Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Tok! Indonesia Punya UU Kesehatan Baru

DPR Persilahkan Masyarakat JR ke MK

JAKARTA – DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Kesehatan menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna di komplek parlemen, Senayan, Jakarta kemarin (11/7). Dewan mempersilahkan masyarakat mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), jika tidak puas dengan pengesahan tersebut.

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, rapat pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU berjalan baik dan lancar. Namun, ada satu fraksi yang setuju dengan catatan, yaitu Partai Nasdem, dan dua fraksi yang menolak pengesahan, Partai Demokrat dan PKS. “Enam fraksi setuju disahkannya RUU Kesehatan ini,” terangnya saat konferensi pers usai rapat paripurna kemarin.

Setelah disahkan di DPR, UU Kesehatan akan diundangkan oleh pemerintah. Puan meminta pemerintah, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menuntaskan UU tersebut dan segera dilakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Dengan sosialisasi yang masif, kata Puan, masyarakat akan mengetahui manfaat UU Kesehatan. Menurutnya, tujuan disahkannya RUU Kesehatan adalah membuat sektor kesehatan di Indonesia menjadi lebih baik dan lebih terbuka.

Selain itu, kata Puan, melalui UU itu, akan ada sinergitas antara APBN dan APBD terkait dengan masalah anggaran di pusat dan daerah. “Dan sinergitas untuk mengatasi permasalahan yang ada di Indonesia dan hal-hal lainnya,” jelasnya.

Dia berharap, pengesahan UU Kesehatan bukan hanya bermanfaat bagi sektor kesehatan, tapi juga masyarakat Indonesia secara luas. “Citra Indonesia di dunia internasional juga akan semakin baik,” terang Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu.

Terkait sejumlah pihak yang menolak pengesahan RUU Kesehatan, Puan menegaskan bahwa sejak awal DPR dan pemerintah memberikan ruang seluas-seluasnya bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan masukannya. Jadi, pembahasannya dilakukan sangat terbuka.

Jika masih ada masyarakat yang belum puas dan merasa hak konstitusionalnya belum terakomodir, mereka bisa menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Sebab, setelah disahkan di DPR, UU itu menjadi tanggung jawab pemerintah.

Setelah nanti diundangkan oleh pemerintah, selanjutnya pemerintah akan mengeluarkan peratura pemerintah (PP), sebagai aturan turunan dari UU. “Jadi, tugas DPR sudah selesai. Sekarang ada di pemerintah,” papar mantan Menko PMK itu.

Namun, jika masih ada yang menolak, mereka bisa mengajukan JR atau uji materi ke MK. “Masih ada MK yang kemudian bisa menjadi salah suatu tempat untuk bisa menampung aspirasi dan masukan secara konstitusional,” tandasnya.

Baca Juga :  THR Cair, Sebaiknya Digunakan untuk Apa Saja?

Sementara itu, Partai Demokrat dan PKS masih tetap menolak pengesahan RUU Kesehatan. Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Netty Prasetiyani mengatakan, RUU Kesehatan berpotensi menghilangkan lapangan kerja bagi tenaga medis dan kesejatan, karena RUU yang menggunakan metode omnibus law itu mengatur pemanfaatan tenaga kesehatan dan tenaga medis warga negara asing (WNA).

Penolakan pengesahan RUU Kesehatan dari Demokrat diwakili Dede Yusuf. Menurutnya aturan anyar soal kesehatan harus bisa mengatasi masalah bidang pemerataan pelayanan, pembiayaan yang berkeadilan, dan memperoleh setiap warga negara memperoleh akses kesehatan. Sayangnya dalam pembahasan RUU Kesehatan ada berbagai persoalan.

Dede menyebut partainya telah berkomitmen memperjuangkan anggaran kesehatan. “Sebagai bentuk konkret keberpihakan terhadap kesehatan rakyat,” ucapnya. Dia mengaku kecewa pemerintah memilih mandatory spending di sektor kesehatan dihapus.

Dia menyebutkan bahwa Demokrat tidak menyetujui liberisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis asing. Dede menjelaskan sikap partainya ini bukan berarti Demokrat tangi dengan keterbukaan tenaga kerja asing. Dia juga melihat bahwa undang-undang ini berorientasi pada investasi bisni. “Tentulah tidak baik,” katanya.

