Monday, December 15, 2025
29.8 C
Jayapura

Data Eksploitasi Hutan di Indonesia Ternyata Parah

Semakin luas area non-hutan, semakin besar koefisien limpasan (runoff) karena air hujan tidak mampu diserap tanah. Kenaikan koefisien ini akan meningkatkan debit air permukaan, yang pada akhirnya memperbesar risiko banjir.Tidak hanya itu, berkurangnya hutan juga meningkatkan emisi CO2 dan mengurangi keanekaragaman hayati. Berdasarkan rumus Arhenius, ia menerangkan bahwa penurunan luas hutan akan langsung menurunkan jumlah spesies karena luas habitat penyokong kehidupan makin menyusut.

Sebagai gagasan perbaikan, Alif sepakat dengan filosofi tata ruang Sunda yang diusung Dedi Mulyadi. “Gunung kudu awian, lengkob kudu balongan, lembab kudu sawahan.”

Artinya, gunung harus memiliki tutupan pohon, lembah harus memiliki kantong air seperti kolam atau sungai, dan dataran rendah harus difungsikan sebagai sawah.

Baca Juga :  Pendaftaran ASN di Delapan Sekolah Kedinasan Dimulai Bulan Ini

Menurutnya, prinsip ini mencerminkan cara tradisional masyarakat Sunda menjaga keseimbangan alam.

Ia menegaskan, poin utama dalam unggahannya bukan menyalahkan masa kini atau merindukan kondisi dulu ketika dijajah, melainkan mengingatkan bahwa sebagai negara merdeka, Indonesia seharusnya mampu mengelola hutan dengan lebih bijak.

Penebangan tetap boleh dilakukan, tetapi harus berdasarkan perhitungan kapasitas maksimal yang aman agar ekosistem tetap terjaga. “Intinya jangan serakah. Semua itu bisa dihitung demi keselamatan kita semua,” tulisnya. (*/JawaPos.com)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Semakin luas area non-hutan, semakin besar koefisien limpasan (runoff) karena air hujan tidak mampu diserap tanah. Kenaikan koefisien ini akan meningkatkan debit air permukaan, yang pada akhirnya memperbesar risiko banjir.Tidak hanya itu, berkurangnya hutan juga meningkatkan emisi CO2 dan mengurangi keanekaragaman hayati. Berdasarkan rumus Arhenius, ia menerangkan bahwa penurunan luas hutan akan langsung menurunkan jumlah spesies karena luas habitat penyokong kehidupan makin menyusut.

Sebagai gagasan perbaikan, Alif sepakat dengan filosofi tata ruang Sunda yang diusung Dedi Mulyadi. “Gunung kudu awian, lengkob kudu balongan, lembab kudu sawahan.”

Artinya, gunung harus memiliki tutupan pohon, lembah harus memiliki kantong air seperti kolam atau sungai, dan dataran rendah harus difungsikan sebagai sawah.

Baca Juga :  Purbaya Ancam Bekukan Bea Cukai

Menurutnya, prinsip ini mencerminkan cara tradisional masyarakat Sunda menjaga keseimbangan alam.

Ia menegaskan, poin utama dalam unggahannya bukan menyalahkan masa kini atau merindukan kondisi dulu ketika dijajah, melainkan mengingatkan bahwa sebagai negara merdeka, Indonesia seharusnya mampu mengelola hutan dengan lebih bijak.

Penebangan tetap boleh dilakukan, tetapi harus berdasarkan perhitungan kapasitas maksimal yang aman agar ekosistem tetap terjaga. “Intinya jangan serakah. Semua itu bisa dihitung demi keselamatan kita semua,” tulisnya. (*/JawaPos.com)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya