Friday, November 28, 2025
30.3 C
Jayapura

MUI Keluarkan Fatwa Tak Boleh Ada Pajak di Sembako dan Rumah Tinggal

TUBAN — Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Musyawarah Nasional (Munas) XI yang digelar akhir pekan lalu resmi menetapkan Fatwa Pajak Berkeadilan. Salah satu poin terpenting dalam fatwa tersebut adalah penegasan bahwa barang kebutuhan pokok, termasuk sembako, tidak boleh dikenakan pajak.

Dalam fatwa tersebut, MUI menyatakan bahwa pajak hanya dapat diterapkan pada harta kepemilikan atau konsumsi yang tergolong kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).Adapun kebutuhan primer (dharuriyat), khususnya sembako, tidak boleh menjadi objek pajak, terlebih jika memberatkan masyarakat.

Ketua MUI Bidang Fatwa periode 2025–2030, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, menegaskan bahwa membayar pajak tetap merupakan kewajiban moral dan hukum bagi warga negara, selama penerapannya dilakukan secara adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan publik.MUI menekankan bahwa kebutuhan pokok, termasuk sembako, tidak boleh dipungut pajak dalam bentuk apa pun.

Baca Juga :  Berkah Ramadan, Panti Asuhan Santa Susana Dapat Bantuan Sembako

Begitu pula tanah dan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal, tidak boleh dikenai pajak berulang atau memberatkan masyarakat.MUI bahkan menyebut bahwa pemungutan pajak yang tidak sesuai prinsip syariat dihukumi haram.

Dalam fatwa itu, MUI menegaskan bahwa pajak yang dibayarkan masyarakat pada hakikatnya merupakan milik rakyat yang dititipkan kepada negara.Karena itu, pemerintah wajib mengelola dana pajak secara amanah, profesional, transparan, dan akuntabel.

TUBAN — Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Musyawarah Nasional (Munas) XI yang digelar akhir pekan lalu resmi menetapkan Fatwa Pajak Berkeadilan. Salah satu poin terpenting dalam fatwa tersebut adalah penegasan bahwa barang kebutuhan pokok, termasuk sembako, tidak boleh dikenakan pajak.

Dalam fatwa tersebut, MUI menyatakan bahwa pajak hanya dapat diterapkan pada harta kepemilikan atau konsumsi yang tergolong kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).Adapun kebutuhan primer (dharuriyat), khususnya sembako, tidak boleh menjadi objek pajak, terlebih jika memberatkan masyarakat.

Ketua MUI Bidang Fatwa periode 2025–2030, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, menegaskan bahwa membayar pajak tetap merupakan kewajiban moral dan hukum bagi warga negara, selama penerapannya dilakukan secara adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan publik.MUI menekankan bahwa kebutuhan pokok, termasuk sembako, tidak boleh dipungut pajak dalam bentuk apa pun.

Baca Juga :  Siap Dukung Pemilu Damai 2024

Begitu pula tanah dan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal, tidak boleh dikenai pajak berulang atau memberatkan masyarakat.MUI bahkan menyebut bahwa pemungutan pajak yang tidak sesuai prinsip syariat dihukumi haram.

Dalam fatwa itu, MUI menegaskan bahwa pajak yang dibayarkan masyarakat pada hakikatnya merupakan milik rakyat yang dititipkan kepada negara.Karena itu, pemerintah wajib mengelola dana pajak secara amanah, profesional, transparan, dan akuntabel.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/