SENTANI-Marga Ondi, pemilik ulayat di lokasi SMP Negeri 1 Sentani, meminta agar sekolah tersebut dikosongkan. Meskipun saat ini masih suasana libur, namun mereka meminta seluruh sarana belajar dan sarana penunjang milik para guru dan siswa di sekolah itu dikeluarkan. Hal itu dilakukan pihak pemilik ulayat karena Pemerintah Kabupaten(Pemkab) Jayapura tidak menyelesaikan kewajiban membayar biaya kontrak pemanfaatan lahan dan bangunan itu sejak 2019 sampai saat ini.
Untuk diketahui, sebelumnya Marga Ondi dinyatakan sebagai pemenang melalui putusan pengadilan atas kepemilikan lahan itu pada 2018 lalu.
“Proses ini adalah akumulasi dari tuntutan sewa kontrak lahan antara Pemkab Jayapura dengan kami selaku pemilik lahan. Itu setelah kami dinyatakan menang melalui putusan pengadilan pada 2018 lalu,” kata penanggung jawab pemilik ulayat Marga Ondi, Ardian Ondi ketika dikonfirmasi media ini, Selasa, (28/12).
Dia mengatakan, mestinya lahan tersebut sudah dilakukan eksekusi oleh pemilik ulayat, namun ada kesepakatan karena adanya aktivitas kepentingan umum, apalagi berkaitan dengan pendidikan di atas tanah itu, sehingga putusan mengenai eksekusi terhadap lahan itu akhirnya ditunda. Sebagai gantinya, Pemkab Jayapura menyepakati melakukan kontrak penggunaan lahan.
Pihaknya mengatakan, sebelum aksi itu dilakukan, sudah ada komunikasi atau koordinasi antara Pemkab Jayapura dengan pihak pemilik ulayat. Hanya saja, pemerintah dianggap tidak serius untuk merespon persoalan ini. Sehingga pihaknya meminta pengosongan aktivitas di atas lahan itu.
“Kami sudah melakukan pertemuan dengan KJP, Dinas Pendidikan, ada telaan hukum dibuat, sebagai dasar hukum tindak lanjut untuk kontrak lahan itu. Tapi sampai pada hari H, tidak ada kejelasan. Kami sudah meminta supaya dibuatkan surat jaminan hutang, tapi tidak dikasih juga. Sepertinya kita ini dibuat seperti bola pingpong. Padahal kami punya keputusan pengadilan yang jelas. Ini persoalan serius, saya minta ganti kepala dinas pendidikan,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komite SMP Negeri 1 Sentani, Jhon Hokoyoku menilai, masalah ini berdampak besar karena, tidak ada keseriusan dari Pemkab Jayapura melalui dinas terkait untuk menangani persoalan ini. Selaku Ketua Komite, dia sudah berupaya keras sejak awal dan itu sudah dilakukan beberapa kali negosiasi dengan pemilik ulayat untuk tidak melakukan pemalangan ataupun penghentian aktivitas pendidikan di atas tanah itu. Namun dia mengakui hal itu memang tidak bisa bertahan lama, apalagi pemilik ulayat mempunyai dasar hukum yang kuat yaitu putusan pengadilan.
“Saya melihat sampai hari ini tidak ada keseriusan dari pemerintah. Padahal ini persoalan sudah lama sehingga ini sangat berdampak kepada siswa-siswi yang ada di sini. Ada lebih dari 800 siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah ini, dan sekarang mereka adalah korban,” pungkasnya.(roy/tho).