Salah satu peserta kegiatan, Fantiana Kambu, guru SD YPPK di Distrik Anggruk, mengaku sangat terbantu dengan pelatihan ini. Ia telah mengajar di Anggruk selama empat tahun dan merasa terpanggil untuk mendidik anak-anak Papua di pedalaman.
“Selama empat tahun saya betah mengajar di sana. Tapi setelah peristiwa itu, rasa trauma sangat kuat. Saya mengikuti pelatihan ini untuk melawan rasa takut itu. Awalnya sangat berat, tapi berangsur-angsur saya mulai pulih,” tutur guru asal Sorong itu.
Fantiana berharap kegiatan seperti ini bisa terus dilakukan secara berkala. Ia menyebutkan bahwa peristiwa di Anggruk tidak mudah dilupakan. “Mungkin bagi orang luar, kejadian di Anggruk terlihat biasa saja. Tapi bagi kami yang mengalami langsung, itu sangat membekas. Kami masih butuh bimbingan agar bisa pulih sepenuhnya,” ujarnya.
Meski semangat mengajarnya masih ada, Fantiana mengaku belum siap kembali ke pedalaman. “Saya masih ingin mengajar, tapi bukan di Anggruk. Mungkin di ibu kota Kabupaten Yahukimo, tapi tidak di daerah pedalamannya,” pungkasnya. (rel/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos