Keempat, bagi P2G yang lebih mendesak kini dan ke depan adalah bagaimana sekolah maupun madrasah mampu membangun transformasi kegiatan Pramuka. Serta, mengembangkan ekosistem pembelajaran Pramuka yang menyenangkan, mengembirakan, penuh inovasi, menantang, dan berkualitas bagi siswa. Pramuka tidak lagi dengan pendekatan konvensional, formalistik, dan militeristik.
“Bagaimana agar tidak ada lagi kekerasan, bullying, senioritas, relasi kuasa di semua kegiatan ekskul sekolah seperti Pramuka, Paskibara, atau Pecinta Alam, ini tantangan kita bersama,” ucap Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.
Iman menjelaskan, kegiatan ekskul tertentu masih diasosiasikan dengan kekerasan, senioritas sehingga peserta didik sebenarnya tidak tertarik mengikutinya. Karena itu, jika sekolah maupun madrasah sudah mampu menciptakan kegiatan Pramuka yang gembira, humanis, dan menantang jauh dari kekerasan dan senioritas, tentu siswa akan tertarik mengikutinya.
“P2G yakin, kalau Pramuka sudah bertransformasi menjadi ekskul yang fun, menarik, egaliter, anti bullying, maka para siswa pasti akan berbondong-bondong ingin masuk Pramuka. Tanpa diwajibkan negara sekalipun,” lanjut guru honorer ini.
Kelima, P2G meyakini keberadaan setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah / madrasah adalah sangat urgen dan vital. Bertujuan untuk memfasilitasi dan menggali minat, bakat, dan potensi siswa di bidang apapun. Seperti kepanduan, kepaskibraan, lingkungan hidup, kesehatan, olahraga, seni, budaya, penelitian, digital, dan sebagainya.
Guru, orang tua, dan masyarakat mesti menyadari kembali bahwa kegiatan pembelajaran melalui ekstrakurikuler sebagai wahana strategis untuk membentuk karakter Pancasila bagi para peserta didik dengan pilihan yang rupa warna, ada PRAMUKA, PASKIBRA, PECINTA ALAM, UKS, KIR, PMR, Olahraga, Teater, Digital, Seni Budaya, dan sebagainya.
“Sekolah harus mampu mendisain kegiatan ekstrakurikuler yang menarik, bermanfaat, menggembirakan, dan anti kekerasan dalam bentuk apapun,” ucapnya. (*)
Sumber: Jawapos