Thursday, March 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Daerah Wajib Capai 70 Persen Target Vaksinasi 

Untuk Mendapatkan Program Vaksinasi Booster

JAKARTA-Vaksin Covid-19 ketiga atau booster rencananya dimulai pada 12 Januari nanti. Namun, sampai berita ini ditulis belum ada emergency use authorization (EUA) dari BPOM maupun petunjuk teknis yang disahkan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan terkait Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa rencananya vaksinasi booster yang tinggal dua hari lagi belum fix. ”Masih dibahas,” katanya ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (9/1). Nadia belum bisa membeberkan vaksin apa yang akan digunakan pada vaksinasi booster nanti.

Pemerintah menyatakan bahwa aturan tentang teknis dan kriteria pelaksanaan vaksin dosis ketiga (booster) terus dimatangkan. Menkominfo Johnny G Plate mengatakan, program vaksinasi booster akan dilaksanakan di daerah yang memenuhi kriteria capaian vaksinasi dosis pertama minimal 70 persen dari target, dan cakupan minimal dosis kedua sebanyak 60 persen dari target dengan prioritas bagi populasi berusia di atas 18 tahun.

Sampai saat ini kata Johnny, sudah 244 kabupaten/kota yang telah memenuhi persyaratan tersebut. ”Untuk itu, kami mendorong dan meminta dukungan semua pihak untuk percepatan cakupan vaksinasi di wilayahwilayah lainnya supaya dapat memenuhi kriteria yang ada,” tutur Johnny.

Koordinasi persiapan pelaksanaan vaksinasi booster dan vaksinasi anak akan dilakukan lintas sektoral melibatkan kementerian/lembaga (KL) pemerintah dan non-pemerintah, juga beberapa asosiasi terkait.

Pemerintah memiliki rencana untuk memulai vaksinasi booster pada bulan Januari tahun ini. Namun saat ini kata Johnny tengah dilakukan perumusan dasar hukum pelaksanaannya. ”Pemerintah masih menunggu pertimbangan dari Indonesian Technical Advisory Group of Immunization atau ITAGI,” kata Johhny.

Pemerintah mengajak warga masyarakat untuk mengambil kesempatan untuk mendapatkan vaksinasi dosis ketiga ini. Kepada mereka yang masih mendapatkan satu dosis atau bahkan belum divaksinasi juga agar segera mendapatkan dua dosis.

Baca Juga :  Kita Tidak Bisa Terus Menerus Takut Dengan Covid

“Vaksinasi dosis penguat ini perlu untuk meningkatkan kembali proteksi kekebalan. Rekomendasi pemerintah, penyuntikan booster dapat dilakukan minimal 6 bulan setelah yang bersangkutan menerima dosis kedua,” ungkap Johnny, Sabtu (8/1).

Karena selain booster, imbuh Menkominfo, pemerintah juga masih berjibaku untuk terus memperluas cakupan vaksinasi dosis pertama dan kedua. “Kita membutuhkan kekebalan kelompok di seluruh Indonesia. Ini harus dicapai bersama,” tandasnya.

Menjelang diizinkannya vaksinasi dosis ketiga (booster), pemerintah dinilali perlu melibatkan swasta secara lebih mendalam pada program nasional vaksinasi Covid-19. Mengingat, terbatasnya kapasitas kesehatan publik yang ada.

Menurut Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta, sektor swasta memiliki kapasitas untuk mengisi kesenjangan distribusi yang sampai saat ini jadi penghambat program vaksinasi Covid-19 di Indonesia. ”Kalau booster nanti hanya diizinkan untuk daerah yang cakupan dosis keduanya di atas 60 persen, maka hanya kurang dari sepuluh provinsi yang memenuhi syarat ini,” ungkapnya.

Data Kementerian Kesehatan sendiri memperlihatkan baru enam provinsi yang capaian vaksinasi dosis keduanya sudah di atas 50 persen. Yakni, DKI Jakarta, Bali, Jogjakarta, Riau, Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah. Capaian vaksinasi dosis pertama di mayoritas provinsi sudah di atas 50 persen, kecuali Papua yang baru mencapai 28,55 persen. Artinya, pekerjaan rumah pemerintah terkait pemerataan vaksin Covid-19 di seluruh Indonesia masih banyak.

”Pemerintah perlu lebih giat mengusahakan pemerataan cakupan. Salah satunya dengan melibatkan kapasitas swasta,” ungkapnya.

Sumber daya swasta dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan di berbagai mata rantai pasokan vaksin. Jaringan rumah sakit swasta yang luas juga bisa digunakan untuk pemantauan dan pemeliharaan kekebalan.

Selain itu, lanjut dia, keterlibatan sektor swasta juga dapat membantu mengurangi beban sumber daya pemerintah. dengan begitu, pemerintah dapat memfokuskan sumber dayanya pada intervensi lain yang sama pentingnya dalam penanganan pandemi ini. Misalnya, meningkatkan edukasi publik mengenai vaksin dan meningkatkan kapasitas 3T.

Baca Juga :  Cakupan Vaksinasi di Papua Masih Rendah

Di sisi lain, Andree juga menekankan perlunya pengawasan ekstra supaya vaksin yang ditujukan untuk program vaksinasi nasional tidak digunakan untuk program vaksinasi booster berbayar. Pengalihan seperti ini bukan saja melanggar hukum, tetapi akan semakin memperparah ketimpangan vaksinasi yang ada.”Jangan sampai terjadi vaksin pertama atau kedua yang gratis untuk masyarakat pedalaman malah beralih jadi vaksin berbayar ketiga untuk masyarakat perkotaan,” tegasnya.

Menurutnya, Indonesia perlu terus mengamankan alokasi vaksin global sampai bisa memproduksi vaksin Covid-19 sendiri. Namun persediaan yang melimpah perlu diiringi upaya pemerataan vaksinasi yang lebih serius. Pasalnya, mengatasi pandemi sangat tergantung pada meratanya vaksinasi di seluruh daerah. Yang mana, hal tersebut perlu didukung bukan saja oleh ketersediaan yang memadai tetapi juga infrastruktur dan logistik vaksinasi yang mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Pada kesempatan lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan justru meminta agar vaksinasi booster. Perwakilan LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 harus diberikan secara adil. Caranya degan melihat kelompok risiko mana yang bisa diprioritaskan.

Lansia dianggap belum banyak menerima vaksin. ”Setidaknya ada 6,9 juta warga lansia yang belum mendapatkan vaksin sama sekali,” ujarnya.

Pemberian vaksin booster ini dinilai bukan langkah bijak. Apalagi jika tidak memiliki skema untuk mengejar ketertinggalan kelompok rentan untuk mendapatkan akses vaksinasi Covid-19.

Selain itu, kebijakan daerah yang dengan vaksinasi 70 persen akan didahulukan dalam pemberian vaksinasi booster juga dinilai tidak baik. Daerah dengan cakupan kurang dari 70 persen penduduknya tervaksin Covid-19 lebih rentan. ”Ini menunjukkan ketidakadilan akses vaksin,” tuturnya. (lyn/tau/mia/JPG)

Untuk Mendapatkan Program Vaksinasi Booster

JAKARTA-Vaksin Covid-19 ketiga atau booster rencananya dimulai pada 12 Januari nanti. Namun, sampai berita ini ditulis belum ada emergency use authorization (EUA) dari BPOM maupun petunjuk teknis yang disahkan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan terkait Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa rencananya vaksinasi booster yang tinggal dua hari lagi belum fix. ”Masih dibahas,” katanya ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (9/1). Nadia belum bisa membeberkan vaksin apa yang akan digunakan pada vaksinasi booster nanti.

Pemerintah menyatakan bahwa aturan tentang teknis dan kriteria pelaksanaan vaksin dosis ketiga (booster) terus dimatangkan. Menkominfo Johnny G Plate mengatakan, program vaksinasi booster akan dilaksanakan di daerah yang memenuhi kriteria capaian vaksinasi dosis pertama minimal 70 persen dari target, dan cakupan minimal dosis kedua sebanyak 60 persen dari target dengan prioritas bagi populasi berusia di atas 18 tahun.

Sampai saat ini kata Johnny, sudah 244 kabupaten/kota yang telah memenuhi persyaratan tersebut. ”Untuk itu, kami mendorong dan meminta dukungan semua pihak untuk percepatan cakupan vaksinasi di wilayahwilayah lainnya supaya dapat memenuhi kriteria yang ada,” tutur Johnny.

Koordinasi persiapan pelaksanaan vaksinasi booster dan vaksinasi anak akan dilakukan lintas sektoral melibatkan kementerian/lembaga (KL) pemerintah dan non-pemerintah, juga beberapa asosiasi terkait.

Pemerintah memiliki rencana untuk memulai vaksinasi booster pada bulan Januari tahun ini. Namun saat ini kata Johnny tengah dilakukan perumusan dasar hukum pelaksanaannya. ”Pemerintah masih menunggu pertimbangan dari Indonesian Technical Advisory Group of Immunization atau ITAGI,” kata Johhny.

Pemerintah mengajak warga masyarakat untuk mengambil kesempatan untuk mendapatkan vaksinasi dosis ketiga ini. Kepada mereka yang masih mendapatkan satu dosis atau bahkan belum divaksinasi juga agar segera mendapatkan dua dosis.

Baca Juga :  Didukung PAN-Golkar, Prabowo Kantongi 46,09 Persen

“Vaksinasi dosis penguat ini perlu untuk meningkatkan kembali proteksi kekebalan. Rekomendasi pemerintah, penyuntikan booster dapat dilakukan minimal 6 bulan setelah yang bersangkutan menerima dosis kedua,” ungkap Johnny, Sabtu (8/1).

Karena selain booster, imbuh Menkominfo, pemerintah juga masih berjibaku untuk terus memperluas cakupan vaksinasi dosis pertama dan kedua. “Kita membutuhkan kekebalan kelompok di seluruh Indonesia. Ini harus dicapai bersama,” tandasnya.

Menjelang diizinkannya vaksinasi dosis ketiga (booster), pemerintah dinilali perlu melibatkan swasta secara lebih mendalam pada program nasional vaksinasi Covid-19. Mengingat, terbatasnya kapasitas kesehatan publik yang ada.

Menurut Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta, sektor swasta memiliki kapasitas untuk mengisi kesenjangan distribusi yang sampai saat ini jadi penghambat program vaksinasi Covid-19 di Indonesia. ”Kalau booster nanti hanya diizinkan untuk daerah yang cakupan dosis keduanya di atas 60 persen, maka hanya kurang dari sepuluh provinsi yang memenuhi syarat ini,” ungkapnya.

Data Kementerian Kesehatan sendiri memperlihatkan baru enam provinsi yang capaian vaksinasi dosis keduanya sudah di atas 50 persen. Yakni, DKI Jakarta, Bali, Jogjakarta, Riau, Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah. Capaian vaksinasi dosis pertama di mayoritas provinsi sudah di atas 50 persen, kecuali Papua yang baru mencapai 28,55 persen. Artinya, pekerjaan rumah pemerintah terkait pemerataan vaksin Covid-19 di seluruh Indonesia masih banyak.

”Pemerintah perlu lebih giat mengusahakan pemerataan cakupan. Salah satunya dengan melibatkan kapasitas swasta,” ungkapnya.

Sumber daya swasta dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan di berbagai mata rantai pasokan vaksin. Jaringan rumah sakit swasta yang luas juga bisa digunakan untuk pemantauan dan pemeliharaan kekebalan.

Selain itu, lanjut dia, keterlibatan sektor swasta juga dapat membantu mengurangi beban sumber daya pemerintah. dengan begitu, pemerintah dapat memfokuskan sumber dayanya pada intervensi lain yang sama pentingnya dalam penanganan pandemi ini. Misalnya, meningkatkan edukasi publik mengenai vaksin dan meningkatkan kapasitas 3T.

Baca Juga :  Kejari Jayapura Tetapkan Tersangka Kasus Pembangunan Jalan di Kabupaten Keerom

Di sisi lain, Andree juga menekankan perlunya pengawasan ekstra supaya vaksin yang ditujukan untuk program vaksinasi nasional tidak digunakan untuk program vaksinasi booster berbayar. Pengalihan seperti ini bukan saja melanggar hukum, tetapi akan semakin memperparah ketimpangan vaksinasi yang ada.”Jangan sampai terjadi vaksin pertama atau kedua yang gratis untuk masyarakat pedalaman malah beralih jadi vaksin berbayar ketiga untuk masyarakat perkotaan,” tegasnya.

Menurutnya, Indonesia perlu terus mengamankan alokasi vaksin global sampai bisa memproduksi vaksin Covid-19 sendiri. Namun persediaan yang melimpah perlu diiringi upaya pemerataan vaksinasi yang lebih serius. Pasalnya, mengatasi pandemi sangat tergantung pada meratanya vaksinasi di seluruh daerah. Yang mana, hal tersebut perlu didukung bukan saja oleh ketersediaan yang memadai tetapi juga infrastruktur dan logistik vaksinasi yang mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Pada kesempatan lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan justru meminta agar vaksinasi booster. Perwakilan LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 harus diberikan secara adil. Caranya degan melihat kelompok risiko mana yang bisa diprioritaskan.

Lansia dianggap belum banyak menerima vaksin. ”Setidaknya ada 6,9 juta warga lansia yang belum mendapatkan vaksin sama sekali,” ujarnya.

Pemberian vaksin booster ini dinilai bukan langkah bijak. Apalagi jika tidak memiliki skema untuk mengejar ketertinggalan kelompok rentan untuk mendapatkan akses vaksinasi Covid-19.

Selain itu, kebijakan daerah yang dengan vaksinasi 70 persen akan didahulukan dalam pemberian vaksinasi booster juga dinilai tidak baik. Daerah dengan cakupan kurang dari 70 persen penduduknya tervaksin Covid-19 lebih rentan. ”Ini menunjukkan ketidakadilan akses vaksin,” tuturnya. (lyn/tau/mia/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya