JAYAPURA-Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Papua bersama Kemitraan menggelar lokakarya untuk menyelaraskan implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja untuk bidang LHK dengan penerapan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 8 dan nomor 9 tahun 2021 dalam konteks otonomi khusus di Provinsi Papua.
Kegiatan ini dilangsungkan di Swiss Belhotel pada 23-25 Maret. Dengan diikuti Kementerian LHK, seluruh jajaran Dinas LHK Papua, KPH, cabang dinas, UPT serta mitra kerja dari Dinas LHK Papua.
“Lokakarya ini implementasi dari UU cipta kerja nomor 11 tahun 2022, di mana banyak peraturan turunannya dalam bentuk PP. Kemudian diturunkan dalam bentuk peraturan menteri LHK, dan yang fokus kita terkait Permen LHK nomor 8 dan nomor 9 tahun 2021,” ungkap Program Director Kemitraan, Hasbi Berliani kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di sela-sela kegiatan.
Hasbi menjelaskan, bahwa Permen LHK nomor 8 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi, kemudian Permen LHK nomor 9 berkaitan dengan penyelenggaraan pengelolaan hutan sosial.
“Kenapa ini penting, karena di dalam pelaksanaan konteks Papua disesuaikan dengan implementasi UU yang baru keluar sebagai penyesuaian perubahan atas UU Otonomi Khusus sebelumnya,” ujarnya.
“Lokakarya ini bertujuan untuk kita sama-sama meningkatkan pemahaman terhadap penyelarasan bagaimana menjalankan peraturan-peraturan di bidang kehutanan dalam konteks Otonomi Khusus. Dan kalau kita lihat sih mungkin arahnya ke depan bagaimana memperkuat koordinasi dan bimbingan dari pusat, bagaimana peraturan-peraturan ini bisa dilaksanakan dengan efektif,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Papua, Jan Jap Ormuseray juga mengatakan bahwa kegiatan ini hanya sebagai sosialisasi perubahan UU cipta kerja di bidang kehutanan.
“Karena terjadi perubahan regulasi yang sangat signifikan dan oleh sebab itu hari ini kita mau lakukan keselarasan aturan antar Permen LHK tentang kewenangan yang diberikan oleh negara melalui Otonomi Khusus Papua,” ujarnya.
Ormuseray berharap, dengan adanya lokakarya ini mereka bisa menyambung kepentingan Kementerian LHK dengan kepentingan masyarakat adat di Papua yang diatur dalam Permen LHK. “Sehingga akan memberikan ruang kelola bagi masyarakat adat di Papua, negara memang memberikan ruang kelola bagi masyarakat adat, karena itu ada penyelarasan yang kita lakukan dengan regulasi di tingkat pusat dengan regulasi yang merupakan turunan dari UU Otsus Papua,” jelanya.
“Kita harapkan dengan kehadiran seluruh pihak memberikan output bagi kita dalam rangka upaya untuk pengelolaan hutan bagi masyarakat adat yang sesuai dengan regulasi, sehingga tidak ada benturun. Dan kita harapkan masyarakat kita bisa mengelola hasil hutan berdasarkan regulasi yang ada,” pungkasnya. (eri/tri)