Menurutnya, mengelola hasil hutan bukan kayu dari hasil penelitian akan berpengaruh nyata dan menghambat dalam pengelolaan. Itu menjadi masalah pasar dan kelembagaan. “Perhatian pemerintah sangat dibutuhkan di sini, agar prodak-prodak yang dimiliki orang Papua bisa terjual. Untuk bisa membuat semua kekayaan alam yang kita miliki menjadi suatu prodak yang bernilai ekonomi dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Papua,” ujarnya.
Adapun tujuan disertasinya adalah Identifikasi produk unggulan HHBK, kelayakan ekonomi, analisis strada dan indeks ekonomi hijau dan model pengembangan ekonomi hijau berbasis hilirisasi HHBK dalam upaya implementasi TPB (lingkungan, sosial, ekonomi dan kelembagaan).
Dengan lokasi penelitian adalah 11 UPTD Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua 7 KPHP/L Kota Jayapura, Sarmi, Keerom, Lintas Sarmi Memberamo Raya, Biak Numfor, Yapen, Waropen, dan 4 CDKLH Kabupaten Jayapura, Sarmi, Keerom dan Mamberamo Raya. Dan Galery Kehutanan Abepura.
Dalam disertasinya, Aries menyarankan analisis rantai nilai hijau (Grain Value Chain Analysis) HHBK yang fokus pada efisiensi energi, jejak karbon, penggunaan bahan baku lokal dan pengelolaan limbah.
Model kelembagaan kolaboratif berbasis wilayah adat dengan fokus skema pembagian manfaat, kontrol sosial dan hak atas pengetahuan tradisional. Kajian efisiensi dan ekonomi sirkular HHBK, dan studi preferensi dan branding produk HHBK Provinsi Papua. (fia/ade).
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos