"Sebenarnya dari ketentuan ada penyakit yang bisa ditangani habis di Puskesmas, dan mana yang bisa dirujuk ke rumah sakit, itu ada berita acara dari Dinas Kesehatan Kota Jayapura dengan BPJS, memang ada Permenkes yang harus melayani sebagai dokter umum, contohnya begitu," kata dr.Evalina D. Malau
"Regulasi ini bukan berarti tidak bisa digunakan di rumah sakit, itu bisa saja berlaku dengan dua syarat. Pertama harus ada rujukan dari Fotocopy KTP dan yang kedua dalam kondisi darurat," ungkapnya. Hernawan berharap masyarakat khususnya peserta BPJS Kesehatan agar tidak mudah percaya dengan isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
 Menurut Christian Sohilait, saat ini masih ada keluhan dari masyarakat tentang layanan BPJS Kesehatan, untuk itu perlu dilakukan pendataan secara detail apa saja kendala tersebut. "Apa yang dikeluhkan oleh masyarakat ini Pemkot melalui Dinkes dan BPJS Kesehatan harus mendata secara detail, agar kita bisa sama-sama mencari solusinya," ungkapnya.
 Diakuinya, pemanfaatan program JKN dimanfaatkan masyarakat baik untuk pelayanan di RSUD Yowari maupun di Puskesmas, selain itu di tahun ini terjadi pemanfaatan peningkatan keaktifan peserta yang sebelumnya 82% di tahun 2023, ditahun 2024 menjadi 96%.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Merauke Elias Mithe, S.STP, MAP, seusai mengikuti FGD terkait dengan aparat kampung sebagai peserta BPJS Tenaga Kerja dan Kesehatan itu mengatakan bahwa untuk kepesertaan aparat kampung sebagai peserta BPJS tersebut sudah diatur dalam Permendagri Nomor 119 tahun 2019.Â
 Hernawan mengatakan untuk program BPJS Kesehatan di tahun 2025 ini kurang lebih sama dengan tahun sebelumnya (2024). Dimana BPJS Kesehatan lebih meningkatkan mutu pelayanan terhadap masyarakat.
  Hernawan menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 kemudian ada perubahan Perpres Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan, menyatakan, setiap peserta program jaminan kesehatan berhak mendapatkan manfaat jaminan kesehatan yang mencakup pelayanan perorangan.
Disatu sisi, kebijakan ini bisa dijadikan efek jera karena mereka yang terluka alibat laka lantas tidak lagi dibiayai BPJS karena jelas-jelas luka yang dialami diawali dari perbuatan sadar dan paham akan dampak. Paham jika berkendara dalam keadaan dipengauruhi minuman keras maka potensi kecelakaan sangat memungkinkan.
  Menangapi itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jayapura Hernawan Priastomo mengatakan bahwa Penjaminan terhadap peserta yang mengalami kecelakaan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 kemudian ada perubahan Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan.
Luka yang timbul dari kecelakaan diakibatkan tindakan sikap sadar tentang dampak miras namun masih tetap memilih untuk mengkonsumsi miras dan berkendara. Jadi kecelakaan ini diawali karena sikap tak peduli dan sadar bahwa berkendara dalam kondisi dipengaruhi miras sangat berpotensi terjadi kecelakaan.