Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Komnas HAM Punya Fungsi Mediasi Dialog Papua-Jakarta

JAYAPURA-Ketua Komnas HAM Frits Ramandei menyambut baik saran dan kritik dari gereja sebagai suara pastoral,  yang menilai Komnas HAM tidak layak melakukan mediasi dialog Papua-Jakarta. Namun menurutnya konflik di Papua ini sejak ada otonomi konflik terus terjadi. tidak bisa semua orang diam dan berpangku tangan, tetapi harus bersama-sama mencari solusi.

  “Semenjak ada otonomi khusus, terus saja terjadi konflik. Sementara Otsus ini lahir sebuah. peristiwa aspirasi yang murni dan sebelumnya era Presiden SBY telah memanggil almarhum Pater Neles Tebay dari Jaringan Damai Papua (JDP) untuk dialog dengan ditunjuk dan mandat dan belum ada formula dialog yang baik dan  ada juga di Timor Leste ada juga Forum rekonsialiasi Papua juga secara natural mendorong adanya dialog di Kampung-kampung dan ketemu presiden,” katanya di Jayapura, Kamis (31/3).

   Frits mengatakan, sebagai Komnas HAM sebagai lembaga negara UU 39 Tahun 1999 tetang HAM sebenarnya secara tegas melaksanakan  mandat Pasal 76 ayat 1. Komnas HAM melakukan fungsi penelitian, pengkajian, penyuluhan pemantauan dan mediasi. Ada mandat UU Komnas  melakukan mediasi.

   “Mediasi adalah proses administrasi dan komunikasi dan mediator adalah orang-orangnya, Sehingga dengan beberapa kali pertemuan Komnas HAM pusat dengan Presiden, dapat menunjukkan silakan Komnas HAM melakukan tugasnya sesuai fungsi, karena secara kelembagaan untuk menginisiasi mediasi. Selain itu, Komnas HAM Republik Indonesia itu memiliki akreditasi A dari dewan HAM PBB oleh lembaga Global PBB dan ini menjadi modal menginisiasi dialog,” ujar Ramandei yang juga mantan Aktifis 98 itu.

Baca Juga :  Ada Bupati yang Malas Tahu, Hingga Kadinkes Menghindar 

  Dia mengatakan sementara untuk kasus Papua, tidak bisa semua orang diam dan berpangku tangan. Tetapi  harus semua bersama-sama mencari solusi. “Jangan kita berteriak – berteriak tapi tidak ada niat dan upaya berdialog, Dialog itu dilakukan tetapi ketika pemerintah Indonesia tidak memberikan izin itu pun akan susah, sehingga untuk Dialog itu Komnas HAM ingin melihat dan ingin menginisiasi dan bisa juga bersama lembaga lain tapi harus ada proses dialog,” kata Mantan Ketua Panel Dewan Presidium Papua itu.

  Dia juga mengatakan sepanjang pemerintah masih menggunakan mekanisme nasional, tentu saja untuk mengundang pihak ketiga dari luar Indonesia akan semakin sulit jika tidak diizinkan oleh pemerintah Indonesia. Untuk itu,  sementara ini masih dipakai mekanisme nasional.

   “Komnas HAM adalah salah satu lembaga nasional yang menggunakan mandatnya untuk memberikan ruang mediasi, karena ini lembaga nasional tetapi juga Komnas HAM sebagai lembaga yang terdaftar sebagai terakreditasi A di PBB, maka ini juga dimanfaatkan,”tuturnya.

Baca Juga :  Dinkes Hanya Handle 8 Kabupaten dan 1 Kota

   “Jadi jika meminta pihak ketiga dari luar dari lembaga internasional tentang hal ini, akan sulit cara pemerintah masih menggunakan lembaga nasional. Untuk itu saya sarankan  mengikuti apa yang dilakukan Komnas HAM, karena saat ini tengah membangun komunikasi dengan berbagai pihak terkait masalah Papua,” katanya.

  Sementara itu sebelumnya,  Dewan Gereja Papua (DGP) (WPPC)  mengatakan Komnas HAM  dinilai tidak layak untuk menjadi mediator dialog damai Papua Jakarta untuk menyelesaikan rakian kasus pelangaran HAM, Status Politik dan Marjinalisasi segala bidang di Papua.

  “Komnas HAM didirikan oleh Negara dan dibiayai oleh Negara dan milik Negara dan kerja untuk kepentingan Negara. Karena itu, tidak layak menjadi mediator untuk dialog damai Papua-Indonesia dalam upaya penyelesaian akar sejarah konflik yang kronis hampir lebih dari enam dekade sejak 19 Desember 1961,” ujar Anggota DGP Gembala Dr Socrates Sofyan Yoman di Abepura, Senin, (28/3). (oel/tri)

JAYAPURA-Ketua Komnas HAM Frits Ramandei menyambut baik saran dan kritik dari gereja sebagai suara pastoral,  yang menilai Komnas HAM tidak layak melakukan mediasi dialog Papua-Jakarta. Namun menurutnya konflik di Papua ini sejak ada otonomi konflik terus terjadi. tidak bisa semua orang diam dan berpangku tangan, tetapi harus bersama-sama mencari solusi.

  “Semenjak ada otonomi khusus, terus saja terjadi konflik. Sementara Otsus ini lahir sebuah. peristiwa aspirasi yang murni dan sebelumnya era Presiden SBY telah memanggil almarhum Pater Neles Tebay dari Jaringan Damai Papua (JDP) untuk dialog dengan ditunjuk dan mandat dan belum ada formula dialog yang baik dan  ada juga di Timor Leste ada juga Forum rekonsialiasi Papua juga secara natural mendorong adanya dialog di Kampung-kampung dan ketemu presiden,” katanya di Jayapura, Kamis (31/3).

   Frits mengatakan, sebagai Komnas HAM sebagai lembaga negara UU 39 Tahun 1999 tetang HAM sebenarnya secara tegas melaksanakan  mandat Pasal 76 ayat 1. Komnas HAM melakukan fungsi penelitian, pengkajian, penyuluhan pemantauan dan mediasi. Ada mandat UU Komnas  melakukan mediasi.

   “Mediasi adalah proses administrasi dan komunikasi dan mediator adalah orang-orangnya, Sehingga dengan beberapa kali pertemuan Komnas HAM pusat dengan Presiden, dapat menunjukkan silakan Komnas HAM melakukan tugasnya sesuai fungsi, karena secara kelembagaan untuk menginisiasi mediasi. Selain itu, Komnas HAM Republik Indonesia itu memiliki akreditasi A dari dewan HAM PBB oleh lembaga Global PBB dan ini menjadi modal menginisiasi dialog,” ujar Ramandei yang juga mantan Aktifis 98 itu.

Baca Juga :  Soal Pemekaran, MRP Minta Ditunda

  Dia mengatakan sementara untuk kasus Papua, tidak bisa semua orang diam dan berpangku tangan. Tetapi  harus semua bersama-sama mencari solusi. “Jangan kita berteriak – berteriak tapi tidak ada niat dan upaya berdialog, Dialog itu dilakukan tetapi ketika pemerintah Indonesia tidak memberikan izin itu pun akan susah, sehingga untuk Dialog itu Komnas HAM ingin melihat dan ingin menginisiasi dan bisa juga bersama lembaga lain tapi harus ada proses dialog,” kata Mantan Ketua Panel Dewan Presidium Papua itu.

  Dia juga mengatakan sepanjang pemerintah masih menggunakan mekanisme nasional, tentu saja untuk mengundang pihak ketiga dari luar Indonesia akan semakin sulit jika tidak diizinkan oleh pemerintah Indonesia. Untuk itu,  sementara ini masih dipakai mekanisme nasional.

   “Komnas HAM adalah salah satu lembaga nasional yang menggunakan mandatnya untuk memberikan ruang mediasi, karena ini lembaga nasional tetapi juga Komnas HAM sebagai lembaga yang terdaftar sebagai terakreditasi A di PBB, maka ini juga dimanfaatkan,”tuturnya.

Baca Juga :  Satu Tahun Kinerja Pj Kepala Daerah Akan Dievaluasi, Lanjut Atau Ganti

   “Jadi jika meminta pihak ketiga dari luar dari lembaga internasional tentang hal ini, akan sulit cara pemerintah masih menggunakan lembaga nasional. Untuk itu saya sarankan  mengikuti apa yang dilakukan Komnas HAM, karena saat ini tengah membangun komunikasi dengan berbagai pihak terkait masalah Papua,” katanya.

  Sementara itu sebelumnya,  Dewan Gereja Papua (DGP) (WPPC)  mengatakan Komnas HAM  dinilai tidak layak untuk menjadi mediator dialog damai Papua Jakarta untuk menyelesaikan rakian kasus pelangaran HAM, Status Politik dan Marjinalisasi segala bidang di Papua.

  “Komnas HAM didirikan oleh Negara dan dibiayai oleh Negara dan milik Negara dan kerja untuk kepentingan Negara. Karena itu, tidak layak menjadi mediator untuk dialog damai Papua-Indonesia dalam upaya penyelesaian akar sejarah konflik yang kronis hampir lebih dari enam dekade sejak 19 Desember 1961,” ujar Anggota DGP Gembala Dr Socrates Sofyan Yoman di Abepura, Senin, (28/3). (oel/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya