Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Puluhan Organisasi Soroti Serangan Brutal Israel ke Palestina

Minta Indonesia-Entitas Internasional Hentikan

JAKARTA-Eskalasi konflik antara Israel-Palestina semakin memprihatinkan sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Hal itu membuat Israel membalas serangan secara membabi buta dengan dalih act of self-defence sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.

Menanggapi hal itu, Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina mengecam segala bentuk tindak kekerasan serta dampaknya kepada para korban dan mendorong tindak lanjut Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB per 10 Oktober 2023 yang sudah bertekad untuk terus mendorong kedaulatan Palestina, di Sidang PBB pada 24 September 2023, serta aktor internasional lainnya dalam mengintervensi gencatan senjata antara dua pihak yang bersangkutan.
Jika ditarik mundur, konflik yang muncul antara Israel-Palestina ini timbul sejak Deklarasi Balfour pada 1917, di mana pemekaran wilayah Israel berujung pada Palestina yang kini hanya memiliki 22 persen wilayah, jalur Gaza dan Tepi Barat.
Berangkat dari okupasi Israel, peperangan untuk memperebutkan wilayah kekuasaan berlangsung selama ratusan tahun dan menimbulkan kekerasan dan dampak yang meluas bagi para korban yang tidak terlibat dalam perang.
Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke konser yang sedang digelar Israel di perbatasan-Gaza-Israel menewaskan lebih dari 1.000 orang serta 200 orang diculik. Serangan ini mendorong deklarasi perang dari Israel serta serangan balik yang diklaim sebagai act of self-defence sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.
Akan tetapi, Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina menilai bahwa serangan ini tidak sesuai dengan batasan-batasan self defence sebagaimana diatur dalam Hukum Humaniter Internasional.
“Sebab, jumlah korban mencapai 5.500 jiwa di Gaza per 20 Oktober 2023 di mana sepertiganya adalah anak-anak dan sisanya adalah masyarakat sipil yang tidak ikut serta dalam perang,” tulis rilis Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina yang diterima JawaPos.com, Senin (30/10).
“Terlebih, penyerangan Israel balik ke Palestina yang menggunakan fosfor putih (white phosphorus) oleh Israel dalam operasi militer di Gaza menempatkan warga sipil pada risiko cedera serius dan jangka panjang. Padahal, penggunaan alutsista yang seringkali digunakan di pemukiman warga ini bertentangan dengan hukum humanitarian internasional,” bunyi rilis tersebut.
Kesaksian yang dihimpun Amnesty International dari para saksi mata dan orang-orang yang selamat dari konflik itu, serangan Israel disebut telah menghancurkan keluarga-keluarga di Gaza, termasuk sebuah keluarga yang kehilangan lima belas anggota keluarganya – termasuk tujuh anak-anak dari usia 17 tahun hingga bayi 18 bulan– akibat serangan Israel pada Sabtu malam 7 Oktober 2023 di Kota Gaza.
Baca Juga :  Putin Sebut Israel Duduki Tanah Milik Palestina

Minta Indonesia-Entitas Internasional Hentikan

JAKARTA-Eskalasi konflik antara Israel-Palestina semakin memprihatinkan sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Hal itu membuat Israel membalas serangan secara membabi buta dengan dalih act of self-defence sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.

Menanggapi hal itu, Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina mengecam segala bentuk tindak kekerasan serta dampaknya kepada para korban dan mendorong tindak lanjut Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB per 10 Oktober 2023 yang sudah bertekad untuk terus mendorong kedaulatan Palestina, di Sidang PBB pada 24 September 2023, serta aktor internasional lainnya dalam mengintervensi gencatan senjata antara dua pihak yang bersangkutan.
Jika ditarik mundur, konflik yang muncul antara Israel-Palestina ini timbul sejak Deklarasi Balfour pada 1917, di mana pemekaran wilayah Israel berujung pada Palestina yang kini hanya memiliki 22 persen wilayah, jalur Gaza dan Tepi Barat.
Berangkat dari okupasi Israel, peperangan untuk memperebutkan wilayah kekuasaan berlangsung selama ratusan tahun dan menimbulkan kekerasan dan dampak yang meluas bagi para korban yang tidak terlibat dalam perang.
Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke konser yang sedang digelar Israel di perbatasan-Gaza-Israel menewaskan lebih dari 1.000 orang serta 200 orang diculik. Serangan ini mendorong deklarasi perang dari Israel serta serangan balik yang diklaim sebagai act of self-defence sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.
Akan tetapi, Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina menilai bahwa serangan ini tidak sesuai dengan batasan-batasan self defence sebagaimana diatur dalam Hukum Humaniter Internasional.
“Sebab, jumlah korban mencapai 5.500 jiwa di Gaza per 20 Oktober 2023 di mana sepertiganya adalah anak-anak dan sisanya adalah masyarakat sipil yang tidak ikut serta dalam perang,” tulis rilis Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina yang diterima JawaPos.com, Senin (30/10).
“Terlebih, penyerangan Israel balik ke Palestina yang menggunakan fosfor putih (white phosphorus) oleh Israel dalam operasi militer di Gaza menempatkan warga sipil pada risiko cedera serius dan jangka panjang. Padahal, penggunaan alutsista yang seringkali digunakan di pemukiman warga ini bertentangan dengan hukum humanitarian internasional,” bunyi rilis tersebut.
Kesaksian yang dihimpun Amnesty International dari para saksi mata dan orang-orang yang selamat dari konflik itu, serangan Israel disebut telah menghancurkan keluarga-keluarga di Gaza, termasuk sebuah keluarga yang kehilangan lima belas anggota keluarganya – termasuk tujuh anak-anak dari usia 17 tahun hingga bayi 18 bulan– akibat serangan Israel pada Sabtu malam 7 Oktober 2023 di Kota Gaza.
Baca Juga :  Hamas: Pemadaman Listrik di RS Indonesia Kejahatan Kemanusiaan

Berita Terbaru

Artikel Lainnya