Dia merinci kebijakan jangka pendek dapat dilakukan dengan langkah-langkah, pertama memberi insentif fiskal terhadap biaya avtur, suku cadang pesawat udara, serta subsidi dari penyedia jasa bandar udara terhadap biaya pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U).
Kemudian, ground handling throughput fee, subsidi/insentif terhadap biaya operasi langsung, seperti pajak biaya bahan bakar minyak dan pajak biaya suku cadang dalam rangka biaya overhaul atau pemeliharaan.
Kedua, mengusulkan penghapusan pajak tiket untuk pesawat udara sehingga tercipta equal treatment (kesetaraan perlakuan) dengan moda transportasi lainnya yang telah dihapuskan pajaknya, berdasarkan PMK Nomor 80/PMK.03/2012.
Ketiga, menghilangkan konstanta dalam formula perhitungan avtur, hal itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Keempat, melaksanakan usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengajukan sistem multi provider (tidak monopoli) untuk supply avtur.
Terkait dengan hal itu, Kemenhub telah menulis surat kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi berisi saran dan pertimbangan tentang multi provider BBM penerbangan.
“Hal ini ditujukan untuk mencegah praktik monopoli, serta mendorong implementasi multi provider BBM penerbangan di bandar udara, sehingga diharapkan tercipta harga avtur yang kompetitif,” jelas Robby.
Adapun untuk jangka menengah hingga jangka panjang, menurut dia dapat dilakukan dengan meninjau kembali formulasi TBA yang berlaku saat ini.
Menurutnya, hal itu karena adanya perubahan kondisi pasar yang perlu diakomodir dengan baik, khususnya komponen biaya operasi langsung maupun tidak langsung, yang berdampak pada keselamatan penerbangan dan keberlanjutan layanan transportasi udara. (antara)