Wednesday, December 10, 2025
26.6 C
Jayapura

Kurang Literasi Berpotensi Penyebaran Berita Hoaks

JAYAPURA – Kesenjangan literasi sangat teras antara perkotaan dan daerah terpencil. Akar masalah dari hal ini bukan sekadar rendahnya minat baca, melainkan akses yang terbatas terhadap bahan bacaan bermutu dan ruang publik yang mendukung kegiatan literasi.

Demikian dijelaskan oleh guru besar Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS kepada Cenderawasih Pos pada, Selasa (2/12). Menurut Prof Ave masyarakat Indonesia saat ini banyak hidup di daerah-daerah pedesaan, sementara di satu sisi akses ke daerah-daerah pedesaan itu sendiri sangat sulit.

“Daerah-daerah pedesaan jauh itu sangat dibatasi oleh transportasi dan komunikasi sehingga pengadaan buku itu menjadi satu hal yang sangat penting untuk mencerdaskan anak bangsa didaerah pedesaan,” jelas Prof Ave.

Baca Juga :  Gelar Kuliah Umum, Uniyap  Hadirkan Hakim MK 

Prof Ave mengatakan faktor lain yang mengakibatkan kurangnya informasi publik dan kualitas masyarakat di wilayah pedesaan atau perkampungan disebabkan adanya keterbatasan anggaran dari pemerintah.

Menurutnya literasi di kalangan masyarakat dinilai sebagai ancaman serius bagi kualitas informasi publik di Indonesia. Rendahnya kemampuan membaca, menulis, dan memahami informasi berpotensi memicu penyebaran berita bohong (hoaks), disinformasi, serta pemahaman yang salah terhadap berbagai isu penting.

Berdasarkan data, kata Prof Ave, rata-rata masyarakat Indonesia yang rajin membaca hanya 10 persen dan hanya dapat menghabiskan 5 buku dalam setahun. Angka ini menurutnya berbanding terbalik jika, dibandingkan dengan negara tetangga Singapura, yang bisa menghabiskan 6,75 buku setiap tahunnya.

Baca Juga :  Pemprov Papeg Salurkan Bantuan Sosial ke Panti Asuhan Pelangi II

Ungkap profesor, dampak dari kurangnya literasi bagi masyarakat terutama anak muda kedepannya adalah menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas orang dalam berkomunikasi tidak berkembang, karena kurangnya kosa kata.

JAYAPURA – Kesenjangan literasi sangat teras antara perkotaan dan daerah terpencil. Akar masalah dari hal ini bukan sekadar rendahnya minat baca, melainkan akses yang terbatas terhadap bahan bacaan bermutu dan ruang publik yang mendukung kegiatan literasi.

Demikian dijelaskan oleh guru besar Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS kepada Cenderawasih Pos pada, Selasa (2/12). Menurut Prof Ave masyarakat Indonesia saat ini banyak hidup di daerah-daerah pedesaan, sementara di satu sisi akses ke daerah-daerah pedesaan itu sendiri sangat sulit.

“Daerah-daerah pedesaan jauh itu sangat dibatasi oleh transportasi dan komunikasi sehingga pengadaan buku itu menjadi satu hal yang sangat penting untuk mencerdaskan anak bangsa didaerah pedesaan,” jelas Prof Ave.

Baca Juga :  Beasiswa Afirmasi Sangat Penting bagi Mahasiswa

Prof Ave mengatakan faktor lain yang mengakibatkan kurangnya informasi publik dan kualitas masyarakat di wilayah pedesaan atau perkampungan disebabkan adanya keterbatasan anggaran dari pemerintah.

Menurutnya literasi di kalangan masyarakat dinilai sebagai ancaman serius bagi kualitas informasi publik di Indonesia. Rendahnya kemampuan membaca, menulis, dan memahami informasi berpotensi memicu penyebaran berita bohong (hoaks), disinformasi, serta pemahaman yang salah terhadap berbagai isu penting.

Berdasarkan data, kata Prof Ave, rata-rata masyarakat Indonesia yang rajin membaca hanya 10 persen dan hanya dapat menghabiskan 5 buku dalam setahun. Angka ini menurutnya berbanding terbalik jika, dibandingkan dengan negara tetangga Singapura, yang bisa menghabiskan 6,75 buku setiap tahunnya.

Baca Juga :  Gelar Kuliah Umum, Uniyap  Hadirkan Hakim MK 

Ungkap profesor, dampak dari kurangnya literasi bagi masyarakat terutama anak muda kedepannya adalah menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas orang dalam berkomunikasi tidak berkembang, karena kurangnya kosa kata.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya