Saat pelaksanaan Pemilu 2024 pun terjadi kekerasan horizontal di Papua Tengah. Bahkan ada yang mengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa dimana terjadi saling serang dengan panah dan senjata tajam demi perebutan suara kelompok masyarakat tertentu.
“Harusnya untuk provinsi-provinsi baru, KPU RI melakukan supervisi secara langsung, tidak dibiarkan ‘main’ sendiri. Apalagi faktanya bukan hanya banyak sengketa, tapi juga terjadi pertikaian hingga mengakibatkan jatuh korban,” ujar Ihsan.
Selain itu, menurut Ihsan, tingginya angka sengketa Pemilu di Papua Tengah menjadi sinyal perlunya dilakukan perubahan dari sistem yang lama (noken) ke pelibatan partisipasi publik secara aktif.
“Warga di sana harus diedukasi guna memberikan suaranya secara langsung sebagai bagian dari haknya sebagai warga negara. Tidak lagi diwakilkan kepada kepala suku atau yang lainnya,” ujar Ihsan.
Perludem mengamati masalah seperti itu bila tidak dibenahi akan terus berulang. Perludem menilai kalaupun sistem noken mau dipertahankan, maka pelaksanaannya harus secara transparan, akuntabel, dan membuka ruang keterlibatan publik secara luas.
“Untuk kepentingan jangka panjang, ketentuan sistem noken perlu dibenahi kembali. Sehingga setiap keunikan dalam metode pemilihan noken dapat diakomodir secara legal dan dengan standar yang baik. Hak-hak politik setiap warga negara harus dapat dijamin dan dilindungi dalam ketentuan noken,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Titi juga mendukung pembenahan sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana Pemilu disana. Titi meminta perekrutan dilakukan secara profesional melalui seleksi yang ketat, bukan karena kedekatan atau nepotisme.
“Kalau belum memungkinkan penduduk lokal, maka baik KPU provinsi induk maupun KPU RI harus memberikan supervisi secara langsung,” imbau Titi. (*)
SUMBER: JAWAPOS