Selanjutnya dalam pembentukan undang-undang harus sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundangan. Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. “Selama penyusunan RUU Kesehatan kurang memberikan ruang dan waktu pembahasan yang cukup panjang. Terkesan sangat terburu-buru,” ungkap Dede.

Pimpinan Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades menyatakan pembentukan RUU Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pada tiap pasalnya menerjemahkan agenda transformasi kesehatan untuk perbaikan pelayanan kesehatan. “RUU Kesehatan memberikan ruang ekosistem untuk pengembangan inovasi kesehatan,” ucapnya.

Terpisah Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa UU anyar ini dapat mereformasi di bidang pelayanan kesehatan. Dia berharap kekurangan dokter bisa segera dipenuhi dengan lebih cepat. Termasuk kekurangan dokter spesialis. “Bagus. Saya kira arahnya ke sana,” katanya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa setelah pandemi, Indonesia membutuhkan transformasi kesehatan. Pandemi juga telah menguji sistem kesehatan nasional. “Pandemi membuka mata banyak yang harus diperbaiki di bidang kesehatan itu sebabnya transformasi kesehatan amat diperlukan,” katanya.

Baca Juga :  Ombudsman Desak Pemprov Segera Berikan Jaminan

Budi membeberkan berbagai masalah kesehatan. Misalnya 300 ribu masyarakat meninggal karena stroke setiap tahunnya. Lalu ada 6000 bayi meninghal karena gangguan jantung. Belum lagi 5 juta balita masih tengkes. Budi menegaskan bahwa rakyat membutuhkan layanan kesehatan yang lebih baik.

“Menuju generasi emas pada 2045, kita harus bekerja keras karena tidak bisa dicapai tanpa manusia indonesia yang sehat,” katanya. Dia mengungkapkan negara bertanggungjawab atas fasilitas kesehatan yang layak.

Budi menyatakan bahwa UU Kesehatan yang baru memiliki semangat mencegah penyakit. Sehingga layanan primer mengedepankan promotif dan prefentif. “Untuk kahanan kesehatan, pemerintah sediakan jaringan laboratorium di seluruh pelosok,” katanya.

Sebagai wakil dari pemerintah, dia menyatakan ada beberapa hal yang disepakati dengan DPR. Terkait pemenuhan infrastruktur, SDM, sarana prasarana, teknologi kesehatan, dan penguatan kefarmasian. Budi menyatakan tak ingin lagi tergantung dengan industri farmasi luar negeri. “Penggunaan bahan baku untuk produk dalam negeri dan insentif bagi anak negeri yang mengembangkan dan produksi dalam negeri,” ujarnya.

Lebih lanjut Budi mengatakan ada 11 UU sektor kesehatan lama telah disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman. “Pemerintah sepakat dengan DPR terkait pokok pembahasan berbagai upaya peningkatan kesehatan Indonesia dalam 20 bab dan 450 pasal dalam RUU Kesehatan,” ujarnya. Budi mernyatakan pemerintah telah melaksanakan 115 kali kegiatan pelibatan partisipasi publik, 1200 organisasi pemangku kepentingan diundang dan ada 72 ribu peserta. Pemerintah juga menerima 6.011 masukan secara lisan dan tulisan melalui portal Partisipasi Sehat

Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Sundoyo menyatakan setelah ini akan menyusun aturan turunan UU Kesehatan anyar. Ada 107 peraturan pelaksanaan yang harus dikerjakan pihak eksekutif. “Ada peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri kesehatan,” kata Sundoyo.

Sejau ini penyusunan PP dan Perpres dilakukan oleh kementerian terkait,. Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan oleh Panitia Antar-Kementerian (PAK) dan dilakukan harmonisasi bersama unsur terkait. “Semua akan diakselerasi, karena peraturan pelaksanaan itu bagian dari pengaturan yang baru dalam rangka mendukung sistem kesehatan masyarakat,” ungkapnya. Sundoyo mengatakan aturan ini tidak buru-buru tapi harus segera selesai. (lyn/lum)

DPR Persilahkan Masyarakat JR ke MK

JAKARTA – DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Kesehatan menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna di komplek parlemen, Senayan, Jakarta kemarin (11/7). Dewan mempersilahkan masyarakat mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), jika tidak puas dengan pengesahan tersebut.

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, rapat pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU berjalan baik dan lancar. Namun, ada satu fraksi yang setuju dengan catatan, yaitu Partai Nasdem, dan dua fraksi yang menolak pengesahan, Partai Demokrat dan PKS. “Enam fraksi setuju disahkannya RUU Kesehatan ini,” terangnya saat konferensi pers usai rapat paripurna kemarin.

Setelah disahkan di DPR, UU Kesehatan akan diundangkan oleh pemerintah. Puan meminta pemerintah, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menuntaskan UU tersebut dan segera dilakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Dengan sosialisasi yang masif, kata Puan, masyarakat akan mengetahui manfaat UU Kesehatan. Menurutnya, tujuan disahkannya RUU Kesehatan adalah membuat sektor kesehatan di Indonesia menjadi lebih baik dan lebih terbuka.

Selain itu, kata Puan, melalui UU itu, akan ada sinergitas antara APBN dan APBD terkait dengan masalah anggaran di pusat dan daerah. “Dan sinergitas untuk mengatasi permasalahan yang ada di Indonesia dan hal-hal lainnya,” jelasnya.

Dia berharap, pengesahan UU Kesehatan bukan hanya bermanfaat bagi sektor kesehatan, tapi juga masyarakat Indonesia secara luas. “Citra Indonesia di dunia internasional juga akan semakin baik,” terang Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu.

Terkait sejumlah pihak yang menolak pengesahan RUU Kesehatan, Puan menegaskan bahwa sejak awal DPR dan pemerintah memberikan ruang seluas-seluasnya bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan masukannya. Jadi, pembahasannya dilakukan sangat terbuka.

Jika masih ada masyarakat yang belum puas dan merasa hak konstitusionalnya belum terakomodir, mereka bisa menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Sebab, setelah disahkan di DPR, UU itu menjadi tanggung jawab pemerintah.

Setelah nanti diundangkan oleh pemerintah, selanjutnya pemerintah akan mengeluarkan peratura pemerintah (PP), sebagai aturan turunan dari UU. “Jadi, tugas DPR sudah selesai. Sekarang ada di pemerintah,” papar mantan Menko PMK itu.

Namun, jika masih ada yang menolak, mereka bisa mengajukan JR atau uji materi ke MK. “Masih ada MK yang kemudian bisa menjadi salah suatu tempat untuk bisa menampung aspirasi dan masukan secara konstitusional,” tandasnya.

Baca Juga :  Alexander Marwata: Kalau Ingin Pengaruhi Perkara di KPK Suap Lima Pimpinannya

Sementara itu, Partai Demokrat dan PKS masih tetap menolak pengesahan RUU Kesehatan. Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Netty Prasetiyani mengatakan, RUU Kesehatan berpotensi menghilangkan lapangan kerja bagi tenaga medis dan kesejatan, karena RUU yang menggunakan metode omnibus law itu mengatur pemanfaatan tenaga kesehatan dan tenaga medis warga negara asing (WNA).

Penolakan pengesahan RUU Kesehatan dari Demokrat diwakili Dede Yusuf. Menurutnya aturan anyar soal kesehatan harus bisa mengatasi masalah bidang pemerataan pelayanan, pembiayaan yang berkeadilan, dan memperoleh setiap warga negara memperoleh akses kesehatan. Sayangnya dalam pembahasan RUU Kesehatan ada berbagai persoalan.

Dede menyebut partainya telah berkomitmen memperjuangkan anggaran kesehatan. “Sebagai bentuk konkret keberpihakan terhadap kesehatan rakyat,” ucapnya. Dia mengaku kecewa pemerintah memilih mandatory spending di sektor kesehatan dihapus.

Dia menyebutkan bahwa Demokrat tidak menyetujui liberisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis asing. Dede menjelaskan sikap partainya ini bukan berarti Demokrat tangi dengan keterbukaan tenaga kerja asing. Dia juga melihat bahwa undang-undang ini berorientasi pada investasi bisni. “Tentulah tidak baik,” katanya.

Selanjutnya dalam pembentukan undang-undang harus sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundangan. Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. “Selama penyusunan RUU Kesehatan kurang memberikan ruang dan waktu pembahasan yang cukup panjang. Terkesan sangat terburu-buru,” ungkap Dede.

Pimpinan Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades menyatakan pembentukan RUU Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pada tiap pasalnya menerjemahkan agenda transformasi kesehatan untuk perbaikan pelayanan kesehatan. “RUU Kesehatan memberikan ruang ekosistem untuk pengembangan inovasi kesehatan,” ucapnya.

Terpisah Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa UU anyar ini dapat mereformasi di bidang pelayanan kesehatan. Dia berharap kekurangan dokter bisa segera dipenuhi dengan lebih cepat. Termasuk kekurangan dokter spesialis. “Bagus. Saya kira arahnya ke sana,” katanya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa setelah pandemi, Indonesia membutuhkan transformasi kesehatan. Pandemi juga telah menguji sistem kesehatan nasional. “Pandemi membuka mata banyak yang harus diperbaiki di bidang kesehatan itu sebabnya transformasi kesehatan amat diperlukan,” katanya.

Baca Juga :  Satgas Pangan Warning Mafia Migor

Budi membeberkan berbagai masalah kesehatan. Misalnya 300 ribu masyarakat meninggal karena stroke setiap tahunnya. Lalu ada 6000 bayi meninghal karena gangguan jantung. Belum lagi 5 juta balita masih tengkes. Budi menegaskan bahwa rakyat membutuhkan layanan kesehatan yang lebih baik.

“Menuju generasi emas pada 2045, kita harus bekerja keras karena tidak bisa dicapai tanpa manusia indonesia yang sehat,” katanya. Dia mengungkapkan negara bertanggungjawab atas fasilitas kesehatan yang layak.

Budi menyatakan bahwa UU Kesehatan yang baru memiliki semangat mencegah penyakit. Sehingga layanan primer mengedepankan promotif dan prefentif. “Untuk kahanan kesehatan, pemerintah sediakan jaringan laboratorium di seluruh pelosok,” katanya.

Sebagai wakil dari pemerintah, dia menyatakan ada beberapa hal yang disepakati dengan DPR. Terkait pemenuhan infrastruktur, SDM, sarana prasarana, teknologi kesehatan, dan penguatan kefarmasian. Budi menyatakan tak ingin lagi tergantung dengan industri farmasi luar negeri. “Penggunaan bahan baku untuk produk dalam negeri dan insentif bagi anak negeri yang mengembangkan dan produksi dalam negeri,” ujarnya.

Lebih lanjut Budi mengatakan ada 11 UU sektor kesehatan lama telah disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman. “Pemerintah sepakat dengan DPR terkait pokok pembahasan berbagai upaya peningkatan kesehatan Indonesia dalam 20 bab dan 450 pasal dalam RUU Kesehatan,” ujarnya. Budi mernyatakan pemerintah telah melaksanakan 115 kali kegiatan pelibatan partisipasi publik, 1200 organisasi pemangku kepentingan diundang dan ada 72 ribu peserta. Pemerintah juga menerima 6.011 masukan secara lisan dan tulisan melalui portal Partisipasi Sehat

Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Sundoyo menyatakan setelah ini akan menyusun aturan turunan UU Kesehatan anyar. Ada 107 peraturan pelaksanaan yang harus dikerjakan pihak eksekutif. “Ada peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri kesehatan,” kata Sundoyo.

Sejau ini penyusunan PP dan Perpres dilakukan oleh kementerian terkait,. Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan oleh Panitia Antar-Kementerian (PAK) dan dilakukan harmonisasi bersama unsur terkait. “Semua akan diakselerasi, karena peraturan pelaksanaan itu bagian dari pengaturan yang baru dalam rangka mendukung sistem kesehatan masyarakat,” ungkapnya. Sundoyo mengatakan aturan ini tidak buru-buru tapi harus segera selesai. (lyn/lum)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya