Thursday, November 20, 2025
25.2 C
Jayapura

Festival Literasi dan Resiliensi, Merawat Ingatan Kolektif Masyarakat Papua

SENTANI – Dewan Gereja Papua (DGP) bersama Pusat Studi HAM, Sosial, dan Pastoral STT Walter Post Jayapura (STTWPJ) akan menggelar Festival Literasi dan Resiliensi pada 19–21 November 2025 di Aula Gereja Katolik Paroki Kristus Terang Dunia, Yabansai-Heram, Waena.

Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt. Benny Giay mengatakan, kegiatan ini menjadi ruang publik bagi masyarakat Papua untuk merawat ingatan kolektif, memperkuat kesadaran kemanusiaan, serta membangun resiliensi sosial melalui literasi, seni, dan dialog lintas komunitas.

“Festival ini hadir sebagai respons terhadap situasi kemanusiaan yang masih berlangsung di Papua,” jelasnya Senin (17/11).

Melalui rangkaian kegiatan terbuka, pihaknya berupaya menciptakan ruang refleksi bagi publik untuk memahami kembali persoalan sejarah, martabat manusia, serta pentingnya solidaritas sosial.

Baca Juga :  Aroma Samba Dibalut Kejelian Seorang Samurai dan Kelincahan Putra Papua

Sementara itu, Ketua Pusat Studi HAM, Sosial dan Pastoral STTWPJ, Hendrica Henny Ohoitimur, M.PdK, menegaskan bahwa festival ini merupakan momentum penting bagi masyarakat Papua untuk kembali merawat ingatan bersama.

“Festival ini adalah ruang untuk merawat ingatan kita bersama. Di tengah situasi Papua yang penuh luka, literasi, seni, dan dialog menjadi jalan untuk memulihkan martabat manusia serta memperkuat keberanian moral masyarakat,” ujarnya.

SENTANI – Dewan Gereja Papua (DGP) bersama Pusat Studi HAM, Sosial, dan Pastoral STT Walter Post Jayapura (STTWPJ) akan menggelar Festival Literasi dan Resiliensi pada 19–21 November 2025 di Aula Gereja Katolik Paroki Kristus Terang Dunia, Yabansai-Heram, Waena.

Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt. Benny Giay mengatakan, kegiatan ini menjadi ruang publik bagi masyarakat Papua untuk merawat ingatan kolektif, memperkuat kesadaran kemanusiaan, serta membangun resiliensi sosial melalui literasi, seni, dan dialog lintas komunitas.

“Festival ini hadir sebagai respons terhadap situasi kemanusiaan yang masih berlangsung di Papua,” jelasnya Senin (17/11).

Melalui rangkaian kegiatan terbuka, pihaknya berupaya menciptakan ruang refleksi bagi publik untuk memahami kembali persoalan sejarah, martabat manusia, serta pentingnya solidaritas sosial.

Baca Juga :  Penunjukan Plt Direksi Perusda Baniyau Segera Diproses

Sementara itu, Ketua Pusat Studi HAM, Sosial dan Pastoral STTWPJ, Hendrica Henny Ohoitimur, M.PdK, menegaskan bahwa festival ini merupakan momentum penting bagi masyarakat Papua untuk kembali merawat ingatan bersama.

“Festival ini adalah ruang untuk merawat ingatan kita bersama. Di tengah situasi Papua yang penuh luka, literasi, seni, dan dialog menjadi jalan untuk memulihkan martabat manusia serta memperkuat keberanian moral masyarakat,” ujarnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/