JAYAPURA – Tentang Sekda Papua hingga kini belum ada titik temu. Berbagai pihak sudah angkat bicara baik yang mendukung keputusan presiden maupun yang mendukung hasil seleksi Pansel. Dari ketidaksesuaian hasil yang disampaikan presiden ini akhirnya muncul respon dari masyarakat dan berbagai elemen. Terkait ini Wakil Ketua DPR Papua, DR Yunus Wonda justru melihat adanya intervensi dari pemerintah pusat untuk hasil Pansel.
Ia meminta agar pertimbangan pemilihan tersebut bisa merujuk pada hasil Pansel yang notabene bentukan pemerintah pusat juga. “Sebenarnya jika sesuai dengan mekanisme dan aturan, pada tahap awal semua berjalan lancar tapi diakhir justru ada intervensi sehingga hasil rangking dari Pansel tidak menjadi penilaian utama, ini agak aneh menurut saya,” kata Yunus Wonda, Kamis (19/11). Yunus mengaku heran jika akhirnya Kepres yang muncul adalah Dance Flasy yang notabene meraih nilai kedua dari bawah sedangkan nama Doren Wakerkwa yang menjadi peringkat satu malah tidak terpilih.
“Cerita seperti apa pak flasy melambung dari tiga menjadi satu. Lalu kalau bisa begini ngapain kita seleksi. Ini sama saja bicara aturan tapi kadang kita juga yang melanggar. Mendagri buat aturan ternyata yang lolos orang lain yang tidak sesuai dengan hasil seleksi,” beber Yunus. Ia enyebut bahwa yang akan memfungsikan sekda adalah gubernur dan sekda akan menjadi tangan kanan pmerintahan. Namun jika tidak sreg dengan kepala daerah tentunya pemerintahan juga akan terganggu.
“Kalau gubernur menganggap tidak sesuai dan tidak bisa mendorong pemerintahan maka gubernur punya hak menolak. Sekali lagi kepada semua orang ketika ada persoalan Papua jangan diintervensi sebab banyak yang tidak tahu soal Papua. Lalu terkait pemilihan sekda ini saya melihat ini sudah ada bentuk intervensi,” cecarnya. Yunus mengandaikan bahwa jika Dance Flasy meraih peringkat kedua lalu Doren Wakerkwa dianggap kurang cakap tentunya masih masuk akal tapi ini nomor 2 naik menggantikan, namun yang terjadi justru nomor 3. (ade/wen)
Ketua DPR Papua, Dr Yunus Wonda
JAYAPURA – Ketua DPR Papua, Dr Yunus Wonda melihat bahwa Pemilu tahun 2019 ini meski telah dipersiapkan jauh-jauh hari ternyata masih saja banyak kekurangan. Bahkan menurutnya lebih amburadul dari Pemilu sebelumnya. KPU kata Yunus belum siap dengan pesta demokrasi yang serentak dan ia menganggap ini termasuk pelaksanaan Pemilu yang buruk. “Saya melihat kita baik di Papua maupun Indonesia belum siap dengan agenda yang dilakukan bersamaan. Pilpres dan Pileg untuk semua tingkatan,” kata Yunus melalui ponselnya, Rabu (1/5).
Penilaiannya adalah mulai dari jadwal yang tidak serentak, keterlambatan penghitungan hingga masih banyak dilakukan PSU maupun pencoblosan yang molor. “Selain itu ada banyak petugas yang jadi korban,ini miris sekali. Kita yang harusnya berpesta tapi malah berduka dengan banyaknya korban. Kami prihatin,” katanya. Ia juga menyebut banyak masyarakat yang kehilangan hak pilih akibat penundaan waktu pencoblosan. Masyarakat yang awalnya semangat akhirnya mulai tidak antusias untuk terlibat karena ditunda.
Begitu juga dengan sistem di KPU dari pusat hingga kabupaten kota yang menurutnya perlu dievaluasi untuk mengantisipasi Pemilu yang berskala besar seperti ini. “Saya melihat KPU kewalahan dan belum siap sehingga bagi saya ini sebaiknya Pemilu berikutnya jangan digabung dulu. Benahi semua baru dilaksanakan bersamaan. Kalau direncanakan tahun 2024 saya pikir jangan dulu,” bebernya. Hal lain yang juga masih ditemukan kata politisi Partai Demokrat ini adalah ketika pencoblosan dilakukan 17 April ternyata dua minggu setelah itu masih banyak berita acara yang berada di luar, bukan di KPU.
“Ini yang saya amati, masih banyak hasil rekapitulasi suara yang berada di PPD dan ini terlalu lama jadwal di luar. Harusnya 2-3 hari suara sudah masuk hingga tak ada ruang untuk bermain, tak ada ruang untuk lahirnya jual beli suara karena rakyat sudah menyerahkan suaranya untuk diteruskan,” jelasnya. “Karenanya kami akan melihat ketegasan Panwas sebab ia Polisinya Pemilu. Harus ada tindakan tanpa semua harus menunggu pengaduan. Jika ada temuan ya sikapi,” singgungnya. (ade/wen)
JAYAPURA – Ketua DPR Papua, Dr Yunus Wonda melihat bahwa Pemilu tahun 2019 ini meski telah dipersiapkan jauh-jauh hari ternyata masih saja banyak kekurangan. Bahkan menurutnya lebih amburadul dari Pemilu sebelumnya. KPU kata Yunus belum siap dengan pesta demokrasi yang serentak dan ia menganggap ini termasuk pelaksanaan Pemilu yang buruk. “Saya melihat kita baik di Papua maupun Indonesia belum siap dengan agenda yang dilakukan bersamaan. Pilpres dan Pileg untuk semua tingkatan,” kata Yunus melalui ponselnya, Rabu (1/5).
Penilaiannya adalah mulai dari jadwal yang tidak serentak, keterlambatan penghitungan hingga masih banyak dilakukan PSU maupun pencoblosan yang molor. “Selain itu ada banyak petugas yang jadi korban,ini miris sekali. Kita yang harusnya berpesta tapi malah berduka dengan banyaknya korban. Kami prihatin,” katanya. Ia juga menyebut banyak masyarakat yang kehilangan hak pilih akibat penundaan waktu pencoblosan. Masyarakat yang awalnya semangat akhirnya mulai tidak antusias untuk terlibat karena ditunda.
Begitu juga dengan sistem di KPU dari pusat hingga kabupaten kota yang menurutnya perlu dievaluasi untuk mengantisipasi Pemilu yang berskala besar seperti ini. “Saya melihat KPU kewalahan dan belum siap sehingga bagi saya ini sebaiknya Pemilu berikutnya jangan digabung dulu. Benahi semua baru dilaksanakan bersamaan. Kalau direncanakan tahun 2024 saya pikir jangan dulu,” bebernya. Hal lain yang juga masih ditemukan kata politisi Partai Demokrat ini adalah ketika pencoblosan dilakukan 17 April ternyata dua minggu setelah itu masih banyak berita acara yang berada di luar, bukan di KPU.
“Ini yang saya amati, masih banyak hasil rekapitulasi suara yang berada di PPD dan ini terlalu lama jadwal di luar. Harusnya 2-3 hari suara sudah masuk hingga tak ada ruang untuk bermain, tak ada ruang untuk lahirnya jual beli suara karena rakyat sudah menyerahkan suaranya untuk diteruskan,” jelasnya. “Karenanya kami akan melihat ketegasan Panwas sebab ia Polisinya Pemilu. Harus ada tindakan tanpa semua harus menunggu pengaduan. Jika ada temuan ya sikapi,” singgungnya. (ade/wen)