Friday, March 29, 2024
29.7 C
Jayapura

Putuskan MoU Sepihak, PB PON Bisa Tuai Masalah

JAYAPURA – Persoalan hukum yang dihadapi PB PON Papua nampaknya tak sekedar gugatan yang sudah berproses di PTUN Jayapura. Pasalnya ada tindakan lain yang dinilai berpotensi untuk diperhadapkan dengan hukum jika tak menemukan kata sepakat. Ini berkaitan dengan MoU antara PB PON dengan Universitas Cenderawasih terkait penggunaan Rusunawa dan asrama yang ada di lingkungan Uncen, Perumnas III Waena. Pasalnya menurut informasi PB PON memutuskan sepihak dengan tidak melanjutkan proses rehab seperti yang sudah tertuang di MoU.
Rektor Universitas Cenderawasih, DR., Ir., Apolo Safanpo ST., MT menceritakan bahwa tahun 2019 lalu PB PON sempat menyampaikan bahwa mereka membutuhkan tempat untuk penginapan para atlit. Dan kebetulan saat itu Uncen sedang melakukan pembenahan asrama sehingga ditindaklanjuti dengan melakukan MoU antara Uncen dan PB PON. MoU ini isinya renovasi akan dilakukan oleh PB PON dan akan digunakan selama 2 minggu. “Jadi ini untuk tempat tinggal atlit setelah itu dikembalikan ke Uncen,” kata Apolo menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos di Hotel Front One, Waena, Selasa (8/6) lalu.
Namun dikatakan PB PON secara sepihak melakukan pembatalan dan pihak Uncen berencana akan meminta klarifikasi mengingat kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang didalamnya ada pasal dan norma yang mengatur hak dan kewajiban dari para pihak.
Lalu MoU ini juga sudah dijabarkan dalam perjanjian kerjasama atau PKS yang ditandatangani di atas materai dan 1 klausul pada pasal terakhir menyebut bahwa pembatalan MoU ini harus atas persetujuan kedua pihak. “Namun yang terjadi kami baru menerima surat dari ketua PB PON yang isinya mereka tidak jadi melakukan renovasi rusunawa Uncen karena penghuni rusun menolak,” tambahnya.
Ini menurut Apolo akan didiskusikan kembali dengan PB PON sebab MoU belum dibatalkan dan dalam hirarki peraturan perundangan kedudukannya lebih tinggi dari surat. “Tidak bisa MoU dibatalkan hanya dengan sebuah surat dan kami akan minta penjelasan lebih lanjut. Kami jelaskan disini bahwa asrama atau rusunawa ini bukan milik penghuni tapi milik Uncen, yang kedua, MoU dilakukan bukan antara PB PON dengan penghuni tetapi dilakukan antara PB PON dengan Uncen dan Uncen tidak pernah menolak dan membatalkan proses renovasi,” tegas Apolo.
Sementara terkait ini, Ketua PB PON, Yunus Wonda tak menampik jika dirinya sudah menyurat resmi ke pihak Uncen soal pembatalan renovasi dan penggunaan rusun. “Yang pertama kami berharap tak ada persoalan lain dari niat kami menggunakan rusun. Uncen harus menyelesaikan persoalannya dengan mahasiswanya sebab kami tidak bisa masuk ke asrama atau rusun jika ada penolakan,” beber Yunus. Lalu dikatakan seiring waktu ia melihat ada dinamika penolakan untuk penertiban. Meski untuk asrama di Abe disetujui untuk direhab namun untuk Uncen Waena ada penolakan.
“Kami tak mau berbenturan dengan penghuni dan ketika terjadi apa – apa kami yang disalahkan sehingga kami menjawab tegas membatalkan penggunaan rusun di Uncen Waena. Kami tak mau berpolemik soal mahasiswa dan Uncen. Kami hanya bisa gunakan yang ada di Padang Bulan,” tambah Yunus. “Ini sama halnya dengan penggunaan asrama Mimika dan asrama Tolikara yang kata Yunus bisa saja bupatinya setuju namun penghuninya menolak. “Kalau menolak ya kami juga tak bisa paksakan,” pungkasnya. (ade/wen)

Baca Juga :  Komisi IV Singgung Pekerjaan di Papua Namun yang Menikmati di Jakarta

JAYAPURA – Persoalan hukum yang dihadapi PB PON Papua nampaknya tak sekedar gugatan yang sudah berproses di PTUN Jayapura. Pasalnya ada tindakan lain yang dinilai berpotensi untuk diperhadapkan dengan hukum jika tak menemukan kata sepakat. Ini berkaitan dengan MoU antara PB PON dengan Universitas Cenderawasih terkait penggunaan Rusunawa dan asrama yang ada di lingkungan Uncen, Perumnas III Waena. Pasalnya menurut informasi PB PON memutuskan sepihak dengan tidak melanjutkan proses rehab seperti yang sudah tertuang di MoU.
Rektor Universitas Cenderawasih, DR., Ir., Apolo Safanpo ST., MT menceritakan bahwa tahun 2019 lalu PB PON sempat menyampaikan bahwa mereka membutuhkan tempat untuk penginapan para atlit. Dan kebetulan saat itu Uncen sedang melakukan pembenahan asrama sehingga ditindaklanjuti dengan melakukan MoU antara Uncen dan PB PON. MoU ini isinya renovasi akan dilakukan oleh PB PON dan akan digunakan selama 2 minggu. “Jadi ini untuk tempat tinggal atlit setelah itu dikembalikan ke Uncen,” kata Apolo menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos di Hotel Front One, Waena, Selasa (8/6) lalu.
Namun dikatakan PB PON secara sepihak melakukan pembatalan dan pihak Uncen berencana akan meminta klarifikasi mengingat kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang didalamnya ada pasal dan norma yang mengatur hak dan kewajiban dari para pihak.
Lalu MoU ini juga sudah dijabarkan dalam perjanjian kerjasama atau PKS yang ditandatangani di atas materai dan 1 klausul pada pasal terakhir menyebut bahwa pembatalan MoU ini harus atas persetujuan kedua pihak. “Namun yang terjadi kami baru menerima surat dari ketua PB PON yang isinya mereka tidak jadi melakukan renovasi rusunawa Uncen karena penghuni rusun menolak,” tambahnya.
Ini menurut Apolo akan didiskusikan kembali dengan PB PON sebab MoU belum dibatalkan dan dalam hirarki peraturan perundangan kedudukannya lebih tinggi dari surat. “Tidak bisa MoU dibatalkan hanya dengan sebuah surat dan kami akan minta penjelasan lebih lanjut. Kami jelaskan disini bahwa asrama atau rusunawa ini bukan milik penghuni tapi milik Uncen, yang kedua, MoU dilakukan bukan antara PB PON dengan penghuni tetapi dilakukan antara PB PON dengan Uncen dan Uncen tidak pernah menolak dan membatalkan proses renovasi,” tegas Apolo.
Sementara terkait ini, Ketua PB PON, Yunus Wonda tak menampik jika dirinya sudah menyurat resmi ke pihak Uncen soal pembatalan renovasi dan penggunaan rusun. “Yang pertama kami berharap tak ada persoalan lain dari niat kami menggunakan rusun. Uncen harus menyelesaikan persoalannya dengan mahasiswanya sebab kami tidak bisa masuk ke asrama atau rusun jika ada penolakan,” beber Yunus. Lalu dikatakan seiring waktu ia melihat ada dinamika penolakan untuk penertiban. Meski untuk asrama di Abe disetujui untuk direhab namun untuk Uncen Waena ada penolakan.
“Kami tak mau berbenturan dengan penghuni dan ketika terjadi apa – apa kami yang disalahkan sehingga kami menjawab tegas membatalkan penggunaan rusun di Uncen Waena. Kami tak mau berpolemik soal mahasiswa dan Uncen. Kami hanya bisa gunakan yang ada di Padang Bulan,” tambah Yunus. “Ini sama halnya dengan penggunaan asrama Mimika dan asrama Tolikara yang kata Yunus bisa saja bupatinya setuju namun penghuninya menolak. “Kalau menolak ya kami juga tak bisa paksakan,” pungkasnya. (ade/wen)

Baca Juga :  Tabrak Pembatas Jalan, Penumpang Tewas

Berita Terbaru

Artikel Lainnya