Sunday, April 28, 2024
29.7 C
Jayapura

33 Persen Balita di Mimika Alami Stunting

TIMIKA – Stunting atau masalah gizi kronis pada anak di bawah lima tahun (Balita) di Kabupaten Mimika, masih cukup tinggi. Berdasarkan data sekitar 33 persen Balita di Mimika mengalami stunting. Ini menempatkan Mimika berada di urutan 17 dengan kasus terbanyak dari 29 kabupaten/kota yang ada di Papua.

Menyikapi persoalan ini, Pemkab Mimika telah melakukan beberapa aksi, salah satunya membentuk tim percepatan penurunan stunting. Tim ini terdiri dari berbagai sektor mulai dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis, Puskesmas, rumah sakit dan pegiat kesehatan di Mimika.

Staf Ahli Pemkab Mimika, Septinus Timang dalam kegiatan diseminasi audit kasus stunting semester 1 Tahun 2023, mengatakan, penanganan stunting harus menjadi salah satu isu yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Daerah baik itu jangka pendek, menengah bahkan rencana strategis setiap OPD terkait. Sebab Indonesia ditargetkan bebas stunting pada Tahun 2030.

Baca Juga :  Menanti Rencana Kerja Pemkab Mimika di Tahun 2025

Dokter RSUD Mimika, dr Carrina Nenggar Dewanti, SpA menjelaskan, selama 2023, ada 7 Balita yang dirawat di RSUD dan setelah dilakukan pengukuran ternyata mengalami stunting. Tapi Balita tersebut dirawat bukan semata karena stunting, tapi juga ada penyakit lain.

Ia menjelaskan, penyebab utama balita mengalami stunting karena asupan gizi tidak baik. Tapi juga ada yang disebabkan karena mengalami penyakit kronis. Ini terjadi karena kesalahpahaman ibu yang membuat asupan gizi pada Balita tidak bagus. Dimana anak lebih banyak diberi makanan seperti bubur dicampur pisang atau labu, padahal itu tidak menaikkan berat badan. Seharusnya lebih banyak makanan tinggi kalori dan seimbang yaitu protein, karbohidrat dan lemak.

Sebelum lahir, anak juga berpotensi mengalami stunting sejak dari dalam kandungan. “Makanya program mulai dari pasangan usia subur, ketika mereka baru mau menikah sudah dipersiapkan supaya nanti pengetahuan gizinya bagus dia tidak stunting,” jelas Carrina.

Baca Juga :  Jalur Pengangkatan, 254 DPRK se-Tanah Papua Diisi Orang Asli Papua

Pemberian susu formula pada anak juga sebenarnya tidak masalah. Tapi menurut Carrina, tidak semua bayi bisa menerima susu formula dengan baik. Berbeda dengan ASI yang memang bisa diserap sempurna oleh tubuh sang anak. “Jadi sebagus apapun, semahal apapun susu formulanya kalau bayi tidak bisa serap sama saja,” tandasnya.

Ia menegaskan stunting menjadi isu besar karena jika anak mengalami stunting akan berpengaruh pada IQ. Anak yang bermasalah dengan stunting IQnya rendah.  Itulah sebabnya, pemerintah sangat fokus dan berupaya agar asupan gizi pada anak bisa tertangani.(ryu/tho)

TIMIKA – Stunting atau masalah gizi kronis pada anak di bawah lima tahun (Balita) di Kabupaten Mimika, masih cukup tinggi. Berdasarkan data sekitar 33 persen Balita di Mimika mengalami stunting. Ini menempatkan Mimika berada di urutan 17 dengan kasus terbanyak dari 29 kabupaten/kota yang ada di Papua.

Menyikapi persoalan ini, Pemkab Mimika telah melakukan beberapa aksi, salah satunya membentuk tim percepatan penurunan stunting. Tim ini terdiri dari berbagai sektor mulai dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis, Puskesmas, rumah sakit dan pegiat kesehatan di Mimika.

Staf Ahli Pemkab Mimika, Septinus Timang dalam kegiatan diseminasi audit kasus stunting semester 1 Tahun 2023, mengatakan, penanganan stunting harus menjadi salah satu isu yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Daerah baik itu jangka pendek, menengah bahkan rencana strategis setiap OPD terkait. Sebab Indonesia ditargetkan bebas stunting pada Tahun 2030.

Baca Juga :  Kapolda: Situasi di Wamena Sudah Bisa Dikendalikan

Dokter RSUD Mimika, dr Carrina Nenggar Dewanti, SpA menjelaskan, selama 2023, ada 7 Balita yang dirawat di RSUD dan setelah dilakukan pengukuran ternyata mengalami stunting. Tapi Balita tersebut dirawat bukan semata karena stunting, tapi juga ada penyakit lain.

Ia menjelaskan, penyebab utama balita mengalami stunting karena asupan gizi tidak baik. Tapi juga ada yang disebabkan karena mengalami penyakit kronis. Ini terjadi karena kesalahpahaman ibu yang membuat asupan gizi pada Balita tidak bagus. Dimana anak lebih banyak diberi makanan seperti bubur dicampur pisang atau labu, padahal itu tidak menaikkan berat badan. Seharusnya lebih banyak makanan tinggi kalori dan seimbang yaitu protein, karbohidrat dan lemak.

Sebelum lahir, anak juga berpotensi mengalami stunting sejak dari dalam kandungan. “Makanya program mulai dari pasangan usia subur, ketika mereka baru mau menikah sudah dipersiapkan supaya nanti pengetahuan gizinya bagus dia tidak stunting,” jelas Carrina.

Baca Juga :  Jhon Rettob Diaktifkan Kembali jadi Wakil Bupati Mimika

Pemberian susu formula pada anak juga sebenarnya tidak masalah. Tapi menurut Carrina, tidak semua bayi bisa menerima susu formula dengan baik. Berbeda dengan ASI yang memang bisa diserap sempurna oleh tubuh sang anak. “Jadi sebagus apapun, semahal apapun susu formulanya kalau bayi tidak bisa serap sama saja,” tandasnya.

Ia menegaskan stunting menjadi isu besar karena jika anak mengalami stunting akan berpengaruh pada IQ. Anak yang bermasalah dengan stunting IQnya rendah.  Itulah sebabnya, pemerintah sangat fokus dan berupaya agar asupan gizi pada anak bisa tertangani.(ryu/tho)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya