Friday, April 19, 2024
33.7 C
Jayapura

Setuju KPK Harus Diperkuat

Marinus Yaung (FOTO: Gamel/cepos )

JAYAPURA – Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa  secara nasional menolak disahkannya revisi UU KPK  oleh DPR RI terus menyala.  Mahasiswa dan kelompok masyarakat di berbagai daerah bergantian menyuarakan untuk DPR RI jangan asal soal revisi KPK ini. Anehnya di Papua respon ini tak muncul. Mahasiswa di Papua terkesan agresif hanya untuk isu-isu tertentu. Terkait upaya pelemahan KPK ini dua akademisi Uncen, Melyana Pugu dan Marinus Yaung memiliki pandangan berbeda. Namun keduanya sepakat menyimpulkan KPK harus diperkuat.

  “Terkait penolakan revisi RUU KPK saya setuju karena dengan adanya revisi tersebut terlihat jelas ada upaya untuk melemahkan posisi KPK. Ada sejumlah poin yang dirasa janggal dan itu patut dikritisi. Tidak harus diam,” kata dosen Fisip Uncen ini, Rabu (25/9).   Dengan waktu yang cukup mepet, DPR RI terkesan ingin memaksakan agar segera digolkan namun informasi terakhir revisi ini ditunda hingga pelantikan anggota DPR yang baru. “Nah ini ada apa, kok jadwalnya berubah setelah muncul reaksi dari berbagai arah,” sindirnya. 

 Ia menyinggung beberapa poin seperti kewenangan penyadapan yang  harus meminta ijin, lalu UU ASN yang melekat pada pegawai KPK  dikhawatirkan membuat penyidik tidak independen.  Namun Pugu berharap sehingga sebaiknya presiden mengeluarkan Perppu sesuai UUD 1945 pasal 22 dimana presiden memiliki kewenangan mengeluarkan Perppu ketika situasi genting. Ini perlu dilakukan presiden sehingga kredibilitas presiden dimata masyarakat kembali pulih. Disinggung soal mahasiswa di Papua tak bereaksi soal ini Pugu melihat bahwa bisa jadi mahasiswa di Papua tak lagi peduli dengan rezim dalam konteks kepercayaan. 

Baca Juga :  Empat Bulan Buron, Penganiaya Penjaga Kios Dibekuk   

 Kepercayaan itu hilang dan perlu waktu untuk mengembalikan dan ia berfikir negara perlu ikut membangun sebuah iklim yang bisa dipercaya dan melahirkan satu gerakan yang sama. “Kalau semua satu suara saya pikir menarik karena akan lahir pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan dalam birokrasi,” imbuhnya. Pendapat lain disampaikan Marinus Yaung. Pria yang kerap bersuara vokal ini justru mendukung revisi UU KPK. 

 “Prinsipnya adalah setiap orang harus tunduk dan diatur oleh hukum. Jika ada lembaga atau institusi di atas hukum maka perlu ada koreksi,” ucapnya. Publik mencatat KPK adalah anak kandung reformasi. Lahir karena ada situasi sejarah yang mencatat terjadi korupsi luar biasa dan menyengsarakan rakyat. Akibat korupsi ini ekonomi Indonesia ketika itu hampir kolaps. Nah dengan kebatinan atau kondisi ingin melawan korupsi akhirnya lahir lembaga KPK yang semangatnya luar biasa dan superbody. Itu membuat KPK sulit dikontrol oleh siapapun.  

Baca Juga :  Kios yang Terbakar Akan Ditata Ulang dan Dibangun Kembali

 Dan dalam politik, potensi dalam menyalahgunakan kewenangan itu besar sekali dan orang bila sudah memegang kekuasaan  berlebihan maka ia memiliki kecenderungan menggunakan kekuasaan  untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.  “Karenanya perlu ada pengawasan untuk mengawasi kinerja KPK. Saya mendukung KPK diawasi namun jangan dilemahkan. Diawasi untuk memperkuat kerja KPK agar tidak ditunggangi oleh kekuatan politik atau kepentingan tertentu. Dari Papua saya mendukung KPK harus terus diperkuat dan harus terus ada sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi,” tegasnya. 

 Namun jika ada narasi yang dibangun soal di tubuh KPK ada kelompok Taliban yang punya kelebihan merongrong kekuasaan negara dari dalam maka hal tersebut patut diinvestigasi lebih jauh. “Sebab bisa juga isu ini dimainkan oleh para koruptor kelas kakap yang mulai terancam praktek mereka sehingga mulai memainkan isu ini untuk menyingkirkan penyidik handal dalam KPK. Tapi saya mendengar presiden menunda revisi KPK dan masih menjadi polemik namun saya mempercayai presiden Jokowi sangat mendukung KPK,” imbuhnya.   “Saya masih optimis pasal yang melemahkan ini akan ditinjau secara bijak oleh presiden meski saya juga setuju dicabut saja,” tambahnya. (ade/wen) 

Marinus Yaung (FOTO: Gamel/cepos )

JAYAPURA – Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa  secara nasional menolak disahkannya revisi UU KPK  oleh DPR RI terus menyala.  Mahasiswa dan kelompok masyarakat di berbagai daerah bergantian menyuarakan untuk DPR RI jangan asal soal revisi KPK ini. Anehnya di Papua respon ini tak muncul. Mahasiswa di Papua terkesan agresif hanya untuk isu-isu tertentu. Terkait upaya pelemahan KPK ini dua akademisi Uncen, Melyana Pugu dan Marinus Yaung memiliki pandangan berbeda. Namun keduanya sepakat menyimpulkan KPK harus diperkuat.

  “Terkait penolakan revisi RUU KPK saya setuju karena dengan adanya revisi tersebut terlihat jelas ada upaya untuk melemahkan posisi KPK. Ada sejumlah poin yang dirasa janggal dan itu patut dikritisi. Tidak harus diam,” kata dosen Fisip Uncen ini, Rabu (25/9).   Dengan waktu yang cukup mepet, DPR RI terkesan ingin memaksakan agar segera digolkan namun informasi terakhir revisi ini ditunda hingga pelantikan anggota DPR yang baru. “Nah ini ada apa, kok jadwalnya berubah setelah muncul reaksi dari berbagai arah,” sindirnya. 

 Ia menyinggung beberapa poin seperti kewenangan penyadapan yang  harus meminta ijin, lalu UU ASN yang melekat pada pegawai KPK  dikhawatirkan membuat penyidik tidak independen.  Namun Pugu berharap sehingga sebaiknya presiden mengeluarkan Perppu sesuai UUD 1945 pasal 22 dimana presiden memiliki kewenangan mengeluarkan Perppu ketika situasi genting. Ini perlu dilakukan presiden sehingga kredibilitas presiden dimata masyarakat kembali pulih. Disinggung soal mahasiswa di Papua tak bereaksi soal ini Pugu melihat bahwa bisa jadi mahasiswa di Papua tak lagi peduli dengan rezim dalam konteks kepercayaan. 

Baca Juga :  Pasien Masih Dirawat di Bawah Tenda Darurat dan Ruang Administrasi

 Kepercayaan itu hilang dan perlu waktu untuk mengembalikan dan ia berfikir negara perlu ikut membangun sebuah iklim yang bisa dipercaya dan melahirkan satu gerakan yang sama. “Kalau semua satu suara saya pikir menarik karena akan lahir pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan dalam birokrasi,” imbuhnya. Pendapat lain disampaikan Marinus Yaung. Pria yang kerap bersuara vokal ini justru mendukung revisi UU KPK. 

 “Prinsipnya adalah setiap orang harus tunduk dan diatur oleh hukum. Jika ada lembaga atau institusi di atas hukum maka perlu ada koreksi,” ucapnya. Publik mencatat KPK adalah anak kandung reformasi. Lahir karena ada situasi sejarah yang mencatat terjadi korupsi luar biasa dan menyengsarakan rakyat. Akibat korupsi ini ekonomi Indonesia ketika itu hampir kolaps. Nah dengan kebatinan atau kondisi ingin melawan korupsi akhirnya lahir lembaga KPK yang semangatnya luar biasa dan superbody. Itu membuat KPK sulit dikontrol oleh siapapun.  

Baca Juga :  Pengguna e-Katalog Lokal Belum Massif di Papua

 Dan dalam politik, potensi dalam menyalahgunakan kewenangan itu besar sekali dan orang bila sudah memegang kekuasaan  berlebihan maka ia memiliki kecenderungan menggunakan kekuasaan  untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.  “Karenanya perlu ada pengawasan untuk mengawasi kinerja KPK. Saya mendukung KPK diawasi namun jangan dilemahkan. Diawasi untuk memperkuat kerja KPK agar tidak ditunggangi oleh kekuatan politik atau kepentingan tertentu. Dari Papua saya mendukung KPK harus terus diperkuat dan harus terus ada sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi,” tegasnya. 

 Namun jika ada narasi yang dibangun soal di tubuh KPK ada kelompok Taliban yang punya kelebihan merongrong kekuasaan negara dari dalam maka hal tersebut patut diinvestigasi lebih jauh. “Sebab bisa juga isu ini dimainkan oleh para koruptor kelas kakap yang mulai terancam praktek mereka sehingga mulai memainkan isu ini untuk menyingkirkan penyidik handal dalam KPK. Tapi saya mendengar presiden menunda revisi KPK dan masih menjadi polemik namun saya mempercayai presiden Jokowi sangat mendukung KPK,” imbuhnya.   “Saya masih optimis pasal yang melemahkan ini akan ditinjau secara bijak oleh presiden meski saya juga setuju dicabut saja,” tambahnya. (ade/wen) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya