Dalam misi yang diusung, disebutkan bagaimana meningkatkan kapasitas anggota, memperluas jaringan usaha dengan membangun kolaborasi strategis dengan stakeholder pemerintah, swasta, BUMN, dan komunitas lain untuk membuka peluang kemitraan dan invvestasi.
“Selain itu mendorong inovasi pegelolaan pariwisata sebagai kebangkitan ekonomi dengan menjaring investor dari luar dan meningkatkan peran Hipmi dalam kebijakan ekonomi daerah,” bebernya. Dimaksudkan di atas adalah menjadi mitra aktif pemerintah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang pro wirausaha.
“Termasuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan social. Mendorong anggota untuk memiliki tanggung jawab social dan kepedulian terhadap pembangunan berkelanjutan yang inklusif,” paparnya lagi.
Terpilihnya Supriadi Laling di Hipmi tentu bukan tanpa cerita kegigihan. Ia bisa survive tentu tak lepas dari sebuah tekad. Dan sekali lagi garis nasib memang tak ada yang tahu. Semua menjadi misteri illahi.
Semisal saat sekolah dulu ada yang selalu juara, namun setelah itu untuk mendapat kerja ternyata tidak mudah. Sementara ada juga yang dulu nakal dan jarang masuk saat sekolah namun lebih dulu mendapat pekerjaan. Yang terpenting adalah bagaimana berikhtiar atau berusaha dengan sungguh-sungguh serta tawakkal atau memasrahkan semuanya kepada gusti Allah SWT untuk pekerjaan selanjutnya.
Seperti cerita perjuangan Supriadi Laling sendiri. Pria rantau ini kini sukses dalam dunia bisnis dan karir politik. Hanya saja capaian hari ini tentu bukan jatuh begitu saja dari langit namun ada kegigihan yang harus dilakoni.
Cenderawasih Pos mendapat sepenggal ceritanya. Siapa sangka 19 tahun silam pria ini dulunya bukan siapa-siapa. Hidup menumpang, bekerja sebagai karyawan tidak tetap hingga akhirnya kini memiliki berbagi usaha dan membuka lapangan pekerjaan dan kini menjadi pebisnis.
Ia pertama kali ke Jayapura pada tahun 2006. Supriadi datang seorang diri kemudian bertarung nasib di Bumi Cenderawasih. Ia datang hanya bermodal nekad dan tekad. Sebagai laki-laki satu saat akan menjadi pemimpin sehingga sesulit apapun hidup harus dijalani. “Modal nekad saja, bagi saya gagal itu biasa tapi semua harus dimulai dengan perjuangan dulu. Bertarung dulu dan nanti baru lihat hasilnya. Jangan mudah menyerah menjalani hidup,” katanya.
Diceritakan sesampainya di Jayapura ia tidak tahu akan tinggal dimana. Akhirnya ditahun 2006 itu dirinya numpang di Masjid Raya, Paldam. Kurang lebih 3 bulan tidur di masjid sambil mencari pekerjaan. Iapun diterima sebagai karyawan di sebuah toko mini market di Imbi. Disitu ia bekerja selama 1 bulan karena harus shift-shift an setiap minggu.
Tak lama ia kemudian pindah kerja ke Toko Citra Agung di Ampera. Disini ia bekerja selama 1 tahun. Kurang lebih 1 tahun menjadi karyawan toko, iapun memberanikan diri keluar dan berusaha sendiri. Ia menjadi pedagang kaset VCD. Hanya saja dari niatnya bekerja secara mandiri ini malah harus terhenti. Itu tak lepas dari VCD yang dijualnya dianggap ilegal sehingga berkali – kali ia harus berurusan dengan aparat kepolisian. VCD ketika itu dilarang diperjualbelikan karena banyak bajakan dan karena itulah dianggap illegal.