanggung jawab, Pdt Clasina Karma mengatakan unjuk rasa yang dilakukan itu sekaligus meminta Sekda Papua untuk mencabut peletakan batu pertama di lokasi tersebut. “Tempat itu tidak layak dibangun Pondok Pesantren, sebab ini akan menganggu aktifitas warga setempat serta akan membuat kemacetan,” kata Clasina kepada Cenderawasih Pos.
Pembukaan palang ini setelah dilakukan mediasi antara Dinas Perhubungan, Pemilik Hak Ulayat oleh Polres Merauke. ‘’Mediasinya hari Rabu atau Kamis lalu kalau tidak salah. Dan mulai Senin kemarin, kami sudah mulai aktivitas kembali di kantor itu,’’ kata Walter Mahuze.
Pj Rudy Sufahriadi menjelaskan, pembangunan kantor gubenur Papua Selatan itu akan mulai dilakukan setelah kembali dari Ibu Kota Negara (IKN) mengikuti upacara peringatan hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 kemerdekaan Republik Indonesia. Ini karena seluruh gubernur di Indonesia diundang untuk mengikuti peringatan pertama HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di IKN tersebut.
Peningkatan perkara dari penyelidikan ke penyidikan itu, karena ditemukan adanya dugaan korupsi dengan perhitungan sementara lebih dari Rp 4,9 miliar untuk pembangunan tahap pertama (rehab, Red) tahun 2022 dan tahap kedua tahun 2023.
Tuntutan para kepala kampung ini adalah, agar pemerintah daerah menepati janjinya yang sebelumnya dikatakan akan dibayarkan hak-hak mereka yang masih tertunggak. Aspirasi mereka ini dibawa langsung oleh masing-masing mantan kepala kampung, dan menyampaikannnya kepada pemerintah daerah.
‘’Kami sudah menyurat secara resmi ke Kapolres memohon untuk dapat membuka palang tersebut, menempatkan personel di sana serta membubarkan kelompok masyarakat yang telah melakukan sabotase Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,’’ kata Walter Mahuze ditemui di Pos Terminal Wamanggu yang sementara ia gunakan untuk berkantor sejak Kantor Dinas Perhubungan di palang.
Hal ini memang menyebabkan aktivitas pemerintahan di kantor Jayapura sedikit terganggu meskipun berdasarkan pengetahuan media ini aktivitas di kantor pemerintah masih berjalan.
“Aset Kantor Samsat yang ada di DOB bukan lagi menjadi kewenangan Pemprov Papua, setelah kita serahkan, itu artinya sudah menjadi kewenangannya DOB. Fokus kami hanya Samsat yang ada di Provinsi Papua,” sambungnya.
ketua Tim penolakan kantor Gubernur di Walesi Bonny Lanny mengatakan, pemalangan itu dilakukan karena adanya penyerahan sebuah dokumen tentang tanah oleh sejumlah warga yang pro kepada Pemprov. Tapi Bonny tidak menyebutkan dokumen apa yang diserahkan tersebut.