JAKARTA-Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyoroti penebalan anggaran program bantuan sosial (Bansos) dan perlindungan sosial (Perlinsos) senilai Rp 1.060 triliun. Said berharap penggunaannya tidak disalahgunakan seolah-olah sebagai bentuk belas kasihan.
“Banggar DPR mendukung penebalan Bansos dan Perlinsos karena ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi rumah tangga miskin. Hal itu merupakan hak ekonomi dari keluarga miskin sebagai warga negara,” kata Said Abdullah dalam keterangannya, Senin (18/12).
Said menjelaskan, jika mencermati Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023, khususnya plafon untuk anggaran Program Perlinsos sebesar Rp 476 triliun. Program itu akan menjangkau 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH), 18,8 juta KPM Program Sembako, dan 500.000 penerima program pra kerja.
Selain itu, lanjut Said, dana itu juga diperuntukkan bagi 20,1 juta siswa penerima Program Indonesia Pintar (PIP) 994,3 mahasiswa KIP kuliah, bantuan iuran untuk PBI JKN sebanyak 98,8 juta peserta, 40,7 juta pelanggan listrik yang menerima subsidi listrik, 8 juta metrik ton kuota subsidi LPG 3 kg, dan bantuan uang muka perumahan untuk 220.000 unit rumah.
“Program Perlinsos ini ditujukan untuk percepatan pengentasan kemiskinan ekstrim, strategi graduasi pemberdayaan dari rumah tangga miskin, perlindungan terhadap tekanan dinamika ekonomi ekonomi terhadap rumah tangga miskin, serta afirmasi untuk kaum lansia dan disabilitas,” ucap Said.
Sementara sebesar Rp 298,5 triliun, dialokasikan untuk program subsidi yang terdiri dari subsidi bahan bakar minyak, listrik, pupuk, perluasan akses permodalan untuk UMKM, peningkatan kualitas layanan untuk transportasi umum, penyediaan informasi publik, insentif perpajakan terhadap pajak ditanggung pemerintah terhadap pajak penghasilan.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menekankan, Banggar DPR mendukung penebalan anggaran bansos dan perlinsos, yang ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi rumah tangga miskin. Sebab, itu merupakan hak ekonomi dari keluarga miskin sebagai warga negara.
“Merupakan hak dari rumah tangga miskin, maka mereka harus ikut mengontrol pelaksanaannya di lapangan, tidak boleh salah sasaran, atau terjadi pengurangan atas hak tersebut,” pungkas Said. (*)
Sumber: Jawapos