Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Mahfud MD Tegaskan Terorisme Tidak Selalu Bermotif Agama Tertentu

JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan terorisme tidak selalu memiliki motif agama tertentu, melainkan bisa terkait politik dan ideologi, sehingga paham itu bukan semata-mata soal akidah.

Dia mencontohkan gerakan yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) termasuk terorisme dengan motif politik dan ideologi. Hal ini disampaikan Mahfud MD saat memberikan sambutan mewakili Presiden Joko Widodo di acara peringatan HUT ke-12 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Selasa (19/7)..

“Misalnya gerakan di Papua yang disebut OPM, sehingga yang dikatakan terorisme itu sebenarnya bukan hanya terkait dengan agama tertentu. OPM itu kan motifnya politik dan ideologi,” kata Mahfud yang dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (19/7).

Motif politik gerakan OPM itu, lanjutnya, ialah ingin membuat Papua terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga kelompok tersebut melakukan kekerasan untuk menyebarkan ideologi tersebut.

“Politiknya ingin memecahkan diri, ideologinya tidak mau bersatu, tidak mau Pancasila, lalu melakukan kekerasan di tempat-tempat umum, membakar bandara, menembak warga sipil,” tambahnya.

Mahfud kemudian menyinggung pandangan sebagian masyarakat yang kerap mengaitkan terorisme dengan agama tertentu. Dia menegaskan dan membantah tudingan gerakan antiterorisme adalah gerakan anti-Islam.

“Saya ingin sampaikan secara khusus karena sering dikaitkan dengan agama. Ada tudingan kenapa di Indonesia kalau bicara terorisme kok selalu Islam, berarti gerakan antiterorisme itu gerakan anti-Islam? Justru sebenarnya yang akan kita bangun adalah untuk menunjukkan Islam itu bukan agama teror, karena Islam itu adalah agama yang menerima kosmopolitanisme,” jelasnya.

Menurut dia, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang pernah dibacakan Presiden Soekarno, memiliki substansi sama dengan Piagam Madinah dari Nabi Muhammad SAW. “Nabi Muhammad itu, saat mendirikan negara adalah negara kesewargaan atau kosmopolit. Buktinya apa? Piagam Madinah. Piagam Madinah itu substansinya sama dengan proklamasi kemerdekaan,” tegasnya.

Baca Juga :  Abadikan Nama Bung Karno di Kapal Kepresidenan

Kesepakatan mendirikan negara Indonesia, lanjutnya, adalah kesepakatan luhur yang harus ditaati. Menurut dia, begitu ada yang ingin mengubah akte kesepakatan yang bernama Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 itu, berarti ingin mengubah Indonesia dan membongkar kesepakatan.

“Kalau itu dilakukan tanpa proses kesepakatan baru, maka namanya itu pemberontakan, apalagi caranya dengan cara-cara melanggar martabat kemanusiaan. Kenapa harus menjaga keutuhan Indonesia?” katanya.

Indonesia dibangun dari perbedaan, yang kalau itu tidak dikelola dengan baik atau tidak disadari oleh warganya, maka akan menimbulkan konflik-konflik yang mengarah ke radikalisme dan terorisme. “Jadi yang dilakukan kami di BNPT ini adalah menimbulkan kesadaran bahwa negara Indonesia ini dibangun di dalam keberbedaan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Polisi Boy Rafli Amar mengharapkan selama 12 tahun lembaga negara ini berdiri dapat berkontribusi optimal demi kejayaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”BNPT berkomitmen untuk terus meningkatkan kontribusi dalam mewujudkan Indonesia harmoni yang terbebas dari pengaruh paham radikal dan terorisme,” katanya di Jakarta, Selasa (19/7).

Boy menjelaskan BNPT telah melakukan penguatan kerangka regulasi melalui berbagai pengesahan dan penerapan beberapa aturan perundang-undangan seperti UU Nomor 5 Tahun 2018, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019, dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang 10 Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).

Baca Juga :  Sosok Capres-Cawapres Yang Didukung Yenny Wahid

Implementasi peraturan perundang-undangan tersebut, katanya, melahirkan beragam program terobosan, di antaranya Pengembangan Kawasan Terpadu Nusantara (KTN), Pendirian Warung NKRI (Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan NKRI), Pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 34 provinsi, Pembentukan Duta Damai 15 Provinsi, dan program inovasi lainnya.

Salah satu rangkaian kegiatan Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-12 BNPT, yakni “Presiden Lecturer” dengan tema “Gelorakan Sinergi Bangsa Dalam Mencegah Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme Menuju Indonesia Harmoni”.

Boy menjelaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD menjadi narasumber dalam kegiatan “Presiden Lecturer” untuk memberikan materi narasi dalam rangka mengingatkan dan memberikan pencerahan kepada internal BNPT, tim sinergitas, mitra BNPT hingga semua pihak yang bekerja sama dengan BNPT. “Sebagai momentum untuk mengingatkan kembali akan bahaya ideologi terorisme dan memerlukan sinergitas, kolaborasi, dan bekerja bersama-sama untuk menghadapi musuh negara,” katanya.

Boy menegaskan ideologi terorisme berkarakter antikonstitusi negara, intoleran, radikal, antikemanusiaan, dan menghalalkan segala cara sehingga harus dilawan.

Selain itu, papar dia, keharmonisan sebuah bangsa merupakan hasil yang diharapkan dari semua ikhtiar. Ikhtiar dalam hal kerja kolektif dan kebangsaan dalam memadukan semua kekuatan negara yang diharapkan menjadikan situasi dan kondisi bangsa harmoni. “Kemajemukan bangsa yang tentunya tidak dapat dihindari. Itu merupakan realitas sehingga dibutuhkan komitmen bersama dalam merawat kebinekaan tersebut,” harap Boy. (Antara/nat)

JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan terorisme tidak selalu memiliki motif agama tertentu, melainkan bisa terkait politik dan ideologi, sehingga paham itu bukan semata-mata soal akidah.

Dia mencontohkan gerakan yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) termasuk terorisme dengan motif politik dan ideologi. Hal ini disampaikan Mahfud MD saat memberikan sambutan mewakili Presiden Joko Widodo di acara peringatan HUT ke-12 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Selasa (19/7)..

“Misalnya gerakan di Papua yang disebut OPM, sehingga yang dikatakan terorisme itu sebenarnya bukan hanya terkait dengan agama tertentu. OPM itu kan motifnya politik dan ideologi,” kata Mahfud yang dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (19/7).

Motif politik gerakan OPM itu, lanjutnya, ialah ingin membuat Papua terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga kelompok tersebut melakukan kekerasan untuk menyebarkan ideologi tersebut.

“Politiknya ingin memecahkan diri, ideologinya tidak mau bersatu, tidak mau Pancasila, lalu melakukan kekerasan di tempat-tempat umum, membakar bandara, menembak warga sipil,” tambahnya.

Mahfud kemudian menyinggung pandangan sebagian masyarakat yang kerap mengaitkan terorisme dengan agama tertentu. Dia menegaskan dan membantah tudingan gerakan antiterorisme adalah gerakan anti-Islam.

“Saya ingin sampaikan secara khusus karena sering dikaitkan dengan agama. Ada tudingan kenapa di Indonesia kalau bicara terorisme kok selalu Islam, berarti gerakan antiterorisme itu gerakan anti-Islam? Justru sebenarnya yang akan kita bangun adalah untuk menunjukkan Islam itu bukan agama teror, karena Islam itu adalah agama yang menerima kosmopolitanisme,” jelasnya.

Menurut dia, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang pernah dibacakan Presiden Soekarno, memiliki substansi sama dengan Piagam Madinah dari Nabi Muhammad SAW. “Nabi Muhammad itu, saat mendirikan negara adalah negara kesewargaan atau kosmopolit. Buktinya apa? Piagam Madinah. Piagam Madinah itu substansinya sama dengan proklamasi kemerdekaan,” tegasnya.

Baca Juga :  Cuti Bersama Lebaran Resmi Direvisi

Kesepakatan mendirikan negara Indonesia, lanjutnya, adalah kesepakatan luhur yang harus ditaati. Menurut dia, begitu ada yang ingin mengubah akte kesepakatan yang bernama Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 itu, berarti ingin mengubah Indonesia dan membongkar kesepakatan.

“Kalau itu dilakukan tanpa proses kesepakatan baru, maka namanya itu pemberontakan, apalagi caranya dengan cara-cara melanggar martabat kemanusiaan. Kenapa harus menjaga keutuhan Indonesia?” katanya.

Indonesia dibangun dari perbedaan, yang kalau itu tidak dikelola dengan baik atau tidak disadari oleh warganya, maka akan menimbulkan konflik-konflik yang mengarah ke radikalisme dan terorisme. “Jadi yang dilakukan kami di BNPT ini adalah menimbulkan kesadaran bahwa negara Indonesia ini dibangun di dalam keberbedaan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Polisi Boy Rafli Amar mengharapkan selama 12 tahun lembaga negara ini berdiri dapat berkontribusi optimal demi kejayaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”BNPT berkomitmen untuk terus meningkatkan kontribusi dalam mewujudkan Indonesia harmoni yang terbebas dari pengaruh paham radikal dan terorisme,” katanya di Jakarta, Selasa (19/7).

Boy menjelaskan BNPT telah melakukan penguatan kerangka regulasi melalui berbagai pengesahan dan penerapan beberapa aturan perundang-undangan seperti UU Nomor 5 Tahun 2018, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019, dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang 10 Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).

Baca Juga :  Terhenti Dua Tahun, Program Beasiswa 5.000 Doktor Dibuka Lagi

Implementasi peraturan perundang-undangan tersebut, katanya, melahirkan beragam program terobosan, di antaranya Pengembangan Kawasan Terpadu Nusantara (KTN), Pendirian Warung NKRI (Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan NKRI), Pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 34 provinsi, Pembentukan Duta Damai 15 Provinsi, dan program inovasi lainnya.

Salah satu rangkaian kegiatan Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-12 BNPT, yakni “Presiden Lecturer” dengan tema “Gelorakan Sinergi Bangsa Dalam Mencegah Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme Menuju Indonesia Harmoni”.

Boy menjelaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD menjadi narasumber dalam kegiatan “Presiden Lecturer” untuk memberikan materi narasi dalam rangka mengingatkan dan memberikan pencerahan kepada internal BNPT, tim sinergitas, mitra BNPT hingga semua pihak yang bekerja sama dengan BNPT. “Sebagai momentum untuk mengingatkan kembali akan bahaya ideologi terorisme dan memerlukan sinergitas, kolaborasi, dan bekerja bersama-sama untuk menghadapi musuh negara,” katanya.

Boy menegaskan ideologi terorisme berkarakter antikonstitusi negara, intoleran, radikal, antikemanusiaan, dan menghalalkan segala cara sehingga harus dilawan.

Selain itu, papar dia, keharmonisan sebuah bangsa merupakan hasil yang diharapkan dari semua ikhtiar. Ikhtiar dalam hal kerja kolektif dan kebangsaan dalam memadukan semua kekuatan negara yang diharapkan menjadikan situasi dan kondisi bangsa harmoni. “Kemajemukan bangsa yang tentunya tidak dapat dihindari. Itu merupakan realitas sehingga dibutuhkan komitmen bersama dalam merawat kebinekaan tersebut,” harap Boy. (Antara/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya