Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Pahami Pesan Dari Lahirnya Kursi Otsus

Marinus Yaung

JAYAPURA – Proses seleksi 14 anggota DPR Papua dari kursi Otsus kini tengah bergulir. Banyak yang menganggap ini satu peluang yang bisa digunakan untuk duduk di kursi panas dan menyandang gelar “yang terhormat”. Hanya saja seiring waktu ternyata peluang ini tak hanya dimanfaatkan oleh mereka yang berasal atau murni  diangkat dari status adat tetapi mulai dilirik oleh mereka yang sebelumnya duduk dari partai politik. 

 Mudahnya adalah ada Caleg gagal dalam Pileg kemarin beralih membidik 14 kursi untuk  masuk ke parlemen. Situasi ini mendapat catatan dari pengamat sosial politik Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung yang berpendapat bahwa sepatutnya 14 kursi bebas dari Caleg gagal  yang sebelumnya pernah menjadi anggota DPR dari partai politik. Biarkan 14 kursi ini murni dari kalangan akar rumput untuk mnyeimbangkan kepentingan partai politik nasional ditingkat lokal. 

Baca Juga :  Penyebar Hoax Soal Covid Harus Ditindak Tegas

 “Pesannya ada disitu, jangan 14 kursi ini juga dilirik bagi mereka yang sudah pernah duduk melalui kursi partai politik. Kursi ini untuk mereka yang bukan mantan Caleg dan anggota partai, harusnya  bisa dihargai,” cecar Marinus Yaung, Jumat  (10/1). Saya melihat kursi kekuasaan memang manis dan selalu  menggoda siapapun tapi untuk peluang ini seharusnya anak-anak Papua juga memberi ruang kepada mereka yang berasal dari adat karena disitulah letak yang membedakan kekhususan. Bukan semua dari partai yang tidak lolos akhirnya ikutan daftar. “Ini sama seperti orang Papua yang mencederai makna kekhususan itu sendiri, miris sekali,” bebernya. 

Publik terutama calon anggota 14 yang berasal dari Parpol harusnya memahami filosofi atau pesan dari lahirnya kursi Otsus ini. Yaung menyampaikan bahwa rancangan ini disiapkan oleh almarhum Jap Solossa pada april 2001 dan 14 kursi ini sejatinya dikhususkan untuk masyarakat adat dan TPN OPM karena konsepnya itu adalah mentransformasikan perjuangan kelompok perlawanan. Yang sebelumnya berjuang dengan senjata di hutan kini diajak berjuang lewat politik.

Baca Juga :  Waspada Ajaran Sesat dan Jaga Hubungan Oikumene Sesama Denominasi Gereja

 “Apalagi Otsus lahir dari teriakan kelompok-kelompok di hutan yang selama ini meminta merdeka, kelompok yang terus berjuang untuk kemerdekaan. Nah untuk meredam itu lahirnya Otsus termasuk di dalamnya 14 kursi. Jadi bukan seenaknya masuk tanpa melihat siapa pemantik lahirnya Otsus ini. Menurut saya kursi ini lebih cocok untuk anggota OPM bukan Caleg gagal yang kembali mencari peluang,” sindirnya. Ia berharap gubernur dan pimpinan DPRP juga memahami ini dan memberikan kebijakan bahwa soal siapa yang memang pantas untuk menduduki 14 kursi tersebut. “Kita fair saja, kursi ini seharusnya untuk masyarakat dari adat termasuk TPN/OPM, pahami itu dulu,” pungkasnya. (ade)

Marinus Yaung

JAYAPURA – Proses seleksi 14 anggota DPR Papua dari kursi Otsus kini tengah bergulir. Banyak yang menganggap ini satu peluang yang bisa digunakan untuk duduk di kursi panas dan menyandang gelar “yang terhormat”. Hanya saja seiring waktu ternyata peluang ini tak hanya dimanfaatkan oleh mereka yang berasal atau murni  diangkat dari status adat tetapi mulai dilirik oleh mereka yang sebelumnya duduk dari partai politik. 

 Mudahnya adalah ada Caleg gagal dalam Pileg kemarin beralih membidik 14 kursi untuk  masuk ke parlemen. Situasi ini mendapat catatan dari pengamat sosial politik Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung yang berpendapat bahwa sepatutnya 14 kursi bebas dari Caleg gagal  yang sebelumnya pernah menjadi anggota DPR dari partai politik. Biarkan 14 kursi ini murni dari kalangan akar rumput untuk mnyeimbangkan kepentingan partai politik nasional ditingkat lokal. 

Baca Juga :  Masih Banyak yang Belum Taati Perda

 “Pesannya ada disitu, jangan 14 kursi ini juga dilirik bagi mereka yang sudah pernah duduk melalui kursi partai politik. Kursi ini untuk mereka yang bukan mantan Caleg dan anggota partai, harusnya  bisa dihargai,” cecar Marinus Yaung, Jumat  (10/1). Saya melihat kursi kekuasaan memang manis dan selalu  menggoda siapapun tapi untuk peluang ini seharusnya anak-anak Papua juga memberi ruang kepada mereka yang berasal dari adat karena disitulah letak yang membedakan kekhususan. Bukan semua dari partai yang tidak lolos akhirnya ikutan daftar. “Ini sama seperti orang Papua yang mencederai makna kekhususan itu sendiri, miris sekali,” bebernya. 

Publik terutama calon anggota 14 yang berasal dari Parpol harusnya memahami filosofi atau pesan dari lahirnya kursi Otsus ini. Yaung menyampaikan bahwa rancangan ini disiapkan oleh almarhum Jap Solossa pada april 2001 dan 14 kursi ini sejatinya dikhususkan untuk masyarakat adat dan TPN OPM karena konsepnya itu adalah mentransformasikan perjuangan kelompok perlawanan. Yang sebelumnya berjuang dengan senjata di hutan kini diajak berjuang lewat politik.

Baca Juga :  Empat Kampung Dapat Catatan Merah

 “Apalagi Otsus lahir dari teriakan kelompok-kelompok di hutan yang selama ini meminta merdeka, kelompok yang terus berjuang untuk kemerdekaan. Nah untuk meredam itu lahirnya Otsus termasuk di dalamnya 14 kursi. Jadi bukan seenaknya masuk tanpa melihat siapa pemantik lahirnya Otsus ini. Menurut saya kursi ini lebih cocok untuk anggota OPM bukan Caleg gagal yang kembali mencari peluang,” sindirnya. Ia berharap gubernur dan pimpinan DPRP juga memahami ini dan memberikan kebijakan bahwa soal siapa yang memang pantas untuk menduduki 14 kursi tersebut. “Kita fair saja, kursi ini seharusnya untuk masyarakat dari adat termasuk TPN/OPM, pahami itu dulu,” pungkasnya. (ade)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya