Thursday, April 25, 2024
33.7 C
Jayapura

Empat Rekomendasi Untuk Polres Jayapura Kota dan Kemenkumham

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey didampingi Melkior Weruin Kasubag Analis Pengaduan Komnas HAM saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Rabu (19/6) ( FOTO : Elfira/Cepos)

Terkait Pasca Tewasnya Dua Narapidana Lapas Abepura-

JAYAPURA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) Perwakilan Papua merekomendasikan empat poin terkait hasil investigasi yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II Abepura terkait kaburnya 10 orang Narapidana dimana dua diantaranya meninggal dunia pada Rabu (24/4) lalu yakni Maikel Ilian Tamol dan Selyus Logo.

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey mengatakan empat rekomendasi tersebut yakni Komnas HAM RI Perwakilan Papua meminta Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk mengungkap penyebap kematian dua narapidana yang meninggal dunia setelah melarikan diri dari Lapas Klas IIA Abepura pada 24 April 2019.

Meminta kepada semua pihak yang mengetahui rangkaian peristiwa ini agar kooperatif untuk menyampaikan informasi atau keterangan atau kesaksiannya kepada pihak yang berwenang untuk mengungkap peristiwa kematian dua narapidana tersebut secara transparan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. 

Meminta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua agar melakukan pemeriksaan kepada Kalapas Abepura dan semua petugas jaga yang bertugas pada tanggal 24 April 2019 mengenai penerapan Standar Operasional Prosedur Lapas Klas IIA Abepura dalam menangani kasus pelarian narapidana serta hasilnya disampaikan secara terbuka kepada publik.

Serta Komnas HAM RI Perwakilan Papua meminta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua untuk mengevaluasi dan membenahi sistem, mengenai penerapan prinsip dan standar pemenuhan HAM bagi para tahanan dan narapidana di lingkungan Lapas Klas IIA Abepura.

Baca Juga :  Di Jembatan Youtefa, Pria Tewas dengan Lidah Menjulur

“Terhadap yang meninggal dunia patut diduga adanya tindakan medis yang terlambat oleh pihak medis yang ada di lapas itu dari fakta yang kami temukan,” ucap Frits.

Terkait dengan hal ini lanjut Frits, jika para keluarga korban mau melakukan upaya hukum maka silahkan saja semua kemungkinan itu makin terbuka.

Untuk hasil investigasi yang telah dilakukan oleh Komnas HAM akan dikirimkan ke Kapolres Jayapura Kota ditembuskan ke Kapolda Papua, Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua ditembuskan ke Mentri Hukum dan Ham RI serta Komnas  Ham Jakarta sebagai bahan laporan.

Di tempat yang sama, Melkior Weruin Kasubag Analis Pengaduan Komnas HAM RI Perwakilan Papua mengatakan peristiwa 24 April yang terjadi di Lapas Abepura bukanlah peristiwa yang pertama. Untuk Lapas Abepura sudah beberapa kali terjadi termasuk juga Lapas Wamena dengan posisi yang sama.

Sehingga itu, pembenahan sistem di Lapas termasuk dengan infrastruktur yang ada misalkan terkait  dengan gedung bagaimana upaya untuk dibangun kembali  atau pengamanan  dengan tingkat yang lebih baik dari sebelumnya. 

“Terhadap bagian-bagian yang sudah diincar oleh narapidana  maka  itu harus ada pembenahan,  sehingga tidak ada peluang bagi narapidana untuk kabur,” paparnya.

Sistem lainnya lanjut Melkior, penerapan standar dan prinsip misalnya  dalam kasus Lapas Abepura pada saat  penyerahan jenazah dari pihak Lapas kepada pihak  keluarga mestinya keluarga dijelaskan  secara rinci terkait dengan penyebab dari  meninggalnya narapidana. Sebab  berkaitan dengan hak-hak warga binaan.

Adapun yang menjadi hasil temuan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yakni saksi JH mengaku rencana pelarian keluar dari Lapas dirancang oleh  almarhum Maikel Ilian Tamol dengan melibatkan  JH, SL tiga hari sebelumnya. 

Baca Juga :  Pemkot Siang Negerikan SMA PGRI dan Korpri

Pelarian keluar lapas Klas IIA Abepura, 24 April 2019 sekitar pukul 11.10 WIT. 7 orang narapidana diajak oleh MI, JH, SL secara spontan. Adanya pembobolan pagar/ kawat  besi oleh almarhum Maikel Ilian Tamol dengan mengunakan besi.

Ada temuan batu-batu yang berserakan di dalam pagar, ada temuan alat-alat yang digunakan untuk membobol pagar kawat berupa tiga bua besi dan kain sarung sepanjang 7 meter yang digunakan untuk memanjat tembok lapas. 

Ada temuan 1 pucuk senjata soft gun yang digunakan oleh petugas piket di menara jaga pada saat memberikan tembakan peringatan sebanyak 7 kali bagi narapidana yang berusaha melarikan diri keluar dari tembok Lapas Klas II A Abepura. 

Ada temuan bekas-bekas lokasi persembunyian narapidana yang melarikan diri di rumah warga dan pantai Asuhan, ada temuan bekas luka dan memar di wajah dari 7 narapidana yang melarikan diri dan kemudian ditangkap oleh warga dan petugas lapas Klas IIA Abepura yang dibantu oleh aparat Kepolisian Sektor Abepura. 

Ada dua korban meningal dunia  dari 10 narapidana yang melarikan diri, temuan bekas luka di bagian kepala yang masih mengeluarkan darah  dari  salah satu almarhum yang meninggal dunia. Ada potensi penganiayaan yang dilakukan secara massal dan berkelanjutan di beberapa tempat yang berbeda-beda terhadap sembilan orang narapidana dan patut diduga adanya tindakan medis yang terlambat terhadap korban meningal dunia. (fia)

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey didampingi Melkior Weruin Kasubag Analis Pengaduan Komnas HAM saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Rabu (19/6) ( FOTO : Elfira/Cepos)

Terkait Pasca Tewasnya Dua Narapidana Lapas Abepura-

JAYAPURA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) Perwakilan Papua merekomendasikan empat poin terkait hasil investigasi yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II Abepura terkait kaburnya 10 orang Narapidana dimana dua diantaranya meninggal dunia pada Rabu (24/4) lalu yakni Maikel Ilian Tamol dan Selyus Logo.

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey mengatakan empat rekomendasi tersebut yakni Komnas HAM RI Perwakilan Papua meminta Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk mengungkap penyebap kematian dua narapidana yang meninggal dunia setelah melarikan diri dari Lapas Klas IIA Abepura pada 24 April 2019.

Meminta kepada semua pihak yang mengetahui rangkaian peristiwa ini agar kooperatif untuk menyampaikan informasi atau keterangan atau kesaksiannya kepada pihak yang berwenang untuk mengungkap peristiwa kematian dua narapidana tersebut secara transparan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. 

Meminta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua agar melakukan pemeriksaan kepada Kalapas Abepura dan semua petugas jaga yang bertugas pada tanggal 24 April 2019 mengenai penerapan Standar Operasional Prosedur Lapas Klas IIA Abepura dalam menangani kasus pelarian narapidana serta hasilnya disampaikan secara terbuka kepada publik.

Serta Komnas HAM RI Perwakilan Papua meminta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua untuk mengevaluasi dan membenahi sistem, mengenai penerapan prinsip dan standar pemenuhan HAM bagi para tahanan dan narapidana di lingkungan Lapas Klas IIA Abepura.

Baca Juga :  609 Gram Ganja Dimusnahkan Polairud Polda Papua

“Terhadap yang meninggal dunia patut diduga adanya tindakan medis yang terlambat oleh pihak medis yang ada di lapas itu dari fakta yang kami temukan,” ucap Frits.

Terkait dengan hal ini lanjut Frits, jika para keluarga korban mau melakukan upaya hukum maka silahkan saja semua kemungkinan itu makin terbuka.

Untuk hasil investigasi yang telah dilakukan oleh Komnas HAM akan dikirimkan ke Kapolres Jayapura Kota ditembuskan ke Kapolda Papua, Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua ditembuskan ke Mentri Hukum dan Ham RI serta Komnas  Ham Jakarta sebagai bahan laporan.

Di tempat yang sama, Melkior Weruin Kasubag Analis Pengaduan Komnas HAM RI Perwakilan Papua mengatakan peristiwa 24 April yang terjadi di Lapas Abepura bukanlah peristiwa yang pertama. Untuk Lapas Abepura sudah beberapa kali terjadi termasuk juga Lapas Wamena dengan posisi yang sama.

Sehingga itu, pembenahan sistem di Lapas termasuk dengan infrastruktur yang ada misalkan terkait  dengan gedung bagaimana upaya untuk dibangun kembali  atau pengamanan  dengan tingkat yang lebih baik dari sebelumnya. 

“Terhadap bagian-bagian yang sudah diincar oleh narapidana  maka  itu harus ada pembenahan,  sehingga tidak ada peluang bagi narapidana untuk kabur,” paparnya.

Sistem lainnya lanjut Melkior, penerapan standar dan prinsip misalnya  dalam kasus Lapas Abepura pada saat  penyerahan jenazah dari pihak Lapas kepada pihak  keluarga mestinya keluarga dijelaskan  secara rinci terkait dengan penyebab dari  meninggalnya narapidana. Sebab  berkaitan dengan hak-hak warga binaan.

Adapun yang menjadi hasil temuan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yakni saksi JH mengaku rencana pelarian keluar dari Lapas dirancang oleh  almarhum Maikel Ilian Tamol dengan melibatkan  JH, SL tiga hari sebelumnya. 

Baca Juga :  Program CSR, BRI Wilayah Papua Gelontorkan Rp 15, 6 M 

Pelarian keluar lapas Klas IIA Abepura, 24 April 2019 sekitar pukul 11.10 WIT. 7 orang narapidana diajak oleh MI, JH, SL secara spontan. Adanya pembobolan pagar/ kawat  besi oleh almarhum Maikel Ilian Tamol dengan mengunakan besi.

Ada temuan batu-batu yang berserakan di dalam pagar, ada temuan alat-alat yang digunakan untuk membobol pagar kawat berupa tiga bua besi dan kain sarung sepanjang 7 meter yang digunakan untuk memanjat tembok lapas. 

Ada temuan 1 pucuk senjata soft gun yang digunakan oleh petugas piket di menara jaga pada saat memberikan tembakan peringatan sebanyak 7 kali bagi narapidana yang berusaha melarikan diri keluar dari tembok Lapas Klas II A Abepura. 

Ada temuan bekas-bekas lokasi persembunyian narapidana yang melarikan diri di rumah warga dan pantai Asuhan, ada temuan bekas luka dan memar di wajah dari 7 narapidana yang melarikan diri dan kemudian ditangkap oleh warga dan petugas lapas Klas IIA Abepura yang dibantu oleh aparat Kepolisian Sektor Abepura. 

Ada dua korban meningal dunia  dari 10 narapidana yang melarikan diri, temuan bekas luka di bagian kepala yang masih mengeluarkan darah  dari  salah satu almarhum yang meninggal dunia. Ada potensi penganiayaan yang dilakukan secara massal dan berkelanjutan di beberapa tempat yang berbeda-beda terhadap sembilan orang narapidana dan patut diduga adanya tindakan medis yang terlambat terhadap korban meningal dunia. (fia)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya