Monday, July 1, 2024
24.7 C
Jayapura

Persembahan Tari Perang Suku Amungme, Angkat Isu Sebelum Masuk Injil

MIMIKA – Tari perang menjadi salahsatu tarian yang ditampilkan dalam Festival Budaya Lokal Amungme Kamoro yang digelar Pemerintah Kabupaten Mimika melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) di Lapangan Eks Pasar Swadaya, (Pasar Lama), Mimika, Papua Tengah, Rabu (26/6/2024).

  Suku Amungme memiliki tradisi pertanian berpindah, dan berburu. Mereka mendiami beberapa lembah luas di kabupaten Mimika dan Kabupaten Puncak Jaya antara gunung-gunung tinggi yaitu lembah Tsinga, lembah Hoeya, dan lembah Noema serta lembah-lembah kecil seperti lembah Bella, Alama, Aroanop, dan Wa.

Untuk bertahan hidup, sebelum mengenal Injil, suku Amungme juga punya tradisi perang dengan berbagai skala dengan sebab akibat tertentu.

Dalam festival budaya lokal Amungme Kamoro ini, untuk pertama kalian tarian perang yang dipersembahkan sekelompok pemuda asal Suku Amungme.

Baca Juga :  Masalah Tanah Tak Kunjung Usai, Puskesmas Komba Belum Beroperasi  Kembali

Saat tarian perang dimulai, para anggota kelompok tari menyampaikan pesan moral melalui setiap gerakan yang mengisahkan kehidupan sosial masyarakat Amungme di masa lalu sebelum mengenal Injil.

Ragam gerakan seni tari perang ini pun larut dibawakan mereka bersama kisah-kisah kehidupan masa lalu Suku Amungme ke dalam setiap mata para hadirin yang menyaksikan.

Penanggungjawab grup tari, Elinus Balinol Mom menjelaskan, dahulu, masyarakat Amungme banyak mengalami konflik sosial yang timbul dari berbagai persoalan.

Budaya perang adat masyarakat Amungme bukanlah sesuatu hal yang sembarangan. Kata Elinus, ada sederet ketentuan yang harus dipatuhi oleh kelompok yang hendak berperang.

“Jadi ketika terjadi masalah lalu perang itu tidak sembarang orang melakukan pembunuhan. Ada mau melakukan perang atau pembunuhan itu mereka akan sampaikan informasi kepada pihak lawan bahwa saya akan melakukan ini (perang-red), saya akan serang, akan lakukan pembunuhan karena ini (pokok masalahnya-red). Baru mereka jalan adakan perang,” jelasnya.

Baca Juga :  Puluhan Kendaraan Hias Ikut Parade Paskah Oikumene 2024 di Mimika

Elinus melanjutkan, dalam perang adat, ada tokoh-tokoh yang wajib dilindungi, termasuk perempuan.  Sampai pada masuknya Injil, tokoh yang memperkenalkan Injil kepada masyarakat Amungme menekankan agar kebiasaan tersebut harus dihilangkan.

Kata Elinus, ini menjadi pesan moral yang harus disampaikan kepada masyarakat di zaman serba moderen saat ini.

“Jadi ini kita memperagakan bahwa dulu memang kita hidup seperti itu tapi setelah Injil datang itu kita sudah diterangi, jadi kami yang ada ini anak-anak terang. Nilai-nilai ini yang kita sampaikan supaya orang melihat bahwa orang Amungme ini suka perang, tidak,” jelasnya. (mww)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

MIMIKA – Tari perang menjadi salahsatu tarian yang ditampilkan dalam Festival Budaya Lokal Amungme Kamoro yang digelar Pemerintah Kabupaten Mimika melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) di Lapangan Eks Pasar Swadaya, (Pasar Lama), Mimika, Papua Tengah, Rabu (26/6/2024).

  Suku Amungme memiliki tradisi pertanian berpindah, dan berburu. Mereka mendiami beberapa lembah luas di kabupaten Mimika dan Kabupaten Puncak Jaya antara gunung-gunung tinggi yaitu lembah Tsinga, lembah Hoeya, dan lembah Noema serta lembah-lembah kecil seperti lembah Bella, Alama, Aroanop, dan Wa.

Untuk bertahan hidup, sebelum mengenal Injil, suku Amungme juga punya tradisi perang dengan berbagai skala dengan sebab akibat tertentu.

Dalam festival budaya lokal Amungme Kamoro ini, untuk pertama kalian tarian perang yang dipersembahkan sekelompok pemuda asal Suku Amungme.

Baca Juga :  Mantan Bupati Alm.Titus O Potereyauw Layak Diberi Penghargaan 

Saat tarian perang dimulai, para anggota kelompok tari menyampaikan pesan moral melalui setiap gerakan yang mengisahkan kehidupan sosial masyarakat Amungme di masa lalu sebelum mengenal Injil.

Ragam gerakan seni tari perang ini pun larut dibawakan mereka bersama kisah-kisah kehidupan masa lalu Suku Amungme ke dalam setiap mata para hadirin yang menyaksikan.

Penanggungjawab grup tari, Elinus Balinol Mom menjelaskan, dahulu, masyarakat Amungme banyak mengalami konflik sosial yang timbul dari berbagai persoalan.

Budaya perang adat masyarakat Amungme bukanlah sesuatu hal yang sembarangan. Kata Elinus, ada sederet ketentuan yang harus dipatuhi oleh kelompok yang hendak berperang.

“Jadi ketika terjadi masalah lalu perang itu tidak sembarang orang melakukan pembunuhan. Ada mau melakukan perang atau pembunuhan itu mereka akan sampaikan informasi kepada pihak lawan bahwa saya akan melakukan ini (perang-red), saya akan serang, akan lakukan pembunuhan karena ini (pokok masalahnya-red). Baru mereka jalan adakan perang,” jelasnya.

Baca Juga :  Sosialisasikan Penyelamatan dan Evakuasi Korban Kebakaran dan Non Kebakaran 

Elinus melanjutkan, dalam perang adat, ada tokoh-tokoh yang wajib dilindungi, termasuk perempuan.  Sampai pada masuknya Injil, tokoh yang memperkenalkan Injil kepada masyarakat Amungme menekankan agar kebiasaan tersebut harus dihilangkan.

Kata Elinus, ini menjadi pesan moral yang harus disampaikan kepada masyarakat di zaman serba moderen saat ini.

“Jadi ini kita memperagakan bahwa dulu memang kita hidup seperti itu tapi setelah Injil datang itu kita sudah diterangi, jadi kami yang ada ini anak-anak terang. Nilai-nilai ini yang kita sampaikan supaya orang melihat bahwa orang Amungme ini suka perang, tidak,” jelasnya. (mww)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya